Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR Firman Subagyo, menegaskan keberadaan LSM tidak boleh mengganggu kepentingan ekonomi nasional, salah satunya di industri sawit
Sebab, di tengah pandemi seperti sekarang, komoditas seperti kelapa sawit memberikan kontribusi besar bagi devisa dan perekonomian. Namun sayangnya, komoditas kelapa sawit dan produk turunannya kerap menjadi korban kampanye hitam dengan berbagai isu mulai dari kesehatan, ketenagakerjaan, dan sosial.
Advertisement
“Pemerintah tidak boleh membiarkan kampanye hitam LSM terhadap sawit dan produk kehutanan. Intervensi mereka sudah terlampau jauh dan mencampuri kepentingan Indonesia,” tegas Firman dikutip Senin (9/8/2021).
Menurutnya, kedaulatan Indonesia tidak boleh diintervensi organisasi seperti LSM. Dengan kedok lingkungan dan advokasi sosial, LSM berpotensi menjadi kepanjangan tangan pihak asing yang ingin mengganggu ekonomi dan kedaulatan Indonesia.
“LSM harus berani transparan dari mana sumber dananya," kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Diserang Kampanye Hitam, Daya Saing Sawit Indonesia Bisa Anjlok
Sebelumnya, Pemerintah harus mewaspadai penurunan daya saing ekspor komoditas alam Indonesia dalam jangka panjang akibat kampanye hitam yang dijalankan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Tergerusnya daya saing ini disebabkan serangan kampanye hitam yang ditujukan kepada faktor selera/permintaan konsumen dan biaya pokok produksi.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung, menjelaskan bahwa kampanye hitam kepada komoditas alam seperti sawit dan produk kehutanan di Indonesia sudah berlangsung semenjak 1980-an, ketika perkebunan dan kehutanan mulai berkembang.
Seperti contoh sawit, ada kekhawatiran produsen minyak nabati nonsawit seperti minyak kedelai dan bunga matahari yang sulit bersaing dengan produktivitas minyak sawit.
“Saat ini, kelapa sawit dan kehutanan diserang kampanye hitam karena menggunakan isu yang mengada-ada dan berlebihan. Beragam isu tadi harus diwaspadai karena dapat menekan daya Indonesia di pasar internasional,” ujar Tungkot dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (26/7/2021).
Dijelaskan Tungkot, tekanan kampanye hitam kepada daya saing komoditas-komoditas unggulan ditujukan untuk aspek selera/permintaan konsumen dan biaya pokok produksi.
”Harus diingat faktor selera masyarakat dan biaya pokok produksi ini menjadi jantung daya saing. Kampanye hitam berupaya menghantam melalui dua faktor tadi,” paparnya.
Menurutnya, pola dan isu kampanye hitam berupaya mempengaruhi perilaku orang supaya tidak lagi menggunakan komoditas alam yang merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia.
Kampanye ini membidik negara-negara konsumen seperti di Eropa, Tiongkok, dan India. Untuk mengubah selera konsumen terhadap sawit misalkan, dikatakan Tungkot, dimunculkan kampanye palm oil free (bebas minyak sawit) di sejumlah produk makanan. Kampanye hitam ini didukung beragam isu yang memojokkan kelapa sawit seperti merusak ekosistem lingkungan, pembakaran secara masif hingga isu eksploitasi masyarakat lokal.
“Memang, jangka pendek dampak kampanye ini belum dirasakan. Akan tetapi secara jangka panjang haruslah diwaspadai karena masyarakat berpotensi meninggalkan produk-produk alam nasional. Kalau produk sudah ditinggalkan, sangat sulit untuk mengajak orang kembali,” ujar Doktor Lulusan IPB ini.
Advertisement