Tarif Uji Rapid Tes Antigen di Kemenkes Rp 694 Ribu, Ini Penjelasan Lengkapnya

Penyelenggaraan uji validitas Rapid Tes Antigen dilaksanakan laboratorium kesehatan yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Agu 2021, 14:30 WIB
Petugas medis melakukan tes usap antigen di pusat perbelanjaan kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (27/05/2021). Pasca libur lebaran, Forkopimda Kabupaten Bekasi melakukan swab tes antigen kepada sekitar 202 pedagang guna mencegah penyebaran COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 104/PMK.02/2021 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Layanan Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen pada Kementerian Kesehatan.

PMK ini dibuat dalam rangka memastikan validitas hasil uji Rapid Diagnostic Test Antigen yang ada di masyarakat.

"Layanan ini ditujukan untuk menguji bahan dasar/reagen yang dimiliki oleh perusahaan sebelum produk Rapid Diagnostic Test Antigen tersebut dapat diedarkan," ungkap Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Sabtu, (14/8).

Yustinus menjelaskan selama ini biaya pengujiannya telah ditanggung oleh perusahaan yang meminta layanan pengujian tersebut dalam bentuk penyediaan bahan dan alat. Layanan ini berbeda dengan tes Antigen yang diberikan oleh penyedia jasa pengujian tes antigen kepada masyarakat.

Sebagai informasi, rapid test antigen merupakan salah satu metode dalam pemeriksaan Covid-19. Sedangkan uji validitas Rapid test merupakan serangkaian uji oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan dalam rangka mengetahui validitas alat Rapid Test Antigen sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

"Dalam rangka melakukan layanan dimaksud, Menteri Kesehatan melalui Keputusan Nomor 477 Tahun 2021 tentang Laboratorium Penguji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen, menunjuk beberapa laboratorium penguji yang diantaranya merupakan laboratorium lingkup Kementerian kesehatan," tutur Yustinus.

Berkenaan dengan hal tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengusulkan penetapan jenis dan tarif atas jenis PNBP layanan uji validitas terhadap produk Rapid Diagnostic Test Antigen. Ini sebagai dasar hukum pemungutan PNBP kepada perusahaan yang membutuhkan layanan pengujian.

"Uji validitas Rapid Diagnostic Test Antigen yang dilaksanakan oleh laboratorium lingkup Kementerian Kesehatan dikenakan tarif sebesar Rp694.000,00 (enam ratus sembilan puluh empat ribu rupiah) per tes," kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Penyelenggaraan Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen

Hasil tes PCR atau antigen jadi syarat tambahan pengunjung Mall bagi yang belum divaksin. (pexels/naimbenjelloun).

Penyelenggaraan uji validitas Rapid Diagnostic Test Antigen dilaksanakan oleh laboratorium kesehatan yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan.

Lima laboratorium tersebut ada di berbagai universitas. Antara lain Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Laboratorium Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR), Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (UNAND) dan Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (UNPAD).

Lalu dua laboratorium lainnya yakni Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Jakarta Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jakarta. Adapun tata cara pengujian validitas Rapid Diagnostic Test Antigen diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan.

Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Uji validitas Rapid Diagnostic Test Antigen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat ditetapkan sampai dengan Rp 0,00 (nol rupiah) atau 0 persen. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, tata cara, dan persyaratan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya