Liputan6.com, Jakarta Apakah Anda sering bingung untuk menentukan pakaian apa yang akan digunakan? Pasangan suami istri Singapura Chris Halim dan Raena Lim berhasil melihat peluang tersebut dan mendirikan platform Style Theory.
Style Theory adalah platform untuk menyewakan berbagai jenis pakaian yang tidak terbatas dengan biaya bulanan yang tetap.
Advertisement
Startup yang mendapatkan pendanaan dari SoftBank itu memiliki lebih dari 200 ribu pengguna di Singapura dan Indonesia. Selain itu, Style Theory juga menawarkan 50 ribu pilihan pakaian dan lebih dari 2 ribu tas.
Ketika hendak merintis bisnis ini, mereka menghabiskan sekitar USD 40 ribu (Rp 575,8 juta). Halim dan Lim memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan mereka dan memulai Style Theory.
Melansir dari CNBC, Jumat (13/8/2021), Style Theory memegang saham atas nama desainer dan individu dan akan membayar mereka saat ada barang yang disewa.
Kemudian, perusahaan akan mengambil potongan sebesar USD 95 (Rp 1,3 juta) dari biaya berlangganan untuk kebutuhan manajemen, kurir, dan pembersihan barang.
Tindakan tersebut telah menarik perhatian investor, seperti SoftBank, Alpha JWC Ventures, dan perusahaan real estate Indonesia Paradise Group. Mereka telah menginvestasikan sekitar USD 30 juta (Rp 431,8 miliar) di Style Theory.
“Masalah yang mereka pecahkan pasti bermanfaat untuk pengguna, dalam hal ini pengguna wanita. Hal ini juga memberikan solusi kepada para pemasok atau desainer untuk menjangkau target pasar secara langsung,” ujar Managing Partner Alpha JWC Ventures, Jefrey Joe.
Perkembangan Industri Rental Pakaian
Setelah menyelesaikan kariernya di sebuah organisasi nirlaba Kenya, Lim tertarik untuk memulai sebuah proyek yang memungkinkan dirinya untuk berbuat kebaikan. Peluang berhasil ditemukan saat Lim melihat adanya fenomena kerusakan lingkungan dari fast fashion.
Produk tekstil menjadi salah satu pencemar lingkungan terbesar di dunia karena menghasilkan emisi global setara dengan 1,2 miliar ton karbon dioksida setiap tahun. Oleh karena itu, sejumlah platform rental pakaian lahir untuk memenuhi keinginan konsumen terhadap mode yang terus berubah.
Dipelopori oleh platform Rent the Runway AS pada 2009, industri rental pakaian berkembang selama beberapa tahun belakangan ini hingga menginspirasi merek lain, seperti My Wardrobe HQ di UK dan GlamCorner di Australia.
Industri rental pakaian online bernilai USD 1,2 miliar (Rp 17,2 triliun) pada 2019 secara global. Nilai tersebut diperkirakan akan meningkat dua kali lipat menjadi USD 2,8 miliar (Rp 40,3 triliun) pada 2027 mendatang.
Sebagian besar pertumbuhan itu dapat dipimpin oleh Asia-Pasifik. Menurut firma riset pasar, Research Nester, kawasan ini diperkirakan menguasai hampir seperempat atau 22,14 persen dari keseluruhan pasar dalam enam tahun.
"Ukuran pasar ini masih kecil, tetapi kami juga melihat potensi yang besar. Pasar mode cukup besar untuk menciptakan setidaknya unicorn dari Asia Tenggara,” kata Joe.
Advertisement
Tantangan Selama Pandemi COVID-19
Halim dan Lim menyesuaikan penawaran yang diberikan dengan kebutuhan konsumen di Asia. Hal tersebut termasuk untuk mengkurasi pakaian yang sesuai dengan budaya dan iklim lokal.
Namun, prospek industri mode juga menghadapi tantangan selama pandemi COVID-19. Keuntungan harus berkurang dan toko sempat mengalami penutupan pada 2020 lalu.
“Pandemi mungkin merupakan masa yang paling menantang bagi kami sebagai sebuah perusahaan, tetapi itu juga membawa banyak peluang. Yang paling menarik bagi kami sebenarnya adalah layanan penjualan kembali pakaian,” ujar Halim.
Layanan tersebut memungkinkan pengguna untuk membeli dan menjual barang-barang bekas. Akhirnya, Style Theory meluncurkan layanan tersebut dan mampu mengembangkan bisnis 10 kali lipat lebih besar dalam waktu 12 bulan.
Style Theory telah memfasilitasi lebih dari 2,3 juta rental dan mengumpulkan lebih dari 600 ribu item desainer bekas sebelum dibuang dan tidak digunakan kembali. Pasangan suami istri ini berencana untuk menargetkan pasar dan konsumen baru, menambah koleksi pakaian pria dan anak-anak, serta memperluas pasar ke Hong Kong akhir tahun ini.
Reporter: Shania