Tak Mau Ulangi Resesi, Pengusaha Dorong Penanganan Pandemi Lebih Masif

Pengusaha mendorong pemerintah menggelar program penanganan pandemi secara lebih masif agar Indonesia tidak kembali jatuh ke lubang resesi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Agu 2021, 16:10 WIB
Suasana pemukiman padat penduduk di kawasan Danau Sunter Barat, Jakarta, Kamis (17/9/2020). Pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta diprediksi memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya di kuartal III 2020. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia resmi lepas dari resesi pasca mengalami pertumbuhan ekonomi 7,07 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada kuartal II 2021. Perolehan tersebut membuat ekonomi nasional kembali tumbuh positif sejak awal pandemi Covid-19 di kuartal II 2020 lalu.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno, mewajari capaian Indonesia bangkit dari resesi tersebut karena beberapa faktor pendukung memang tumbuh positif selama triwulan kedua tahun ini.

Menurut dia, rumus pertumbuhan ekonomi terdiri dari poin konsumsi masyarakat, pengeluaran belanja pemerintah, investasi hingga capaian ekspor dikurangi impor.

"Hanya konsumsi masyarakat yang menurun, sedang lainnya meningkat. Maka angka tersebut tercapai secara makro ekonomi sehingga Indonesia tak lagi resesi," ujar Benny kepada Liputan6.com, Kamis (5/8/2021).

Namun demikian, ia memberi catatan, pertumbuhan ekonomi berskala mikro saat ini mungkin masih mengalami kontraksi. Itu lantaran adanya pembatasan mobilitas aktivitas usaha atau masyarakat selama masa PPKM ini.

Benny menilai, perpanjangan PPKM memang ada hubungannya dengan angka pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2021. Tapi ia mendorong pemerintah menggelar program penanganan pandemi secara lebih masif agar Indonesia tidak kembali jatuh ke lubang resesi.

"Perpanjangan PPKM memang ada hubungan dengan ekonomi, namun utamanya adalah kinerja penurunan penyebaran Covid-19 dan meningkatkan kemampuan vaksin serta penyembuhan yang sakit harus meningkat supaya tidak resesi lagi," tegas Benny.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Lepas dari Resesi

Suasana arus lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (5/11/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen, Indonesia dipastikan resesi karena pertumbuhan ekonomi dua kali mengalami minus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, BPS mengumumkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2021 tumbuh 7,07 persen secara tahunan atau year on year (YoY). Dengan pencapaian tersebut, Indonesia resmi keluar dari lubang resesi setelah pada kuartal I 2021 pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi minus 0,74 persen.

"Secara tahunan atau YoY, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam sesi teleconference, Kamis (5/8/2021).

Secara kuartal to kuartal atau qtq, Margo melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tumbuh 3,31 persen, meski belum sebaik dalam kondisi normal.

Margo menjelaskan, capaian pertumbuhan ekonomi 7,07 persen secara tahunan ini diukur dari bedaran produk domestik bruto (PDB) pada harga berlaku yang mencapai Rp 2.772,8 triliun.

Adapun secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2021 juga naik 3,10 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya, atau pada Januari-Juni 2020.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya