Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah, menilai kasus Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera yang berlarut-larut akibat minimnya peran strategis Badan Perwakilan Anggota (BPA) selaku perwakilan pemegang polis.
Bahkan dia mengatakan, akar masalah AJB Bumiputera terjadi karena peran BPA yang tidak bisa mengambil keputusan strategis bagi badan usaha bersama tersebut.
Advertisement
"Kalau kita lihat, hal yang sangat strategis yaitu terkait dari kerugian asuransi jiwa bersama, justru BPA tidak banyak mengambil keputusan-keputusan. Jadi untuk keputusan operasional, BPA di Bumiputera intervensinya dalam, tapi ketika mengambil keputusan strategis sejauh ini tidak mampu mengambil keputusan strategis," ujar Piter dalam sesi webinar, Jumat (6/8/2021).
Diceritakan Piter, kasus ini bermula pada 1997 ketika AJB Bumiputera mengalami kerugian dengan defisit Rp 2,07 triliun. Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BPA kala itu tidak diizinkan melakukan intervensi dalam pengelolaan perusahaan.
Selang 5 tahun pada 2002, defisit membengkak tipis jadi Rp 2,94 triliun. Pada waktu itu, Kementerian Keuangan memutuskan untuk menyelamatkan kondisi kesehatan AJB Bumiputera.
Defisit kian melebar jauh pada 2010 menjadi Rp 7,45 triliun, dan membengkak jadi Rp 11,99 triliun pada 2014. Piter melihat itu terjadi karena peran BPA yang sangat strategis tapi tidak mampu mengambil keputusan strategis.
OJK pada 2014 lantas menyiapkan tiga opsi untuk AJB Bumiputera; haircut kewajiban, pencabutan izin usaha/likuidasi, penyehatan.
Dan sekali lagi, pihak regulator memilih opsi penyehatan, namun disertai pernyataan tertulis bahwa BPA dilarang mencampuri tugas pengelola AJB Bumiputera.
"Artinya tidak ada perubahan itu dari tahun 1997 sampai 2014. Jadi BPA yang posisinya strategis ini masih mencampuri persoalan operasional, tapi di sisi lain tidak mampu mengambil keputusan-keputusan strategis yang terbukti persoalannya tidak pernah selesai," keluh Piter.
Perusahaan Murni
Dia mengingatkan jika Bumiputera bukan BUMN, juga bukan perseroan terbatas. Namun ini adalah perusahaan swasta murni yang berbentuk mutual. Konsekuensi dari ini, terkait pengelolaan usaha dan posisi dari pemegang polis.
Perusahaan mutual atau usaha bersama merupakan konsep usaha dimana masing-masing Peserta/Pemegang Polis menjadi pemilik perusahaan. Dengan status tersebut, peserta/pemegang polis terikat tanggung jawab hukum sebagaimana pemilik usaha pada badan hukum perseroan terbatas.
"Sebagai pemilik usaha, pemegang polis memiliki kewenangan yang besar menentukan arah Bumiputera," kata dia.
Sesuai Anggaran Dasar Bumiputera, kewenangan pemegang polis diwakilkan oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA). Ketentuan Anggaran Dasar Nomor 15 Bab IV Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa BPA sebagai perwakilan para pemegang polis merupakan Lembaga tertinggi di Bumiputera.
"Tetapi berbagai permasalahan yang terjadi di Bumiputera justru dipicu oleh tidak dilaksanakannya konsep mutual secara murni dan konsekuen oleh BPA," tegas dia.
BPA di Bumiputera disebut ikut menentukan operasional perusahaan. Intervensi BPA di manajemen sangat dalam, termasuk misalnya dalam hal pengadaan barang.
Kontradiktif dengan intervensi nya yang sangat dalam terkait operasional perusahaan, BPA justru tidak cepat tanggap terhadap permasalahan-permasalahan strategis.
"Misalnya terkait kerugian atau defisit Bumiputera sejak 1997. BPA tidak mampu mengambil keputusan-keputusan yang strategis, membantu pengelola (komisaris dan direksi) Bumiputera dalam menyusun rencana penyehatan keuangan yang tidak hanya disetujui oleh regulator tetapi juga bisa implementatif dan efektif," dia menegaskan.
Ketidakmampuan BPA ini kemudian menyebabkan selalu gagalnya program-program penyehatan keuangan Bumiputera hingga sekarang. Alhasil, kerugian Bumiputera membengkak hingga lebih dari Rp 20 triliun saat ini.
"Nantinya itu kalau dibiarkan bisa jadi berapa puluh triliun. Makanya saya bayangkan ini skalanya bisa jauh diatas permasalahan yang terjadi di Jiwasraya dan Asabri," tandasnya.
Ketidakberhasilan Bumiputera disebutkan untuk segera keluar dari permasalahannya tidak lepas dari tidak kooperatif BPA dengan regulator yaitu OJK.
"Artinya BPA tidak laksanakan perintah tertulis OJK. Sudah ada riwayatnya BPA tidak mematuhi otoritas, dari regulator," ungkap Piter.
Sikap tidak kooperatif BPA antara lain ditunjukkan oleh Rencana Penyehatan Keuangan Bumiputera yang tidak kunjung disetujui oleh OJK, serta terjadinya perubahan jajaran direksi dan komisaris yang cepat dan sering.
"Puncak nya adalah ditahannya ketua BPA oleh Kejaksaan atas dugaan tidak melaksanakan Perintah Tertulis dari OJK," tegasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Akhiri Kekosongan BPA
Piter menilai sejatinya Bumiputera memiliki banyak kelebihan. Tetapi sayangnya kelebihan-kelebihan itu tidak termanfaatkan dan justru memunculkan banyak masalah.
Dikatakan jika kerugian Bumiputera seharusnya bisa lebih awal diselesaikan dengan memanfaatkan ketentuan yang ada di Bumiputera yaitu mengakui kerugian dan membebankannya kepada pemilik usaha (pemilik polis).
"Sayangnya hal ini tidak dilakukan, sementara BPA dan pengelola Bumiputera tidak kunjung menemukan solusi lainnya. Akibatnya kerugian terus membesar dari tahun ke tahun. Sudah saatnya Otoritas mengambil Langkah-langkah yang lebih tegas," kata dia.
Dia menilai kekosongan BPA harus diakhiri. Bumiputera harus segera memiliki BPA yang legitimate untuk selanjutnya membentuk pengelolaa Bumiputera (komisaris dan direksi) yang professional.
Hanya dengan demikian maka manajemen Bumiputera bisa bergerak menghidupkan Bumiputera yang saat ini mati suri.
BPA bersama-sama dengan pengelola Bumiputera kemudian bisa menerapkan pasal 38 Anggaran Dasar dan menginisiasi sidang luar biasa Bumiputera untuk memutuskan apakah Bumiputera akan dipertahankan tetap berdiri atau dilikuidasi.
Apabila Sidang Luar Biasa memutuskan tetap berdiri, maka kerugian akan dibagi prorata diantara para anggota Bumiputera. Tatacara pembagian kerugian diatur dalam sidang BPA.
Penerapan Pasal 38 AD Bumiputera yang merupakan roh dari usaha bersama diyakini adalah solusi terbaik bagi Bumiputera tanpa melibatkan negara.
Advertisement