Tumis Kangkung untuk Windy Cantika Aisah

Kekhawatiran sempat menghantui Siti Aisah saat mengetahui putri satu-satunya ingin mengikuti jejaknya sebagai atlet angkat besi.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 05 Agu 2021, 00:00 WIB
Foto yang diambil dengan kamera robot ini menunjukkan reaksi Windy Cantika Aisah dari Indonesia saat berlaga dalam kompetisi angkat besi 49kg putri pada Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo International Forum, Tokyo pada 24 Juli 2021. (AFP/Pool/Chris Graythen)

Liputan6.com, Jakarta Setiap ibu selalu menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Pun demikian dengan Siti Aisah. Dengan sekuat tenaga mantan lifter nasional itu bertarung melawan rasa khawatir untuk mendukung putri satu-satunya Windy Cantika Aisah meraih prestasi lewat cabang angkat besi yang penuh beban.

Seharusnya tidak sulit bagi Siti Aisah menerima pilihan Cantika menjadi atlet angkat besi mengingat dia pernah berhelut di olahraga yang sama. Namun pengalamannya di masa lalu tetap membuatnya khawatir akan masa depan putri bungsunya tersebut.

Siti tentu paham betul rintangan yang bakal mengadang Cantika. Apalagi angkat besi bukan cabang olahraga populer terutama bagi kaum hawa. 

Beban terberat terkadang tidak hanya datang dari barbel yang diangkat saat latihan dan pertandingan. Masa depan lifter yang dulu masih cenderung suram sulit dilupakan begitu saja.  

Siti bercerita, di eranya, banyak tantangan yang harus mereka lewati sebagai atlet angkat besi. Salah satunya adalah fasilitas yang tidak semkomplet dan se-modern saat ini. Gaji yang diterima juga belum terlalu menjanjikan. "Dulu dari asrama ke tempat latihannya jauh," kenang Siti Aisah saat berbincang dengan Liputan6.com melalui aplikasi berbagi pesan WhatsApp, Rabu (4/8/2021). 

"Zaman saya mau makan saja harus jalan kaki dulu," kata Siti menambahkan. 

Siti Aisah memang tidak menyesal pernah melewati masa-masa sulit tersebut. Sebab perjuangan itu membawanya menjadi salah seorang lifter putri andalan Indonesia di era 90-an. Dia pernah merebut medali perunggu saat tampil di Kejuaraan Dunia di Amerika Serikat pada tahun 1987. Setahun kemudian Siti juga mempersembahkan perak bagi Indonesia pada Kejuaraan Dunia di Jakarta. 

Hanya saja, membayangkan putri satu-satunya terjun ke dunia yang sama juga bukan mimpi terbesarnya. Rasa khawatir terhadap masa depan Cantika sempat menghantui.

"Ya sempat juga khawatir karena Cantik anak perempuan satu-satunya. Tapi ini sudah pilihan Cantika jadi saya sebagai ibunya hanya berdoa dan mendukung sampai sukses." kata Siti.

 

 

 

 


Doa untuk Cantika

Siti Aisah (biru), ibunda atlet angkat besi Indonesia, Windy Cantika Aisah saat tampil dalam sebuah kejuaraan angkat besi. (Istimewa)

Siti memang tidak kuasa menolak. Apalagi bakat Cantika sudah terlihat saat dia masih anak-anak. Sejak pertama kali diperkenalkan dengan angkat besi yang masih menggunakan barbel dari semen kelas 2 SD, si Eneng-- panggilan akrab Cantika--sudah menunjukkan ketertarikannya. 

Potensinya semakin terlihat jelas saat Cantika mulai memasuki kelas 4 dan 5 SD. Selepas menamatkan sekolah dasar, Cantika kemudian dikirim berlatih ke Pengcab PABBSI yang punya alat lebih lengkap. 

"Dia engga pernah ngeluh. Ulet dan tekun latihannya," kata Siti.

 


Terbayar Lunas

Windy Cantika Aisah saat tampil pada kejuaraan pelajar di Jakarta tahun 2013 (Istimewa)

Perjuangan Siti terbayar lunas. Cantika tumbuh menjadi lifter berbakat. Pada tahun 2019, namanya meroket setelah berhasil mempersembahkan emas bagi Indonesia di SEA Games nomor 49 kg. Di tahun yang sama, Cantika juga sukses merebut perunggu pada Kejuaraan Dunia Junior di Suva. 

Dua tahun berselang, dia merebut emas di nomor yang sama pada Kejuaraan Dunia Junior di Tashkent. Dan puncaknya, Cantika menjadi penyumbang medali pertama bagi Indonesia di ajang Olimpiade Tokyo 2020. Bertanding di kelas 49 kg putri, Cantika merebut perunggu dengan total angkatan 194 kg.

Berkat keberhasilannya ini, Cantika akan mendapat bonus sebesar Rp 1 Miliar dari Kemenpora. Setidaknya penghargaan ini ikut menambah keyakinan akan masa depan putrinya.

"Sekarang semua sudah memadai. Makannya juga sudah bagus. Di mes gizi-nya sudah lengkap tempat latihan sudah bagus. "Potensi ke depannya bagus, tinggal kekurangan yang ada dilatih lagi," kata Siti.

 

 


Siapkan Masakan Kesukaan

Cantika sebenarnya sudah berada di Tanah Air. Hanya saja, anak bontot dari 3 bersaudara itu belum bisa bertemu keluarga karena harus mengikuti prosedur karantina di Jakarta. 

Siti juga belum mengetahui kapan Cantika tiba di rumah mereka di Kampung Babakan, Cianjur, Desa Malasari, Bandung, Jawab Barat. Namun sebagai ibu, Siti sudah tahu harus menyambut dengan apa. 

"Saya akan masak untuk kepulangannya. Tumis kangkung, goreng tempe, ikan asin, cumi cumi itu kesukaan Cantika," kata Siti yang belum tahu kapan putri satu-satunya itu bakal tiba di rumah.     

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya