Remaja Meninggal Usai Melahirkan, PBB Kutuk Pernikahan Paksa Perempuan Zimbabwe di Bawah Umur

Polisi Zimbabwe mengatakan bahwa pihaknya telah membuka penyelidikan atas kematian perempuan di bawah umur yang meninggal usai melahirkan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 10 Agu 2021, 15:00 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual. (dok. Pexels/Josie Stephens)

Liputan6.com, Harare - PBB mengutuk pernikahan paksa di bawah umur setelah kematian seorang remaja perempuan Zimbabwe berusia 14 tahun usai melahirkan.

Kematian itu telah memicu kemarahan yang meluas di media sosial, terutama di kalangan aktivis hak-hak anak, demikian dikutip dari laman Arab News, Selasa (10/88/2021).

Sebuah petisi kepada komisaris polisi telah menarik hampir 58.000 tanda tangan sejak diluncurkan pada hari Kamis.

Polisi mengatakan bahwa pihaknya telah membuka penyelidikan atas kematian yang terjadi bulan lalu tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan pihaknya "mencatat dengan keprihatinan yang mendalam dan mengutuk keras keadaan sekitar yang menyebabkan kematian dini dari Memory Machaya yang berusia 14 tahun yang meninggal saat melahirkan di sebuah kuil di Zimbabwe."

"Sedihnya, laporan eksploitasi seksual gadis di bawah umur, termasuk pernikahan paksa dini, terus muncul dan ini memang kasus menyedihkan," tambahnya.

PBB mengatakan, tren kasus kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan dan anak perempuan di Zimbabwe, "termasuk pernikahan anak di bawah umur, tidak dapat berlanjut dengan impunitas."

Statistik resmi menunjukkan bahwa satu dari tiga gadis Zimbabwe dinikahkan sebelum usia 18 tahun.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Masalah di Tengah Pandemi COVID-19

Ilustrasi Kekerasan Secara Seksual Credit: pexels.com/pixabay

Nyaradzayi Gumbonzvanda, kepala Rozaria Memorial Trust, sebuah badan amal Zimbabwe yang memerangi praktik pengantin anak, mengatakan bahwa itu terlalu meremehkan.

"Kami melihat lonjakan dengan COVID-19," katanya kepada AFP.

Pemerintah telah melaporkan "peningkatan tinggi dalam kehamilan remaja dan pernikahan anak, (dan) Covid-19 telah memperburuk situasi," kata Gumbonzvanda.

"Kita memiliki krisis di tangan," katanya.

Komisi Gender Zimbabwe, mengatakan pada Minggu (8/9) bahwa mereka "mempercepat penyelidikan" ke dalam kasus tersebut dan "banyak laporan lain tentang 'pelanggaran seksual terhadap anak-anak termasuk pemerkosaan' yang disucikan sebagai pernikahan anak."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya