BEI Kembali Umumkan Potensi Delisting Saham RIMO dan PLIN

BEI mengumumkan mengenai potensi delisting saham PLIN dan RIMO.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Agu 2021, 20:50 WIB
Pengunjung mengabadikan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengingatkan potensi delisting sejumlah saham perusahaan tercatat antara lain PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) dan PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN).

Mengutip laman BEI, Rabu (11/8/2021), BEI mengumumkan mengenai potensi delisting saham PLIN yang tercatat di papan utama. BEI menyebutkan saham PLIN telah disuspensi selama enam bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 12 Januari 2023.

Adapun susunan pemegang saham berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek perseroan per 30 Juni 2021 antara lain PT Plaza Indonesia sebesar sebesar 96,61 persen, saham treasury sebesar 0,40 persen, dan masyarakat sebesar 2,99 persen.

Selain itu, BEI juga mengingatkan mengenai perdagangan efek PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) telah disuspensi di seluruh pasar selama 18 bulan. Masa suspensi perdagangan efek akan mencapai 24 bulan pada 12 Februari 2021.

Susunan pemegang saham berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek perseroan per 30 Juni 2021 antara lain NBS Clients sebesar 10,58 persen, Teddy Tjokrosapoetro sebesar 5,67 persen, PT Asabri (Persero) sebesar 5,45 persen, dan masyarakat sebesar 78,30 persen.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


OJK Sudah Tetapkan 386 Sanksi

Suasana kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11). Dari 538 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, 181 saham menguat, 39 saham melemah, 63 saham stagnan, dan sisanya belum diperdagangkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan 386 sanksi. Hal ini seiring hasil pemeriksaan atas 110 kasus hingga 9 Agustus 2021.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen mengatakan, kasus terbanyak ditemui  transaksi dan lembaga efek dari 100 kasus tersebut.

Hoesen mengatakan, rinciannya yaitu 43 kasus berkaitan transaksi dan lembaga efek, 39 kasus berkaitan emiten dan perusahaan public, 15 kasus terkait pengelolaan investasi serta 13 kasus terkait profesi penunjang pasar modal.

“Terdapat dua kasus pelanggaran di bidang pasar modal yang diteruskan kepada Satuan Kerja Penyidikan dengan dugaan pelanggaran ketentuan terkait manipulasi pasar atas transaksi perdagangan saham,” kata Hoesen.

OJK sudah menetapkan setidaknya 386 sanksi. Rinciannya 19 sanksi peringatan tertulis, 26 sanksi pembekuan izin, 1 sanksi pencabutan izin, dan 340 sanksi administratif berupa denda dengan jumlah denda seluruhnya sebesar Rp 57,7 miliar. Hoesen mengatakan, OJK juga menerbitkan 49 perintah tertulis.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya