Soal Bilyet Giro Rp 2 Triliun Akidi Tio, Ini Kata PPATK

Belakangan, marak beredar foto bilyet giro Rp 2 triliun yang disebut sebagai sumbangan dari keluarga Akidi Tio.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 04 Agu 2021, 17:00 WIB
Bantuan dana sebesar Rp2 triliun, disalurkan keluarga mendiang Akidi Tio, melalui dokter keluarga mendiang Akidi Tio, Prof Hardi Darmawan ke Polda Sumsel (Dok.Humas Polda / Nefri Inge)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae, bingung dengan kesepakatan antara keluarga Akidi Tio sebagai pihak penarik dengan bank tertarik tentang uang Rp 2 triliun yang rencananya akan disumbangkan ke Polda Sumatera Selatan.

Belakangan, marak beredar foto bilyet giro Rp 2 triliun yang disebut sebagai sumbangan dari keluarga Akidi Tio. Namun saldo di rekening ternyata tidak sampai Rp 2 triliun.

"Saya kurang mengerti apa saja yang diperjanjikan para pihak ya (antara keluarga Akidi Tio dan bank tertarik)," ujar Dian kepada Liputan6.com, Rabu (4/8/2021).

Kendati begitu, Dian belum bisa menjelaskan bagaimana proses dan hasil penyelidikan terhadap kisruh sumbangan Rp 2 triliun tersebut, dan apakah Akidi Tio menyimpan uang simpanannya dalam bentuk lain.

Sebelumnya, Dian menyampaikan akan melaporkan hasil temuan kisruh Rp 2 triliun sumbangan keluarga Akidi Tio ini kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Kami melakukan penelitian dari awal sampai sekarang, dan ini sampai kita menghasilkan hasil analisis atau hasil pemeriksaan PPATK yang ujungnya tentu akan kita serahkan ke pihak berwajib, dalam hal ini Kapolri," tutur Dian.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Inkonsistensi

Sumbangan Rp 2 Triliun dari Keluarga Akidi Tio tak kunjung cair dan diduga penipuan (Dok: Humas Polda/Nefri Inge)

Menurut dia, PPATK menemukan adanya inkonsistensi antara profil pemberi sumbangan dengan jumlah keuangan yang berbanding jauh dengan nominal hibahnya. Dengan begitu, transaksi tersebut masuk dalam kategori mencurigakan.

"Tentu ini bisa dikatakan suatu pencederaan. Ini persoalan terkait mengganggu integritas pejabat dan integritas sistem keuangan dalam konteks bahwa sistem keuangan di Indonesia ini tidak boleh dipakai untuk main-main, apalagi untuk kejahatan. Ini harus dipastikan seperti itu," tegasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya