OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Pasar Modal Indonesia

OJK menyatakan, jumlah rasio kapitalisasi Pasar Modal Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 47,87 persen per 9 Agustus 2021.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 10 Agu 2021, 16:26 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen (Dok: BEI)

Liputan6.com, Jakarta - Kendati mengalami perkembangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nyatanya masih mencatat sejumlah tantangan di pasar modal Indonesia. Tantangan tersebut secara garis besar berasal dari sisi demand dan supply.

"Saat ini OJK masih hadapi tantangan dalam pengembangan pasar modal Indonesia. Yaitu bagaimana meningkatkan jumlah emiten tercatat di bursa efek dari sisi supply, dan jumlah investor dari sisi demand yang saat ini masih memiliki peluang untuk ditingkatkan,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen pada Konferensi Pers dalam rangka 44 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia, Selasa (10/8/2021).

Per 9 Agustus 2021, jumlah rasio kapitalisasi Pasar Modal Indonesia terhadap PDB 2020 sebesar 47,87 persen. Hoesen mengatakan, angka itu masih lebih kecil dibandingkan negara-negara tetangga. Seperti Malaysia yang mencapai 63,91 persen, Thailand 76,18 persen, dan Singapura sebesar 111,7 persen.

"Permasalahan dari sisi supply adalah jumlah produk dan size atau nilai emisi yang masih dinilai kurang. Dalam hal ini adalah emiten yang tercatat di Bursa dari sisi kuantitas masih sangat sedikit dibandingkan negara lain atau dibandingkan jumlah korporasi yang ada di Indonesia,” ujar Hoesen.

Sehubungan dengan itu, OJK bersama SRO dan pelaku industri pasar modal lainnya terus berupaya melakukan sosialisasi kepada calon emiten agar memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif pembiayaan.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Bakal Gairahkan Pasar Modal

Pergerakan saham pada layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/7/2020). IHSG pada perdagangan di BEI turun tajam karena pengumuman Gubernur DKI Anies Baswedan terkait dengan rencana penerapan PSBB secara ketat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Di sisi lain, pada pertengahan tahun ini mencuat rencana dari beberapa perusahaan rintisan (startup) di Indonesia berstatus unicorn dan decacorn yang akan lakukan IPO. Salah satunya PT Bukalapak.com (BUKA) yang telah resmi mencatatkan sahamnya di BEI pada 6 Agustus lalu.

"Dengan masuknya unicorn dan decacorn ke bursa saham domestik diharapkan dapat mendongkrak market cap saham emiten di BEI dan menarik lebih banyak investor, termasuk investor asing. Masuknya perusahaan-perusahaan startup tersebut diprediksi bakal lebih menggairahkan perdagangan saham di bursa dalam negeri," kata Hoesen.

Masih dalam rangka menjawab tantangan dari sisi supply, OJK bekerjasama dengan seluruh stakeholder sedang menyiapkan regulasi yang sesuai dengan karakteristik startup unicorn decacorn untuk dapat melantai di Bursa.

Salah satunya yakni menyiapkan regulasi yang sesuai dengan penyusunan pengaturan dual class share dengan multiple voting shares (MVS) yang memungkinkan para pendiri unicorn atau decacorn menjaga pengendaliannya. Sehingga dapat membangun dan mengembangkan bisnisnya sesuai dengan visi misi yang sudah direncanakan.

"Penerapan MVS tersebut perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas, imbuh Hoesen.


Dongkrak Investor Pasar Modal

Peserta terlihat serius saat mengikuti cara berinvestasi Mandiri Skuritas di Bursa Efek Jakarta, Selasa (17/11). Mandiri Sekuritas terus mendorong pertumbuhan jumlah investor pasar modal di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara dari sisi permintaan, Hoesen mengatakan jumlah investor masih perlu untuk ditingkatkan. Kendati telah mengalami kenaikan hingga 52 persen per Juli 2021,jumlah investor pasar modal masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah seluruh masyarakat indonesia.

“Meskipun sampai dengan 30 Juli sudah terjadi peningkatan hingga 51,8 persen ytd, namun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270,2 juta jiwa, investor pasar modal baru mencapai 2,17 persen. Sebaran investor masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan belum merata ke seluruh Indonesia," ujar Hoesen.

Hal ini disebabkan rendahnya tingkat literasi dan inklusi investor pasar modal sebesar 4,29 persen, jauh di bawah tingkat literasi perbankan sebesar 36,12 persen.

Selain itu, juga terbatasnya channeling distribution di daerah, di mana saat ini jumlah kantor cabang perusahaan efek lebih banyak berada di Pulau Jawa. Serta belum optimalnya infrastruktur jaringan pemasaran dalam menambah jumlah basis investor domestik.

“OJK bersama stakeholders Pasar Modal terus berusaha meningkatkan jumlah investor,” kata Hoesen.


Upaya OJK

Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Hal itu, menurut dia, dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi Pasar Modal, Program Digitalisasi Pemasaran Reksa Dana, dan simplifikasi pembukaan rekening Efek.

Kemudian juga memperbanyak galeri investasi di seluruh Indonesia, memberikan izin usaha Perusahaan Efek Daerah untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di bidang Pasar Modal, serta sosialisasi e-IPO untuk meningkatkan partisipasi publik dalam penjatahan melalui penggolongan penawaran berdasarkan nilai emisi melalui e-IPO.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya