Liputan6.com, Jakarta - Biopac adalah salah satu start-up yang mewakili Indonesia dalam SEED Awards. Penghargaan ini ditujukan pada "Kewirausahaan dalam Pembangunan Berkelanjutan," yang mana mereka sekaligus mengidentifikasi dan mempromosikan perusahaan ramah lingkungan di negara berkembang.
Penghargaan ini merupakan bagian dari kemitraan global United Nations Environment Programme (UNEP), United Nations Development Programme (UNDP), dan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Founder Biopac Noryawati Mulyono bercerita awal dirinya tergerak berkontribusi bagi kesejahteraan para ibu di daerah rural, sekaligus menggerakkan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan.
Baca Juga
Advertisement
"Pada 2010, saya mulai mendalami bioplastik dan secara tidak sengaja mengikuti kompetisi tentang bagaimana mengembangkan ide tidak biasa jadi sebuah bentuk bisnis yang berdampak," katanya melalui keterangan pada Liputan6.com, Kamis, 13 Agustus 2021.
"Turning point-nya saya melihat pemberitaan tentang human trafficking di wilayah timur Indonesia dan bernazar menggunakan uang hasil kompetisi untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut," imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa saat ini pihaknya mengambil produk dari koperasi di Jakarta dan Makassar. Mitranya dijelaskan mengambil produk rumput laut dari banyak wilayah di Indonesia, termasuk Lampung, Kepulauan Seribu, dan Nusa Tenggara Timur (NTT), yang menjamin keadilan untuk petani rumput laut dan kualitas produk.
"Setelah diolah jadi bioplastik, Biopac kemudian memasarkannya ke dalam dan luar negeri," katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Apa Itu Bioplastik?
Sebagai catatan, melansir Columbia Climate School, sementara plastik konvensional terbuat dari bahan baku berbasis minyak bumi, bioplastik diolah dari 20 persen atau lebih bahan terbarukan. Karena itu, material ini sering digadang-gadang sebagai salah satu solusi masalah plastik.
Keuntungan bioplastik antara lain pengurangan penggunaan sumber daya bahan bakar fosil, jejak karbon yang lebih kecil, dan dekomposisi lebih cepat. Bioplastik juga kurang beracun dan tidak mengandung bisphenol A (BPA), pengganggu hormon yang sering ditemukan pada plastik tradisional.
Kartik Chandran, seorang profesor di Departemen Teknik Bumi dan Lingkungan di Universitas Columbia, percaya bahwa dibanding plastik konvensional, "bioplastik adalah peningkatan yang signifikan." Kendati, ia menegaskan ini bukanlah solusi tunggal dari polusi plastik.
Kembali ke Biopac, Noryawati menjelaskan untuk budidaya rumput laut, bahan dasar produk mereka, para suami bertindak sebagai petani yang setiap hari ke laut. Namun, untuk pembibitan dan manajemen keuangan, para ibu yang maju berperan.
"Kami kemudian mengambil produk yang sebelumnya masuk ke koperasi terlebih dahulu dan dikontrol kualitasnya. Produk ini kemudian diolah oleh pabrik kami di Karawaci, Tangerang," katanya.
Advertisement
Sama-Sama Mendukung Eksistensi Produk Ramah Lingkungan
Noryawanti mencatat, rantai bisnis internal perusahaannya perlu ditingkatkan karena teknologi bioplastik masih merupakan hal baru, terutama di Indonesia. Dari sisi pemasaran, Biopac mengaku membutuhkan dukungan untuk lebih mengenalkan produk ramah lingkungan ini.
"Harus diakui, kesadaran lingkungan market luar negeri masih lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat domestik," imbuhnya.
Di samping, mereka ingin mengedukasi pengambil kebijakan tentang permasalahan plastik. "Biopac terus mengedukasi koperasi untuk menjaga kualitas dan rutinitas supply. Kami pun memberi dukungan pada para petani rumput laut, misalnya sarana untuk penjemuran rumput laut. Untuk para ibu, pelatihan tentang manajemen keuangan dan produk juga rutin dilakukan," kata Noryawanti.
Pihaknya menilai, dengan garis pantai sepanjang empat juta kilometer yang mampu menghasilkan 180 juta ton rumput laut, optimalisasi produksi rumput laut di Indonesia bisa jadi solusi alternatif atas sampah non-degradable. "Sekaligus mampu mengurangi efek perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan," ucapnya.
Memberdayakan Ibu-Ibu di Area Rural
Selain Biopac, ada juga SukkhaCitta yang jadi finalis SEED Awards. Founder-nya Denica Flesch mengatakan, selain memastikan akses ke sistem upah yang adil, pihaknya juga membangun sekolah-sekolah kerajinan di desa-desa binaan.
"Di sana, ibu-ibu mendapat beasiswa untuk belajar kerajinan, entrepreneurship, serta proses kerja ramah lingkungan. Hal ini menciptakan suatu ekosistem penghargaan konsumen terhadap produsen, sekaligus memotong rantai distribusi tidak perlu yang seringkali hanya menguntungkan middleman dan merugikan para ibu produsen tadi," ucapnya.
Produk fesyen SukkhaCitta pun dibuat menggunakan teknik produksi berkelanjutan. "Kami menghindari pewarnaan sintetis yang, meski jauh lebih murah, menciptakan 20 persen polusi air dunia. Ini mengancam kesehatan sungai kita dan masyarakat di sekitarnya. Itulah mengapa karya #MadeRight kami diwarnai dengan tanaman yang kami tanam secara regenerative farming," imbuhnya.
Ia menyebut tantangan terbesarnya saat ini adalah externalities yang cenderung tidak dipertimbangankan bisnis pada umumnya. Maka itu, salah satu fokus utama mereka adalah kegiatan advokasi. Dalam kasus ini, meningkatkan kesadaran dan mengedukasi konsumen seputar isu-isu di balik baju yang dipakai agar lebih paham dampak di balik pilihan mereka.
"Arti dari nama kami, SukkhaCitta, adalah kebahagiaan. Untuk saya, ini melambangkan misi kami mengembalikan pride pada mereka yang selama ini 'tak terlihat.' Para ibu yang berjuang untuk kehidupan keluarga sembari melestarikan alam mereka. Melalui #MadeRight, saya harap kita dapat jadi lebih paham mengenai kekuatan di balik pilihan kita," tandasnya.
Advertisement