Menparekraf Klaim Pengembangan Pariwisata di Taman Nasional Komodo Sesuai Prinsip Keberlanjutan

Komite Warisan Dunia mempertanyakan komitmen pemerintah Indonesia untuk memegang prinsip pariwisata berkelanjutan lantaran target kunjungan wisata tahunan ke Taman Nasional Komodo dinaikkan angkanya melebihi angka sebelum pandemi.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 10 Agu 2021, 09:32 WIB
Komodo berkeliaran di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, NTT, Minggu (14/10). Pulau Rinca dapat dijangkau selama dua jam dari Labuan Bajo dengan menggunakan perahu kayu. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengklaim bahwa pengembangan pariwisata di Labuan Bajo, khususnya Taman Nasional Komodo, mengedepankan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan dan berkelanjutan. Hal ini menyusul permintaan World Heritage Committee agar pemerintah Indonesia menunda pengerjaan proyek Integrated Tourism Master Plan (ITMP) di kawasan itu karena dikhawatirkan mengancam nilai universal luar biasa (OUV) situs warisan alam dunia.

"Kemenparekraf akan memastikan bahwa prinsip-prinsip pariwisata berkualitas dan berkelanjutan jadi dasar utama yang harus dilakukan dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di Destinasi Super Prioritas (DSP) Labuan Bajo," kata Menparekraf dalam keterangan tertulis yang diberikan saat Weekly Press Briefing, Senin, 9 Agustus 2021.

Sandiaga merujuk pada pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menegaskan bahwa pembangunan di Resort Loh Buaya, Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, tidak menimbulkan dampak negatif terhadap nilai universal luar biasa (OUV). Sarana dan prasarana yang dibangun di sana bukan dibuat dari baru, melainkan menggantikan yang sudah tak layak dengan yang berstandar internasional.

"Waktu saya berkunjung ke Taman Nasional Komodo itu, saya melihat memang banyak fasilitas yang perlu diperbaiki karena berkaitan dengan masalah keselamatan, berkaitan dengan kesehatan, dan juga keberlanjutan lingkungan," ujarnya.

Kemenparekraf, sambung dia, saat ini sedang menyusun Integrated Tourism Master Plan (ITMP) Labuan Bajo bersama kementerian/lembaga terkait sebagai salah satu upaya untuk memproyeksi ke depan dan menyusun skenario pengembangan sekitar kawasan dalam ITMP. Cakupannya meliputi analisis demand and supply terhadap pengembangan wilayah.

"Jadi yang kita susun dalam ITMP untuk menambah jumlah wisatawan, terutama wisatawan mancanegara, alur perjalanan wisatawan, carrying capacity, registrasi online bagi wisatawan, serta pengembangan destinasi wisata lainnya, sehingga para turis tersebut diharapkan lebih lama tinggal di Indonesia," ia menerangkan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Naikkan Target Kunjungan

Guide taman nasional berinteraksi dengan seekor komodo di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, NTT, Minggu (14/10). Pulau Rinca yang merupakan zona inti Taman Nasional Komodo. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Dalam dokumen WHC bernomor WHC/21/44.COM/7B disebutkan komite dilaporkan bahwa tingkat kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo dinaikkan pemerintah menjadi 500 ribu kunjungan per tahun. Angka tersebut bahkan jauh melebihi angka kunjungan wisatawan sebelum pandemi. Hal itu mengundang pertanyaan komite lantaran pemerintah mengklaim bahwa pengembangan pariwisata di Labuan Bajo, termasuk Taman Nasional Komodo, mengadopsi prinsip keberlanjutan.

Perihal ini, Sandiaga mengatakan angka tersebut merupakan target keseluruhan untuk destinasi Labuan Bajo, Flores, Alor, serta Bima, yang menjadi wilayah koordinatif dan otoritatif Badan Pariwisata Otorita Labuan Bajo Flores. Saat ini, Kemenparekraf bersama badan otorita terus mengembangkan daya tarik dengan memaksimalkan kekuatan budaya dan konten lokal yang autentik dan melibatkan komunitas dan masyarakat, terutama desa wisata.

"Sehingga kunjungan wisata tidak tersentralisasi di TN Komodo saja, tapi menyebar ke berbagai wilayah," sambung dia.

Kemenparekraf menyatakan bekerja sama dengan Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia (ISTC) dalam memfasilitasi dan mendampingi pengelola destinasi wisata agar sesuai dengan kriteria pariwisata berkelanjutan. Hal itu merujuk pada empat pilar, yakni pengelolaan yang berkelanjutan, ekonomi berkelanjutan, keberlanjutan budaya, dan keberlanjutan lingkungan.

"Pelaksanaannya dengan melakukan assessment, memberikan award kepada destinasi yang berhasil menerapkan standar pariwisata berkelanjutan. Kami sudah dan akan terus memberikan award ini," ujarnya.


Segera Kirim Dokumen

Wisatawan berpose dari salah satu bukit di kawasan TN Komodo (Liputan6.com / HMB)

Sebelumnya, Dirjen KSDAE KLHK Wiratno menyatakan Kementerian PUPR sedang memperbaiki dokumen AMDAL agar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan IUCN. Dokumen tersebut ditargetkan rampung segera agar bisa dikirimkan ke WHC pada akhir Agustus 2021. Dengan demikian, IUCN dan WHC bisa mempelajarinya sebelum Sidang WHC ke-45 digelar pada 2022.

Pembangunan di Loh Buaya meliputi ranger camp, guide camp, researcher camp, plaza deck, resting post, elevated deck, reservoir tank, distribution pipeline, waiting room for visitor, jetty, coastal protection, dan information center. Elevated deck itu menghubungkan dermaga hingga ke pusat kamp, berdiri setinggi dua meter di atas tanah.

"Supaya pengunjung aman, bisa lihat komodo, tapi jalur mereka tidak terganggu," sambungnya.

Selama pembangunan, ia mengklaim tidak ada pohon yang ditebang atau pembukaan daerah baru karena menempati tapak yang sudah ada. Dengan pembangunan fasilitas itu, diharapkan pengunjung nantinya tidak hanya datang untuk melihat dan swafoto, tetapi juga bisa belajar tentang komodo secara langsung.


Proyek Jurrasic Park

Infografis Komodo dan Proyek Jurassic Park. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya