Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting mengatakan, pihaknya menyiapkan enam rancangan surat suara untuk Pemilu 2024 yang diklaimnya untuk penyederhanaan berdasarkan pengalaman di Pemilu 2019.
Menurut dia, penyederhanaan pada surat suara ini penting, pasalnya di Pemilu 2019, banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KKPS) meninggal dunia akibat kelelahan lantaran beban kerja yang diberikan.
Advertisement
"Membuat kita berpikir kembali bagaimana KPU bisa menyederhanakan seluruh administrasi di penyelengaraan, pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi," kata Evi saat dihubungi, Senin (9/8/2021).
Selain itu, alasan penyederhanaan untuk surat suara di Pemilu 2024, seperti yang dipaparkan LIPI bahwa banyaknya surat suara yang diterima pemilih menyebabkan tingginya suara tidak sah. Kemudian, untuk membuat pemilu lebih efisiensi.
Nantinya, jika model surat suara diubah perlu penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Ada sejumlah pasal yang diubah, diantara Pasal 342 ayat 1 sampai 3. Kemudian Pasal 353 ayat 1, pasal 386 ayat 1 sampai 3.
Sejumlah Model
KPU telah membuat enam rancangan model penyederhanaan surat suara yang akan digunakan pada Pemilu 2024. Berikut penjelasannya:
Model 1
Merupakan penggabungan lima jenis pemilihan dalam satu surat suara. Pemilu Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam satu lembar. Daftar pasangan calon presiden dan wakil presiden ditempel di papan pengumuman. Dalam surat suara juga tercantum pasangan calon.
Daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ditempel di dalam bilik suara. Namun, tidak tercantum dalam surat suara. Surat suara hanya memuat partai politik disertai jenis pemilihannya dan kotak pilihan untuk calon anggota DPD.
Cara pemberian suara pada model in dengan menuliskan nomor urut calon pada kolom yang disediakan.
Model 2
Penggabungan lima jenis pemilihan dalam satu surat suara. Perbedaan dengan model pertama berada pada susunan partai politik dan jenis pemilihan. Jenis pemilihannya dipisahkan tidak seperti model pertama.
Cara pemilihan juga dengan mengisi nomor urut calon. Letak foto calon masih sama seperti model pertama.
Model 3
Memisahkan surat suara DPD dengan surat suara presiden, DPR, dan DPRD. Surat suara calon anggota DPD dipisahkan.
Pemberian suara diberikan dengan menulis nomor urut. Jenis pemilihan dipisahkan dengan hanya terncatum lambang partai politik. Daftar calon presiden ditempel di bagian atas surat suara. Serta daftar calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditempel di dalam bilik suara.
Model 4
Penggabungan lima jenis pemilihan dalam satu surat suara. Tata cara pemilihan dengan mencoblos.
Calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota tidak ada foto calon hanya lambang partai politik, nama calon dan nomor urut. Untuk DPD ditampilkan foto dengan jumlah maksimal 20 calon karena keterbatasan ukuran kertas suara.
Model 5
Surat suara DPD dipisahkan dengan surat suara presiden, DPR, dan DPRD. Cara memilih dengan mencoblos pada nomor urut, nama calon, dan tanda gambar partai politik.
Model ini juga hanya memuat foto calon presiden dan wakil presiden, serta tidak ada foto calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, hanya lambang partai, nama dan nomor urut. DPD RI dipisahkan pada kertas berbeda dengan foto calon.
Model 6
Juga memisahkan surat suara DPD, dengan surat suara presiden, DPR, dan DPRD. Perbedaan dengan model-model sebelumnya, tata cara pemberian suara berbeda yaitu dengan mencontreng.
Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com
Advertisement