Liputan6.com, Gunungkidul - Kehilangan orangtua terutama ibu menjadi beban berat yang harus dipikul sang bapak. Terlebih, peran suami sebagai tulang punggung keluarga harus menambah beban dengan mengasuh buah hati.
Seperti yang dialami tiga anak di Padukuhan Sawahan 1, kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen Gunungkidul. Di usia yang masih belia, mereka harus kehilangan ibu karena keguguran sebelum akhirnya meninggal divonis Covid-19.
Nizan (9), Nina (4), dan Nisa (2) harus berpisah dengan ibu mereka selamanya. Ibu tiga bocah ini meninggal dunia karena Covid-19 saat akan melahirkan adik Nisa yang telah meninggal duluan di dalam kandungan. Kini mereka dirawat sang ayah yang berprofesi sebagai pemulung.
Baca Juga
Advertisement
Iswanto (30) yang kesehariannya bekerja sebagai pemulung dan tinggal di Gubuk berukuran 5x6 meter harus rela kehilangan sang istri dan kini merawat ketiga buah hati mereka. Profesinya sebagai pemulung mengharuskannya setiap hari harus keluar mengumpulkan barang bekas.
Karena profesinya tersebut, ketiga anaknya dititipkan ke kakek neneknya yang sudah jompo. Tiap hari, ia menyempatkan pulang pada siang hari untuk menyuapi anaknya. Hal ini dilakukan karena Iswanto tak mampu membayar pengasuh untuk merawat ketiga anaknya.
Kakak Nimas, Andika mengatakan Nimas meninggal pada Senin (9/8/2021). Adik wanitanya tersebut meninggal karena keguguran usai kandungannya yang berusia 4 bulan mengalami kontraksi sehingga pendarahan. Saat itu, ia dan istrinya tidak mengetahui jika hamil.
"Adik saya itu sudah KB spiral. Tiap hari keputihan. Jadi tidak tahu kalau hamil," tutur Andika, Jumat (13/8/2021).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Mengalami Pendarahan
Pekan lalu, Adiknya mengalamj pendarahan dan dibawa ke sebuah klinik di Gunungkidul. Nimas langsung mendapatkan penanganan dan hanya rawat jalan.
Namun Senin pagi, Nimas kembali mengalami pendarahan dan langsung dibawa ke sebuah rumah sakit bersalin terkenal di Kabupaten Sleman.
Namun rumah sakit bersalin tersebut penuh dan akhirnya dibawa ke rumah sakit lain. Di rumah sakit tersebut harus mengikuti prosedur tes Covid-19 lebih dulu, baru bisa dapat perawatan. Namun Nimas tiba-tiba meninggal di UGD dan belum sempat mendapatkan kamar perawatan.
"Nimas belum diswab, baru diisolasi,"tambahnya.
Pihaknya mendapat surat kematian dari pihak rumah sakit dan dalam surat tersebut berisi penyebab kematian karena Covid-19. Iapun pasrah dengan kenyataan Nimas meninggal karena Covid-19 meskipun sebelumnya karena karena keguguran.
Ia hanya pasrah dengan nasib ketiga anak yang ditinggalkan Nimas nanti karena sehari-sehari bapaknya hanya bekerja sebagai pemulung. Dalam sehari pendapatannya tidak menentu namun rata-rata sekitar Rp50 ribu.
Awalnya keluarga kecil ini mengontrak sebuah kamar di Pasar Gendeng Prambanan. Selain di rumah kontrakan mereka, keluarga ini juga sering tinggal di Padukuhan Sawahan I. Karena lelaki ini juga telah mendirikan rumah semi permanen menempel dengan rumah orangtua Iswanto.
Andika menuturkan, keluarga Iswanto selama ini belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah baik PKH ataupun BST. Sehingga Andika berharap dengan musibah ini, keluarga adiknya akan mendapatkan bantuan dari pemerintah karena memang benar-benar orang yang tidak punya.
"Tapi sayangnya dua anak terakhir belum dimasukkan ke Kartu Keluarga (KK). Karena awalnya khawatir biaya sekolah," tuturnya.
Advertisement