Data Tidak Bersifat Real-time Jadi Penyebab Lonjakan Angka Kematian COVID-19

Angka kematian akibat COVID-19 meningkat selama tiga minggu terakhir ternyata disebabkan oleh keterlambatan pembaharuan data.

oleh Diviya Agatha diperbarui 11 Agu 2021, 19:19 WIB
Dokter Mobile Emergency Care Service (SAMU) Yahya Niane mengenakan alat pelindung diri (APD) sebelum membantu Binta Ba yang hamil delapan bulan dan terinfeksi COVID-19, untuk dipindahkan menuju rumah sakit di Dakar, Senegal, pada 5 Agustus 2021. (AP Photo/Leo Correa)

Liputan6.com, Jakarta - Angka kematian akibat COVID-19 meningkat selama tiga minggu terakhir. Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan dr. Panji Fortuna Hadisoemarto mengungkapkan, data di daerah tidaklah bersifat real-time.

"Kota Bekasi, contohnya. Laporan kemarin (10/8) dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94% diantaranya merupakan angka kematian dari bulan Juli sebanyak 57%, dan Juni sebanyak 37%," ucap dr Panji, Rabu (11/8/2021).

Analisis dari National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, pelaporan kasus kematian yang dilakukan didapatkan melalui akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.

Pada 10 Agustus 2021 lalu, terdapat sebanyak 2.048 angka kematian yang dilaporkan. 10% diantaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat oleh NAR lebih dari 21 hari.

Angka tersebut baru muncul karena banyak yang baru terkonfirmasi dan dilaporkan meninggal.


Keterlambatan pembaharuan data

“Tingginya kasus di beberapa minggu sebelumnya membuat daerah belum sempat memasukkan atau memperbarui data ke sistem NAR Kemenkes,” ucap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg. Widyawati.

drg. Widyawati menambahkan, lonjakan angka kematian ini akan terus dipantau setidaknya selama dua minggu ke depan.

Maka dalam beberapa hari ke depan akan terjadi lonjakan angka kasus kematian dan kesembuhan yang bersifat anomali. Mengingat data-data tersebut akan terus diperbaharui.

"Saat ini, Kementrian Kesehatan sedang mengonfirmasi lebih dari 50 ribu kasus aktif. Tapi ini justru akan menjadikan laporan kita lebih akurat lagi," ucap dr Panji.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya