Cerita Guru di Pelosok Gunungkidul Dipercaya Jadi Wasit Final Bulu Tangkis Olimpiade Tokyo

Wahyana, seorang guru olahraga di pelosok Gunungkidul, dipercaya jadi wasit pertandingan final bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020.

oleh Hendro diperbarui 05 Agu 2021, 09:51 WIB
Wahyana (53) wasit dalam final tunggal putri cabang olahraga bulutangkis Olimpiade Tokyo

Liputan6.com, Gunungkidul Cabang olahraga bulu tangkis berhasil mengharumkan nama Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020. Pasangan ganda putri Greysia Polli dan Apriyani Rahayu berhasil menyabet emas dalam ajang bergengsi tingkat dunia ini. Tunggal putra Indonesia, yang diwakili Anthony Sinisuka Ginting, juga berhasil menyabet perunggu. 

Namun, tak hanya atletnya yang berprestasi. Seorang guru di pedalaman Gunungkidul atas nama Wahyana (53), juga dipercaya menjadi wasit laga final tunggal putri cabang olahraga bulu tangkis di Olimpiade Tokyo tersebut.

Wahyana tercatat sebagai guru SMP Negeri 4 Patuk Gunungkidul. Warga Godean, Sleman, ini berhasil memimpin pertandingan final antara Chen Yu Fei dari China dengan Tai Tzu Ting dari Taiwan.

Selain guru olahraga, Wahyana juga menjabat wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Dia selama ini sudah malang melintang di dunia perwasitan, baik nasional hingga dunia. Namun, sebelum mencapai puncak karier, perjalanan cukup panjang harus ia lalui.

Pria kelulusan fakultas olahraga di IKIP atau UNY ini memang sejak dulu menggemari olahraga. Mulanya dia bergelut di cabang olahraga voli. Dia bahkan menjadi anggota voli DIY. Namun, karena cedera engkel yang serius, kemudian ia memilih berhenti. Selanjutnya memilih badminton, bukan sebagai atlet melainkan sebagai wasit.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak juga video pilihan berikut ini:


Asah Kemampuan

Sudah ada banyak turnamen kejuaraan yang juga ia pimpin mulai dari SEA Games, Asean Games, Kejuaraan Dunia, Paralimpic, Piala Sudirman, Piala Thomas, World Tour Finals dan lainnya.

Kemampuannya dalam memimpin pertandingan badminton terus diasah. Sejumlah sertifikasi kompetensi ia tempuh untuk memaksimalkan potensi menjadi juru adil di tengah laga. Sampai akhirnya kiprah Wahyana sebagai wasit diperhitungkan di dunia internasional.

Ia menceritakan, mulai 1998 sampai 2000 ia menjadi hakim garis dalam setiap pertandingan. Ia kemudian mengikuti ujian kompetensi di tingkat DIY dengan hasil terbaik. Kemudian ia kembangkan lagi di tingkat nasional dan ASIA.

"Ditingkat nasional A saya mendapatkan capaian terbaik. Kemudian saya dikirim mengikuti Asia Accreditation di Kuala Lumpur pada tahun 2006 silam. Lanjut lagi Asia Certification di Johor," ucap Wahyana, Selasa (2/8/2021).

Dari situ ia kembali mengikuti BWF Accreditation dan mendapatkan sertifikasi atau lisensi tertinggi pada tahun 2016. Debutnya di dunia perwasitan badminton semakin diperhitungkan oleh kancah internasional. Jam terbang dalam mengikuti pertandingan juga semakin tinggi.

“Dari 36 wasit yang ada, ada 11 orang dari Asia dan saya merupakan satu-satunya dari Indonesia yang dipercaya untuk memimpin jalannya pertandingan tim tunggal putri dalam memperebutkan medali emas. Tentu ada sebuah kebanggaan tersendiri, sebab dalam final itu hanya dicari wasit terbaik dari seluruh yang ada. Alhamdulillah,” kata dia.


Wasit Pertandingan Besar

Sebenarnya tidak hanya kali ini saja Wahyana dipercaya menjadi wasit laga final. Sudah ada banyak turnamen kejuaraan yang juga ia pimpin. Mulai dari SEA Games, Asean Games, Kejuaraan Dunia, Paralimpic, Piala Sudirman, Piala Thomas, World Tour Finals dan lainnya.

"Menjadi wasit dalam partai final memang dipilih yang terbaik dan harus memiliki lisensi tertinggi," katanya.

Pria kelahiran September 1967 ini mengatakan dalam setiap pertandingan menjadi hal yang sangat berkesan. Selama ini dirinya sudah tur ke 77 negara di dunia untuk memimpin pertandingan. Kemampuannya pun semakin ia asah.

 Sebagai pengurus PBSI di Jakarta, ia juga memiliki program mencetak wasit muda dari seluruh penjuru Indonesia. Program ini perlahan mulai berjalan, minat untuk menjadi wasit muda sudah mulai banyak. Namun demikian ada kendala yang dihadapi yaitu saat para wasit ini tidak bisa berbahasa inggris.

"Banyak yang belum bisa sampai ujian kempetensi internasional. Banyak sebenarnya yang minat tapi bahasa menjadi kendalanya. Saat ini kami merekrut yang memiliki basic bahasa Inggris dulu," katanya.

Di DIY sendiri peminatnya sudah mulai banyak, mereka terus dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang kemudian nantinya akan dikirim untuk mengikuti uji kompetensi. Ada paguyuban tersendiri bagi para wasit muda ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya