Liputan6.com, Jakarta Hampir genap sebulan lalu, seorang jurnalis di salah satu media di Jakarta terjangkit Covid-19 dalam keadaan berbadan dua. Kandungannya berusia 6 bulan. Kala itu, Putri (bukan nama sebenarnya) ini mendapati bahwa hasil tes antigen berkala yang digelar kantornya menunjukkan reaktif.
"Pada 16 Juli kemarin awalnya, antigen tes saya reaktif, kemudian saya langsung dipulangkan dan diminta menindaklanjutinya secara serius ke PCR untuk mendapat penanganan medis," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa malam, 3 Agustus 2021 lalu.
Advertisement
Sesampainya di rumah, dia pun langsung memastikan apakah dirinya benar terpapar Covid-19 dengan tes PCR. Namun dikarenakan hasilnya yang tidak instan, Ia tidak ingin membuang waktu dan langsung mencari rumah sakit kosong untuk isolasi.
"Saya telepon 9 rumah sakit di kawasan Jakarta Utara, karena domisili saya di situ. Tapi semua menyatakan kamarnya penuh untuk pasien Covid. Hanya 1 yang akhirnya ada, tapi butuh syarat hasil tes PCR dan rujukan, nunggu hasilnya lama, slot kosong cuma satu kamar, saya sudah pasrah, kan bisa saja keduluan pasien lain saat saya nunggu hasil PCR," ujarnya.
Putri pun bingung. Bagaimana jika hasil PCR keluar dan menunjukkan hasil senada dengan antigen. Sebab kondisi rumah tidak memungkinkan untuk isolasi dan Ia takut menularkan virus kepada keluarganya di rumah.
"Saya tanya ke sana ke sini, akhirnya sampai pada Satgas Jurnalis Covid-19, saya dapat info dari teman, kabarnya mereka bisa membantu para jurnalis yang terkena Covid-19," ungkapnya.
Dia pun berkomunikasi dengan Satgas Covid Jurnalis . Dia mengaku, langsung mendapat bantuan penanganan dengan didatangkannya ambulan dari Human Initiative (HI). Ambulans langsung menjemputnya ke Wisma Atlet sekira pukul 6 sore.
"Satgas Covid Jurnalis langsung memberikan arahan-arahan, karena saya bingung dinyatakan reaktif Covid dari hasil antigen, kondisi hamil dan rumah sakit penuh, masih nunggu PCR juga. Tapi kordinasi dengan mereka sangat cepat sampai datanglah ambulans dari HI," beber Putri.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Menunggu 4 Jam di Wisma Atlet
Sesampainya di Wisma Atlet, masalah Putri ternyata belum usai. Kondisinya yang mulai sulit bernapas dihadapkan dengan waktu tunggu administrasi selama 4 jam, sampai akhirnya dia mendapat ruangan isolasi.
Dia yang datang seorang diri mengaku panik, karena kondisinya yang melemah tidak mendapatkan penanganan cepat. Putri sempat meminta oksigen ke tim kesehatan di Wisma Atlet, namun menurut mereka ketersediaan oksigen terbatas dan diprioritas untuk pasien yang tengah dirawat.
"Padahal saya ibu hamil dan pasien yang akan dirawat juga, tapi belum bisa prioritas juga. Saya kembali menghubungi Satgas Covid Jurnalis. Akhirnya ambulan dari HI yang diketahui sudah mau kembali ke markasnya di kawasan Cibubur, langsung putar balik menuju Wisma Atlet lagi untuk menemani kondisi saya yang membutuhkan oksigen," kenang Putri haru.
Napasnya yang sesak akhirnya terbantu oleh tabung oksigen dari mobil ambulans HI. Dia pun sangat berterima kasih kepada sopir ambulans yang berbesar hati menemaninya dengan kondisi APD lengkap yang tentu tidak nyaman saat dipakai dalam waktu yang lama.
"Bapak sopirnya hebat sekali, saya ditemani sampai dapat kamar, sampai napas saya lebih baik. Saya juga ditawari biskuit karena saya belum sempat makan," kenangnya lagi.
Akhirnya, sesaat sebelum masuk ruang isolasi di Wisma Atlet, Putri mendapat pesan berisi hasil PCR. Benar saja, dia dinyatakan positif Covid-19.
Selama 13 hari, Putri dan kandungannya mendapat penanganan intensif sampai akhirnya diperbolehkan pulang saat sudah dinyatakan tidak bergejala dan tidak berpotensi menularkan.
Advertisement
Tentang Satgas Covid Jurnalis
Hasan Habsy, penggagas Satgas Covid Jurnalis, mengaku gerakannya diawali pada prinsip kemanusiaan yang terbentuk atas kesadaran bersama, mengingat betapa pentingnya peran jurnalis di masa pandemi. Namun menjadi ironi saat akses penanganan medis kedaruratan, nyatanya masih sulit didapat oleh para jurnalis saat mereka terpapar.
Puncaknya, saat dirinya mendapatkan data 16 jurnalis meninggal dunia akibat Covid-19 di kawasan Jabodetabek. Pilunya, sebagian dari mereka adalah kerabat Hasan. Terlebih salah satunya, merupakan teman baiknya yang sempat melakukan aksi sosial tahun lalu saat membagikan hand sanitizer sebagai langkah pencegahan Covid.
"Almarhum meninggal, termasuk satu dari daftar itu, kondisi istrinya hamil pada saat itu, hati saya tergerak dengan situasi tersebut," ungkap Hasan saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa 3 Agustus 2021 sore.
Hasan kemudian mengumpulkan teman-teman jurnalis dari lintas media di tiap-tiap wilayah. Melalui grup WhatsApp akhirnya bersepakat untuk membentuk sebuah Satgas Covid yang akan membantu rekan seprofesi mendapatkan pelayanan medis kedaruratan saat terjangkit Covid-19.
"Banyak laporan ke kami penanganan lambat pihak medis, bahkan ada yang terpapar lalu PCR, sampai dia sembuh hasil PCR belum keluar, ini yang akhirnya coba kami laporkan ke pemangku kebijakan," tegas dia.
Selain membantu rekanan seprofesi, Satgas Covid Jurnalis juga membuka ruang diskusi dengan para pejabat, seperti Menteri Kesehatan Budi Gunadi, Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Ariza Patria.
"Kami laporkan penanganan Covid yang masih buruk dan belum tersedianya akses kedaruratan bagi teman-teman jurnalis. Padahal risiko jurnalis terpapar saat meliput sama dengan para nakes juga," ujar Hasan.
Namun demikian, ruang yang dibuka dengan para pejabat terkait pun masih sulit mendapat atensi. Salah satunya adalah dari pihak Dinkes DKI. Menurut Hasan, hasil rapat yang diikuti Satgas Covid Jurnalis dengan Wagub DKI Ariza Patria masih belum direspons baik oleh Dinkes DKI. Padahal perintah tersebut turun langsung dari Ariza.
"Kami bersurat ke Dinkes terkait akses kedaruratan, mulai dari ambulans, oksigen, ketersediaan ruang rawat, sampai obat-obatan kepada para jurnalis terpapar. Tapi surat balasan yang kami terima tidak nyambung dan tidak menjawab hal itu," sesal Hasan.
Hasan mengaku tidak patah arang. Dia berjanji akan terus memperjuangkan nasib rekan seprofesinya yang membutuhkan akses kedaruratan akibat terpapar Covid-19 dengan berbagai cara saat ada yang membutuhkan.