Liputan6.com, Jakarta - Pada Selasa, 10 Agustus 2021, tepat 44 tahun pasar modal kembali diaktifkan di Indonesia. Merujuk laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda, tepatnya pada 1912 di Batavia. Saat itu, pasar modal didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Advertisement
Meskipun begitu, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan. Bahkan pada beberapa periode, kegiatan pasar modal mengalami kevakuman.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Hingga pada 10 Agustus 1977, Bursa Efek Jakarta (BEJ) diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
Beberapa tahun kemudian, pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Termasuk penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) - yang beroperasi sejak 16 Juni 1989 - ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 30 November 2007.
Sejak saat itu, pasar modal Indonesia terus berkembang. Berikut Liputan6.com terlah merangkum fakta menarik pasar modal Indonesia, Selasa (10/8/2021):
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Catatkan IPO Terbanyak di Asia Tenggara
Saat awal dibangkitkannya kembali, Pasar Modal Indonesia sangat lesu. Hingga 1987, jumlah perusahaan tercatat baru mencapai 24 emiten. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
Namun cerita itu tak berlaku lagi dalam beberapa tahun terakhir. Sejak 2017, BEI berhasil mencatatkan perusahaan go public terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Masing-masing 37 perusahaan di 2017, 57 Perusahaan di 2018, 55 Perusahaan di 2019, dan 51 perusahaan di 2020.
Sepanjang tahun ini, sudah ada 28 emiten baru yang melantai di BEI dengan dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp 29 triliun termasuk dari perolehan dana IPO Bukalapak.
Secara keseluruhan, sudah ada 749 perusahaan tercatat di BEI. Sebelumnya, BEI menargetkan jumlah perusahaan yang akan melantai pada 2021 sebanyak 30 perusahaan. Namun seiring dengan tingginya animo IPO di tahun ini, BEI optimis dan mengubah target menjadi 54 saham baru di tahun ini.
“Tahun ini kami menargetkan ada 54 saham yang baru. Jadi mudah-mudahan melampau angka yang kita capai di tahun lalu,” kata Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi.
Advertisement
Jumlah Investor Tembus 5,8 Juta SID
Sejalan dengan banyaknya perusahaan go public, jumlah investor juga terus mengalami peningkatan. Per 30 Juli 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah investor pasar modal sudah menembus angka 5,82 juta SID, atau naik 50 persen ytd.
“Dari sisi demand, terjadi peningkatan investor yang fenomenal di 2021 ini. Per 30 Juli 2021, jumlah SID sudah menembus angka 5,82 juta atau naik 50 persen ytd,” beber Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen.
Menariknya, Hosen menyebutkan kenaikan investor ini didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z (gen-Z) yang berusia di bawah 30 tahun. Yakni lebih dari 58 persen dari total investor pasar modal.
Pulih, IHSG Kembali Tembus Level 6.100
Dari sisi indeks harga saham gabungan (IHSG) juga telah mengalami perbaikan. IHSG sempat tertekan akibat pandemi covid-19 yang berlangsung sejak awal 2020 lalu. Pada Maret 2020, IHSG menyentuh posisi terendah di level 3.937. Atau turun 37,49 persen dari posisi penutupan pada 2019 di kisaran 6.299.
Pada perdagangan Senin, 9 Agustus 2021IHSG ditutup pada level 6.127. IHSG naik 2,48 persen secara year to date (ytd). Namun, IHSG selama sepekan lalu telah berada pada level psikologis 6.200, tepatnya pada 6.203,431. Angka itu hampir menyamai posisi IHSG di 2019 atau sebelum pandemi.
“Saya kira ini sudah kembali ke posisi 6.100-an, hampir menyamai posisi di 2019 (sebelum pandemi covid-19). Jadi saya bilang kita sudah menuju ke arah lebih baik lagi di bulan-bulan berikutnya,” ujar Kepala Divisi LPP BEI Saptono Adi Junarso.
Advertisement
Awal Tahun, Transaksi Harian Pecah Rekor hingga Rp 21 Triliun
Menyusul tren perbaikan dari sisi IHSG, BEI juga mencatat rata-rata nilai transaksi harian saham yang pecah rekor di awal tahun ini.
Sepanjang Januari 2021, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengungkapkan, rata-rata transaksi harian saham mencapai Rp 21 triliun. Meningkat signifikan dibandingkan rata-rata transaksi harian di 2020 dan 2019, yang masing-masing hanya sebesar Rp 9,2 triliun dan Rp 9,1 triliun.
“2021 merupakan tahun yang penuh harapan, seiring dengan pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih cepat dibandingkan lainnya. Aktivitas perdagangan di BEI pun meningkat dalam 3 bulan terakhir,” kata Inarno.
Debut Unicorn Pertama di Indonesia
Tak berhenti sampai di situ. Baru-baru ini BEI juga mencatatkan sejarah baru dengan melantainya perusahaan rintisan (startup) berstatus unicorn, PT Bukalapak.com (BUKA). Kali pertama perusahaan teknologi e-commerce melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) di Indonesia.
"Momen ini merupakan sebuah tonggak sejarah dan era baru bagi BEI, di mana untuk pertama kalinya sebuah perusahaan startup teknologi unicorn secara resmi mencatatkan sahamnya di BEI,” ujar Inarno.
Advertisement