Liputan6.com, Lamongan - Perempuan Tani (Pertani) HKTI Jatim melakukan pendampingan petani di Bojoasri Kalitengah Lamongan.
"Dulu kami pernah turun ke wilayah ini dan sekarang turun lagi dalam giat tandur bareng,” ujar Lia Istifhama, Ketua Pertani HKTI Jatim, Selasa (10/9/2021).
Advertisement
Lia menyatakan, pendampingan adalah bermaksud melakukan ikhtiar peningkatan produktivitas pertanian dengan meminimalkan biaya selama proses cocok tanam.
“Setiap petani dimanapun pasti memiliki cara dan strategi, namun kami juga berikhtiar turut membantu dengan cara mencoba paket pupuk hayati organik selama proses tanam mereka,” tambahnya yang saat itu didampingi oleh tim Biotani.
Acara tandur tersebut juga menggali fakta lapangan yang dihadapi petani selama proses tandur hingga panen. Adalah Mahmud, petani milenial asal Dusun Pandantoyo yang mengaku bahwa kendala utama adalah kapasitas air di areal pertanian mereka.
“Kebetulan Bojoasri adalah wilayah dataran terendah di Lamongan. Jadi persoalan banjir menjadi perhatian penting dan kami berharap segera dibuka pintu air Bengawan Solo agar bisa mengantisipasi luberan air banjir yang merambah wilayah kami,” ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kandang Antibanjir
Mahmud, petani Bojosari Lamongan menjelaskan, metode kandang anti banjir yang dilakukannya bersama para petani.
“Disini ada istilah bluwekan. Ini metode untuk mencegah banjir di daerah kami. Tapi ini belum maksimal karena debit air banjir sangat besar dan sudah langganan mengalirnya ke wilayah kami," ujarnya.
Mahmud juga menjelaskan, bahwa gegara faktor banjir, petani setempat hanya mampu memiliki musim tanam padi setahun sekali. Selebihnya, wilayah pertanian digunakan untuk tambak ikan karena tidak bisa difungsikan untuk bercocok tanam.
Secara gamblang, Mahmud pun menyampaikan bahwa hasil panen tambak tidak terlalu optimal, yaitu sekitar 10 juta selama 9 bulan dalam satu wilayah tambak. Resiko gagal panen tambak juga tetap menjadi kekhawatiran petani karena resiko banjir.
“Sudah biasa petani disini gagal panen udang panami. Udang belum besar, sudah habis kena banjir. Persoalan sama untuk ikan mujaer nila. Memang ini sudah resiko kami dan kami sudah terbiasa,” tambahnya.
Advertisement