Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti Stanford telah mengembangkan algoritme Machine Learning untuk mengidentifikasi kondisi untuk peristiwa curah hujan ekstrem di Midwest, AS.
Dalam sebuah makalah yang terbit di jurnal Geophysical Research Letters, pendekatan mereka adalah salah satu contoh pertama yang menggunakan Machine Learning untuk menganalisis penyebab perubahan jangka panjang dalam peristiwa cuaca ekstrem dan dapat membantu membuat proyeksi peristiwa semacam itu secara lebih akurat.
Advertisement
"Kami tahu bahwa banjir semakin parah. Tujuan kami adalah untuk memahami mengapa curah hujan ekstrem meningkat, yang pada gilirannya dapat mengarah pada prediksi yang lebih baik tentang banjir di masa depan," kata penulis utama studi Frances Davenport, seorang mahasiswa PhD di Stanford Earth).
Di antara dampak lainnya, pemanasan global diperkirakan akan mendorong hujan lebat dan salju turun dengan menciptakan atmosfer lebih hangat yang dapat menahan lebih banyak kelembapan.
Para ilmuwan berhipotesis bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi curah hujan dengan cara lain juga, seperti mengubah kapan dan di mana badai terjadi.
"Pendekatan baru untuk memanfaatkan teknik Machine Learning ini membuka jalan baru dalam pemahaman kita tentang penyebab mendasar dari perubahan ekstrem,” kata kopenulis studi Noah Diffenbaugh.
Diffenbaugh menyatakan, Machine Learning dapat "memungkinkan komunitas dan pengambil keputusan untuk lebih mempersiapkan diri terhadap peristiwa berdampak tinggi, seperti yang sangat ekstrem sehingga berada di luar pengalaman sejarah kita."
Daerah Aliran Sungai
Davenport dan Diffenbaugh berfokus pada hulu DAS Mississippi dan bagian timur DAS Missouri. Wilayah yang sangat rawan banjir, yang membentang di sembilan negara bagian, telah mengalami hari-hari curah hujan ekstrem dan banjir besar menjadi lebih sering dalam beberapa dekade terakhir.
Para peneliti memulai dengan menggunakan data iklim yang tersedia secara publik untuk menghitung jumlah hari curah hujan ekstrem di wilayah tersebut dari tahun 1981 hingga 2019. Kemudian mereka melatih algoritme Machine Learning yang dirancang untuk menganalisis data grid, seperti gambar, untuk mengidentifikasi pola sirkulasi atmosfer skala besar.
"Algoritme yang kami gunakan dengan benar mengidentifikasi lebih dari 90 persen hari curah hujan ekstrem, yang lebih tinggi daripada kinerja metode statistik tradisional yang kami uji," tutur Davenport.
Advertisement
Temuan Lain
Algoritme yang telah dilatih juga mengungkapkan bahwa banyak faktor yang bertanggung jawab atas peningkatan curah hujan ekstrem di Midwest baru-baru ini. Selama abad ke-21, pola tekanan atmosfer yang mengarah pada curah hujan Midwest yang ekstrem menjadi lebih sering, meningkat dengan kecepatan sekitar satu hari tambahan per tahun, meskipun para peneliti mencatat bahwa perubahannya jauh lebih lemah pada tahun 1980-an. .
Namun, para peneliti menemukan bahwa ketika pola tekanan atmosfer ini benar-benar terjadi, jumlah presipitasi yang dihasilkan jelas meningkat. Akibatnya, hari-hari dengan kondisi ini lebih cenderung memiliki curah hujan ekstrem sekarang daripada di masa lalu.
Davenport dan Diffenbaugh juga menemukan bahwa peningkatan intensitas presipitasi pada hari-hari ini dikaitkan dengan aliran kelembaban atmosfer lebih tinggi dari Teluk Meksiko ke Midwest, membawa air yang diperlukan untuk hujan deras di wilayah tersebut.
Para peneliti berharap dapat memperluas pendekatan mereka untuk melihat bagaimana faktor-faktor yang berbeda ini akan mempengaruhi curah hujan ekstrem di masa depan.