Liputan6.com, Jakarta - Industri rokok meminta kepada pemerintah agar tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) pada tahun 2022 tidak naik atau tarif cukainya tetap seperti pada 2021 ini.
Hal tersebut tertuang dalam surat permohonan Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Advertisement
Surat resmi Perkumpulan GAPPRI tersebut tertanggal 9 Agustus 2021, dengan nomor D.0831/P.GAPPRI/VIII/2021, perihal Permohonan agar tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) pada tahun 2022 tidak naik/tetap sebesar tarif IHT pada tahun 2021.
Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan mengatakan, sebagai wadah konfederasi industri hasil tembakau jenis produk khas kretek, yang beranggotakan pabrikan golongan I (besar), golongan II (menengah), dan golongan III (kecil), GAPPRI merasa berkewajiban menyampaikan aspirasi kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Jokowi mengenai situasi penjualan produk IHT khususnya kretek yang terpuruk sejak tahun 2020 akibat 3 faktor utama.
Menurut Henry Najoan, faktor pertama, adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang sangat tinggi di tahun 2020 dengan rata-rata kenaikan 23 persen dan Harga Jual Eceran (HJE) 35 persen sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 136/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, serta kenaikan cukai tahun 2021 dengan rata-rata kenaikan 12,5 persen sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
“Artinya, 68 persen dari setiap penjualan rokok legal diberikan kepada pemerintah sebagai cukai dan pajak,” kata Henry Najoan dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (12/08/2021).
Faktor kedua, daya beli masyarakat turun sepanjang tahun 2020 dan 2021 sebagai dampak pandemi Covid-19. Hal ini sangat memukul industri karena terjadi banyak penurunan, baik dari sisi bahan baku, produksi hingga omzet.
Henry Najoan mengatakan, kondisi turunnya penjualan rokok legal cukup drastis. Misalnya, produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) legal tahun 2020 turun sekitar 17,4 persen dan sampai kuartal II tahun 2021, perkembangan hingga Mei 2021 tren penurunan produksi SKM masih terjadi di kisaran negatif 7,5 persen dibandingkan tahun 2020.
“GAPPRI memprediksi penurunan produksi tahun 2021 lebih kurang negatif 15 persen. Tren produksi negatif ini akan semakin memperparah kondisi IHT nasional sehingga akan berpengaruh pada penerimaan negara,” tegas Henry Najoan.
Faktor ketiga, lanjut Henry, peredaran rokok ilegal meningkat pesat yang menggerus pangsa pasar rokok legal yang relatif mahal sebagai dampak kenaikan cukai sangat tinggi.
“Kajian resmi kami menyebutkan bahwa peredaran rokok ilegal di pasar saat ini telah mencapai 15 persen dari produksi rokok nasional,” imbuh Henry Najoan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Belajar dari Negara Lain
GAPPRI memandang perlunya Pemerintah Indonesia belajar dari beberapa negara tetangga, dimana Pemerintah cukup bijak terhadap industri heritage bangsanya.
Diantaranya, India, Korea Selatan, Malaysia, Kamboja, Thailand, Bangladesh tidak menaikan tarif cukai, sementara pemerintah Filipina menaikan 5 persen sesuai kebijakan jangka panjangnya tahun 2020-2024, dan Singapura juga tidak menaikan tatif CHT.
“Kami berharap pemerintah untuk menjaga kelangsungan industri hasil tembakau nasional sebagai wujud kemandirian bangsa sebagaimana negara-negara tersebut,” kata Henry Najoan.
Maraknya peredaran rokok ilegal juga menjadi perhatian GAPPRI. Karenanya, pihaknya berkomitmen mendukung upaya serius pemerintah dalam memberantas peredaran rokok ilegal yang makin merajalela.
"Langkah tegas tersebut, akan menjamin keadilan bagi para pelaku usaha lainnya yang tunduk pada peraturan perundang-undangan," kata Henry.
Henry Najoan menegaskan, Perkumpulan GAPPRI yang mengayomi ratusan perusahaan rokok legal terus berkomitmen untuk senantiasa menjaga kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan membantu memberikan edukasi masyarakat terkait peredaran rokok ilegal yang mirip fenomena gunung es, terlihat kecil di atas tetapi besar di bawahnya.
“Sejalan dengan ini, agar penerimaan cukai dapat tercapai dan ekosistem industri kondusif, perlu dilakukan extraordinary pemberantasan peredaran rokok illegal,” kata Henry Najoan.
GAPPRI juga berkomitmen mendukung upaya Pemerintah yang terus melakukan koordinasi lintas pelaku ekonomi maupun keuangan, dan berkomitmen melanjutkan pemberian insentif bagi dunia usaha sebagai bagian dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“GAPPRI terus berkomitmen mempertahankan tenaga kerja, memberikan nafkah pekerja sepanjang rantai nilai IHT mulai dari petani, pemasok/logistik, pabrik sampai pedagang eceran, menjaga nadi penerimaan negara pajak dan cukai sekitar Rp 200 triliun yang merupakan sumbangsih nyata kami dalam menangani pandemi Covid-19,” pungkas Henry Najoan.
Diketahui, surat Perkumpulan GAPPRI ditembuskan ke beberapa Kementerian/Lembaga. Antara lain, Menko bidang Perekonomian RI, Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Ketua DPR RI, Menteri Keuangan RI, Menteri Perindustrian RI, Menteri Ketenagakerjaan RI, Menteri Perdagangan RI, Menteri Sekretaris Negara RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia RI, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Kepala Kantor Staf Presiden, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Advertisement