Profil Artidjo Alkostar, Penerima Bintang Mahaputra dari Jokowi

Mantan hakim agung Artidjo Alkostar akan diberikan penghargaan Bintang Mahaputra dan Tanda Jasa oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 12 Agu 2021, 11:04 WIB
Tak hanya memperberat hukuman koruptor, Artidjo juga akan menghabisi karir politik para koruptor.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan hakim agung Artidjo Alkostar akan diberikan penghargaan Bintang Mahaputra dan Tanda Jasa oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Penganugerahan tersebut diberikan kepada sejumlah tokoh yang dinilai berjasa dan berprestasi. Selain Artidjo Alkostar, ada pula mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika.

Adapun acara penganugerahan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan ini akan digelar di Istana Negara Jakarta, pukul 09.00 WIB, Kamis (12/8/2021).

"Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar dan mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika akan dianugerahi Bintang Mahaputra Adipradana," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md dikutip dari akun Twitternya.

Seperti diketahui, Artidjo Alkostar telah meninggal dunia sekitar pukul 14.00 WIB pada Minggu 28 Februari 2021 karena menderita penyakit jantung dan paru-paru.

Mantan Hakim Agung itu resmi menjadi salah satu anggota Dewan Pengawas KPK usai membacakan sumpah dan janji pada Jumat, 20 Desember 20219 lalu di Istana Kepresidenan.

Sebelum akhirnya pensiun pada 22 Mei 2018 di usianya ke-70 tahun, Artidjo Alkostar sudah 18 tahun menduduki posisi Hakim Agung.

Berikut profil singkat Artidjo Alkostar, mantan Hakim Agung yang akan menerima penganugerahan Bintang Mahaputra dan Tanda Jasa oleh Presiden Jokowi:

 


Latar Belakang Pendidikan dan Karier

Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar tiba di Istana Kepresidenan, Jumat (20/12/2019). (Lizsa Egeham)

Artidjo Alkostar, pria kelahiran Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948 itu menamatkan pendidikan SMA-nya di Asem Bagus, Situbondo. Kemudian, ia masuk Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia atau FH UII Yogyakarta.

Sejak lulus dari FH UII Yogyakarta pada 1976, Artidjo mengajar di kampus tersebut sampai saat ini.

Kemudian pada 1981, Artidjo menjadi wakil direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sampai 1983. Kemudian pada 1983 sampai 1989, ia menjadi orang nomor satu di LBH Yogyakarta.

Lalu antara 1989 sampai 1991, Artidjo berada di New York mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di Columbia University, Amerika Serikat selama enam bulan.

Namun pada saat yang bersamaan, ia juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.

Pulang dari Negeri Paman Sam, Artidjo mendirikan kantor hukum yang bernama Artidjo Alkostar and Associates sampai 2000.

Karena pada 2000, Artidjo Alkostar harus menutup kantor hukumnya karena terpilih sebagai hakim agung hingga pensiun pada 2018.

 


Rekam Jejak Artidjo

Artidjo Alkostar (kiri) menandatangani nota pelantikan sebagai Dewan Pengawas KPK disaksikan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Upacara pelantikan Dewan Pengawas KPK dipimpin langsung Presiden Joko Widodo. (Foto: Biro Pers Setpres)

Selama menjadi Hakim Agung, Artidjo Alkostar telah menangani 19.708 berkas perkara. Dari sejumlah kasus, perkara korupsi mantan Presiden Soeharto adalah salah satu yang berkesan bagi Artidjo.

Artidjo merupakan sosok yang dikenal menakutkan bagi para koruptor. Ia pernah memperberat vonis mantan kader Demokrat, Angelina Sondakh. Vonis Angelina Sondakh dari 4 tahun penjara menjadi 12 tahun.

Artidjo juga memperberat hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbanigrum dari 7 tahun menjadi 14 tahun serta denda Rp 5 miliar, subsider satu tahun empat bulan kurungan.

Tak hanya itu, Artidjo juga memperberat hukuman para koruptor lainnya, seperti mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Ketua MK Akil Mochtar, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dan lain-lain.

Pada kasus Ratu Atut Chosiyah, Artidjo beserta hakim lainnya yakni Krisna Harahap, Surachmin, MS Lumme serta Mohamad Askin justru memperberat hukumannya dari empat tahun menjadi tujuh tahun penjara.

Kemudian pada April 2018, Artidjo memperberat hukuman terpidana kasus korupsi proyek e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong dari 8 tahun menjadi 11 tahun penjara.

Di kasus yang sama, hukuman Irman dan Sugiharto diperberat dari tujuh dan lima tahun penjara menjadi masing-masing 15 tahun penjara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya