Liputan6.com, Jakarta - Secara global, konsumen menghabiskan 2,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS) (Rp388 miliar) untuk bikini pada paruh pertama 2021. Angka ini melonjak 19 persen dari periode yang sama pada 2019, menurut analis industri di perusahaan riset pasar NPD Group, melansir SCMP, Jumat, 13 Agustus 2021.
Selama beberapa dekade terakhir, sebagian besar bikini dibuat dari bahan spandeks. Material berbasis minyak bumi ini dengan cepat jadi standar dalam industri pakaian jadi. Pada 2017, poliester dan spandeks mendominasi sekitar 65 persen material, menurut Allied Market Research.
Advertisement
Sayang, kebanyakan bikini bekas guna biasanya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). "Spandeks adalah bahan yang sangat sulit didaur ulang," kata Shannon Bergstrom, manajer merek keberlanjutan di perusahaan pengelolaan limbah Recycle Track Systems.
Serat sintetis terlalu pendek untuk proses mekanis, seperti menyortir, dan tidak ada metode kimia yang efektif untuk memulihkan bahan tersebut. Konsumen selalu dapat menyumbangkan atau menjual kembali bikini, tapi tidak ada jaminan akan ada pembeli, bahkan jika masih ada label baru. "Saya berharap perusahaan akan mengambil bagian untuk menciptakan solusi," tambah Bergstrom.
Beberapa mencoba, termasuk Lini EcoMade Perusahaan Lycra yang meramu koleksi dari potongan spandeks, serta campuran polietilen tereftalat daur ulang. Speedo menjual setelan suped-up dalam spandeks tahan klorin dan serat Xtra Life Lycra yang diklaim lebih awet dari serat konvensional, sehingga menghasilkan lebih sedikit limbah.
Material yang paling populer sekarang adalah Econyl. Ini merupakan produksi perusahaan teknik Jerman, Aquafil, yang mendaur ulang jaring ikan dari lautan dan karpet industri dari TPA untuk dipintal jadi benang.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Memanfaatkan Material Daur Ulang
Dana Davis, kepala bidang keberlanjutan Mara Hoffman, mengaku pakaian renang memang jadi tantangan terbesar mereka. Perusahaan mendesain bikini dengan Econyl and Repreve, serat kinerja dari bahan daur ulang seperti botol plastik. Mereka juga akan segera bekerja dengan nilon daur ulang lain yang disebut Q-Nova.
"Kami tidak menggunakan bahan bakar fosil virgin," kata Davis. "Tapi jujur saja, ini bukan akhir segalanya. Tidak ada cara untuk mengumpulkan bikini dan mendaur ulangnya jadi bikini lain."
Davis menunjukkan, pakaian plastik daur ulang ini melepaskan mikroplastik ke dalam pasokan air layaknya spandeks baru. Merek yang menggunakan Econyl dan Repreve berharap perusahaan induk produk tersebut mengetahui bagaimana bahan tersebut dapat digunakan kembali secara lebih berkelanjutan.
Advertisement
Desak Upaya Daur Ulang
Abigail Lorick, direktur kreatif di lini pakaian renang berkelanjutan Ansea, mengatakan, "Kami cukup sering mengirim email pada mereka (perusahaan induk) untuk mengetahui kapan kami dapat mendaur ulang bahan-bahan ini."
"Tujuan besar kami untuk tahun 2021 adalah mencari tahu bagaimana kami dapat mulai mengambil kembali bikini yang sudah tidak lagi terpakai," imbuhnya.
Tahun ini, seiring musim panas datang di negara empat musim, sebelum momok varian Delta COVID-19 muncul, konsumen sempat menyiapkan liburan musim panas mereka. Seiring dengan itu, bikini menjelma jadi barang wajib bagi mereka yang ingin melarikan diri dari karantina.
Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan
Advertisement