Waspadai Cabin Fever, Rentan Muncul Akibat Terlalu Lama Tinggal di Rumah

Demi mengurangi laju penularan COVID-19, masyarakat diminta tetap diam di rumah. Kegiatan pun dibatasi dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM yang terus diperpanjang.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 06 Agu 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi isolasi selama pandemi bisa menyebabkan cabin fever. (Photo by Erik Mclean on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Demi mengurangi laju penularan COVID-19, masyarakat diminta tetap diam di rumah. Kegiatan pun dibatasi dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM yang terus diperpanjang.

Walau baik untuk menekan penularan, tapi kini masyarakat juga turut dihadapkan pada ancaman kesehatan psikologis akibat terlalu lama di rumah yang sering disebut dengan cabin fever.

Cabin fever atau demam kabin secara sederhana dijelaskan sebagai rasa gelisah akibat terjebak atau terisolasi dalam suatu tempat untuk waktu yang lama.

Dokter spesialis kedokteran jiwa yang juga alumni Universitas Airlangga, Surabaya (UNAIR) Hafid Algristian mengungkapkan bahwa cabin fever menjadi fenomena yang berpotensi besar muncul di masa-masa pandemi ini.

“Tidak semua orang mengetahui gejala ini. Namun setelah belajar, mungkin beberapa dari kita akan menyadari terdapat gejala cabin fever dalam diri kita,” kata Hafid mengutip fk.unair.ac.id, Kamis (5/8/2021).

Simak Video Berikut Ini:


Dapat Disembuhkan

Cabin fever adalah istilah populer dan bukan diagnosis gangguan kejiwaan. Cabin fever, terangnya, berbeda dengan perasaan bosan pada umumnya. Orang yang mengalami cabin fever bisa sampai mengalami kelelahan, kesulitan berkonsentrasi, dan keluhan lain seperti diterangkan Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, Diana Setiyawati mengutip laman resmi ugm.ac.id.

Untungnya, ada yang bisa dilakukan untuk mengendalikan cabin fever yakni lewat manajemen stres.

Hafid menerangkan gejala cabin fever tidak perlu diberikan medikamentosa atau obat-obatan. Gejalanya secara umum muncul ketika individu mengalami deprivasi sensorik (ketiadaan stimulasi sensorik) yang terjadi saat seorang individu secara tiba-tiba harus membatasi sosialisasinya.

Hal tersebut membuat individu mendapat sensor cahaya dan suara yang terbatas sehingga kerap kali menimbulkan halusinasi.

“Kita mungkin pernah saat sendirian tiba-tiba teringat memori masa lalu, hingga seakan memori itu berbicara pada kita. Sebenarnya itu bukan hal serius. Tapi kemudian dapat dikategorikan sindroma apabila kita menikmatinya, lalu memori menjadi personifikasi dari karakter yang kita ciptakan sendiri.” katanya.


5 Gejala Umum

Ilustrasi selalu berada di dalam rumah selama COVID-19. (Photo by Sharon McCutcheon on Unsplash)

Menurut Hafid, terdapat lima gejala umum yang muncul pada penderita cabin fever.

Pertama adalah gejala demotivasi. Orang yang menderita demotivasi biasanya akan merasa putus asa, kosong, dan kehilangan empati.

“Pada gejala ini ada baiknya kita tidak memberikan motivasi atau masukan positif karena itu akan sulit diterima oleh penderita.”

Kedua adalah gejala kognitif, gangguan konsentrasi atau sulit fokus yang membuat seseorang tidak produktif.

Ketiga, gejala insomnia-parasomnia yang merupakan gangguan tidur hingga sleep walking.

Keempat, gejala psikomotorik atau gangguan energi. Dapat berupa kelebihan energi yang membuat sensitif maupun kekurangan energi.

Gejala kelima adalah gejala otonomik atau gangguan buang air besar atau buang air kecil.

“Karena cabin fever adalah sekumpulan gejala, makanya seseorang harus mengalami beberapa dari gejalanya untuk dapat disebut mengalami cabin fever. Itu pun harus diikuti riwayat deprivasi sensorik dan pembatasan motorik.” pungkasnya.


Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya