Liputan6.com, Gunungkidul - Memasuki tahun baru Islam yang berbarengan dengan tahun baru dalam kalender Jawa, masyarakat adat Gunungkidul percaya, pandemi Covid-19 akan berakhir. Pasalnya dalam perhitungan kalender Jawa, tahun ini memasuki 'Windu Sancohyo' alias 8 tahun masanya bersinar setelah masa kesengsaraan.
Tokoh Adat yang juga dalang kondang Gunungkidul, Ki Surono menuturkan, tahun-tahun lalu merupakan tahun Windu Sengoro, artinya musibah atau kesengsaraan, dan sekarang Windu Sancohyo, maknanya sumunar atau bercahaya.
Baca Juga
Advertisement
"Dan yakinlah bahwasanya pelaku kejahatan dalam bentuk apapun akan sadar dan insaf," ujarnya, Kamis (12/8/2021).
Surono menerangkan, mengintip primbon orang Jawa, satu windu ada 8 tahun. Dan Windu itu dibagi empat, masing-masing adalah Windu Adi, Windu Kuntoro, Windu Sengoro, dan Windu Sancohyo. Dan menurut perhitungan Jawa, sejak 2013 sampai 2021 masuk Windu Sengoro.
Dan Windu Sengoro berahir pada 10 Agustus atau 1 Suro dalam penanggalan Jawa. Arti sengoro sebenarnya adalah penuh dengan musibah. Jadi setelah 1 Suro, bangsa Indonesia akan segera memasuki Windu Sancahya.
"Mudah-mudahan kita segera bebas dari pandemi Corona," harapnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Cahaya Usai Sengsara
Menurut Surono, berbagai musibah yang terjadi dalam 8 tahun belakangan ini bagi masyarakat Jawa memang bukan sesuatu yang aneh. Sehingga berbagai musibah banyak terjadi sejak 8 tahun terakhir. Dan ia yakin musibah termasuk pandemi Covid-19 tersebut akan segera berakhir.
Sehingga ia yakin kehidupan segera pulih dan perekonomian akan berputar kembali serta ketentraman bisa tercapai. Demikian juga dengan para pelaku kejahatan akan segera sadar.
"Setelah melewati tahun kesengsaraan maka Indonesia akan menjadi negara yang makmur gemah ripah loh jinawi," kata Ki Surono.
Cucu Sri Sultan HB VIII, Gusti Kukuh Hestrianingsih mengatakan, meski para pujangga seperti Ki Surono berasal dari trah keluarga Keraton Ngayogyakarto, namun uraian tersebut tidak mewakili pernyataan resmi keraton.
"Tapi uraian para pujangga ini bisa menambah wawasan masyarakat," katanya.
Advertisement