Liputan6.com, Jakarta Tanggal 9 Agustus 2021 ini akan ditetapkan apakah PPKM level 4 yang sedang berjalan akan diteruskan atau tidak. Hal ini tentu bukanlah putusan yang mudah karena banyak hal terkait yang patut jadi pertimbangan. Serta penilaian mendalam tentang apa dampak dari keputusan yang akan diambil nantinya.
Dari kacamata data nyata kesehatan masyarakat setidaknya ada empat hal yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan.
Advertisement
Pertama, jumlah yang meninggal di hari-hari ini masihlah amat tinggi, sekitar 1500 orang kerabat dan keluarga kita yang wafat setiap harinya, amat menyedihkan. Angka ini bahkan tiga kali lebih besar dari jumlah yang meninggal pada awal Juli 2021 dimana mulai diberlakukannya PPKM Darurat.
Kedua, angka kepositifan (positivity rate) juga masih amat tinggi sekitar 25 persen. Angka ini lima kali lipat lebih tinggi dari kali batas WHO yang 5 persen. Jadi jelas masih lima kali lipat lebih tinggi dari syarat pandemi sudah dalam situasi terkendali.
Kalau kita lihat angka India yang pernah amat menghebohkan dunia beberapa waktu yang lalu, angka kepositifan India kini sekitar 2,7 persen, jadi hampir 10 kali lebih rendah dari angka negara kita. Tingginya angka kepositifan menunjukkan masih tingginya penularan di masyarakat.
Ketiga, suatu yang melegakan adalah bahwa terutama di kota-kota besar Jawa Bali angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) sudah turun dan ruang Instalasi Gawat darurat (IGD) juga tidak penuh tidak penuh lagi.
Keempat, data menunjukkan bahwa angka kasus baru di Jawa nampaknya memang menurun sesudah pemberlakuan PPKM sekarang ini.
Bila Melonggarkan Pembatasan Sosial
Bila kemudian ada rencana untuk melonggarkan pembatasan sosial maka setidaknya ada tiga hal yang dapat dipertimbangkan. Hal pertama adalah harus dipunyai data amat lengkap dan rinci per kabupaten/kota tentang dua aspek. Kesatu adalah aspek penularan di masyarakat (community transmission) yang oleh WHO dibagi menjadi 7 derajat, dan ke dua adalah aspek respons kesehatan masyarakat dengan tiga derajatnya sesuai pedoman WHO versi 14 Juni 2021.
Hal kedua adalah bahwa pada kabupaten/kota yg memang kedua aspek diatas sudah ada perbaikan bermakna maka dapat dipertimbangkan pelonggaran secara amat bertahap dan dengan amat hati-hati. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pelonggaran ini. Kesatu, monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara ketat dan dilakukan penyesuaian segera bila diperlukan, serta kedua maka pelonggaran suatu wilayah harus mempertimbangkan situasi daerah yang berbatasan dengannya.
Hal ketiga yang wajib dilakukan kalau dilakukan pelonggaran adalah tetap menjamin pelaksanaan 5 M serta melaksanakan test dan telusur serta vaksinasi yang tinggi, dan harus mencapai target yang sudah dicanangkan.
Advertisement
3 Perhatian Utama Saat Ini
Dalam hal ini ada tiga hal yang harus menjadi perhatian utama sekarang ini. Perhatian utama pertama adalah upaya maksimal untuk menurunkan angka kematian yang sekarang amat tinggi.
Untuk menurunkan angka kematian setidaknya ada tujuh hal yang dapat dilakukan. Pertama melakukan analisa mendalam tentang sebab kematian dan faktor yang mempengaruhinya, kedua menekan penularan di masyarakat dengan pembatasan sosial, ketiga meningkatkan tes dan telusur serta keempat meningkatkan vaksinasi utamanya pada kelompok rentan.
Upaya kelima adalah identifikasi dan pengendalian infeksi akibat varian delta dan varian baru lainnya, keenam menangani dengan seksama mereka yang isolasi mandiri serta ketujuh adalah pelayanan yang baik dan lengkap di rumah sakit.
Hal ke dua yang perlu jadi prioritas utama adalah pelaksanaan komunikasi risiko dengan baik, jangan ada pesan-pesan berbeda dari pejabat yang berbeda.
Juga akan lebih baik apabila yang memberi penjelasan ke publik adalah kombinasi antara pejabat pemerintah dan praktisi lapangan, sehingga tidak ada kesan bahwa komunikasi ini “hanya” antara pemerintah ke masyarakat.
Akan baik kalau komunikasi ini adalah kegiatan bersama masyarakat pula.
Hal ketiga yang patut jadi prioritas utama adalah agar penentu kebijakan senantiasa melakukan analisa ilmiah yang valid dan lengkap, dan baru sesudah itu dilakukan pengambilan keputusan yang tepat, “evidence-based decision making process”.
**Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI/Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes. Kini penulis juga merupakan member COVAX Independent Allocation of Vaccines Group (IAVG) yang dipimpin bersama oleh Aliansi Vaksin Dunia (GAVI), Koalisi untuk Inovasi Persiapan Epidemi (CEPI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)