Kemnaker: Perusahaan Hanya Boleh PHK Pegawai Sebagai Jalan Terakhir

Kemnaker menerbitkan aturan yang mengatur hubungan kerja di masa pandemi COVID-19, khususnya di masa PPKM

oleh Tira Santia diperbarui 16 Agu 2021, 10:08 WIB
Aktivitas pekerja pada saat jam pulang kantor di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (18/5/2021). Kamar Dagang dan Industri bersama pemerintah telah resmi memulai program Vaksinasi Gotong Royong untuk para pekerja swasta. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan aturan yang mengatur hubungan kerja di masa pandemi COVID-19, khususnya di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Salah satunya, perusahaan boleh mem-PHK pegawainya jika keadaan finansial perusahaan sudah tidak mampu.

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

"Kepmenaker ini adalah sebagai wujud respons Kementerian Ketenagakerjaan terhadap adanya dampak pandemi COVID-19 dalam hubungan kerja," kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, di Jakarta, Senin (16/8/2021).

Menaker menyebut pandemi COVID-19 adalah masalah bersama bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh. Sehingga, penanganan dampak pandemi ini membutuhkan komitmen dan kerja sama semua pihak.

"Oleh karena itu, dalam Kepmenaker ini kita ingin menekankan pentingnya dialog sosial. Karena kita ingin semua pihak benar-benar terlindungi dari dampak pandemi ini," kata Menaker.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, menjelaskan, Kepmenaker No.104 Tahun 2021 mencakup 3 hal. Pertama, pelaksanaan sistem kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan bekerja di kantor/tempat kerja atau Work From Office (WFO). Kedua, pelaksanaan upah dan hak-hak pekerja lainnya.

"Dalam Kepmenaker tersebut, kita sampaikan acuan atau pedoman bagi pengusaha dan pekerja yaitu pengusaha yang memberlakukan sistem kerja WFH tetap wajib membayar upah," kata Dirjen Putri.

Sedangkan untuk WFO, harus diatur persentase pekerja yang bekerja secara WFO, serta pengaturan shifting atau pembagian waktu kerja dan hari kerja dalam satu bulan secara bergiliran.

"Jam kerja juga diatur dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan mereka yang sehat. Bagi ibu hamil atau rentan sakit agar bekerja dari rumah saja," ujar Dirjen Putri.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Aktivitas pekerja pada saat jam pulang kantor di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (18/5/2021). Kamar Dagang dan Industri bersama pemerintah telah resmi memulai program Vaksinasi Gotong Royong untuk para pekerja swasta. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Rumahkan Pegawai hingga PHK

Selanjutnya, dalam Kepmenaker No. 104 Tahun 2021 ini juga dijelaskan mengenai perusahaan yang terpaksa merumahkan pekerja karena dampak pandemi COVID-19. Di mana pekerja/buruh tetap berhak atas gaji/upah saat dirumahkan.

"Lalu perusahaan yang secara finansial tidak mampu membayar upah bagi para pekerja, maka pengusaha dan pekerja dapat membuat kesepakatan penyesuaian upah," jelasnya.

Selain itu, perhitungan iuran manfaat jaminan sosial bagi pekerja, pesangon, dan hak-hak lain bagi pekerja, yang dihitungkan dengan upah, maka harus mengacu kepada upah sebelum penyesuaian.

Lalu ruang lingkup ketiga yang diatur dalam Kepmenaker 104 Tahun 2021 adalah pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ditegaskan dalam Kepmenaker ini, PHK adalah jalan terakhir dan satu-satunya yang bisa diambil jika pandemi COVID-19 berdampak terhadap keberlangsungan usaha.

"Tetapi PHK harus jalan paling akhir kalau sudah dilakukan upaya-upaya lain kemudian tidak ada jalan lain maka terpaksa PHK, namun harus suatu keputusan bersama antara pengusaha dan pekerja," tegas Dirjen Putri.

Dirjen Putri mengingatkan, jika PHK terpaksa dibuat karena ketidakmampuan finansial perusahaan, maka harus dibuktikan dengan laporan finansial perusahaan bahwa perusahan tersebut sudah tidak mampu.

"Dalam dialog bipartit dengan putusan PHK kiranya melibatkan dinas ketenagakerjaan setempat. Dan jangan lupa hak-hak pekerja ini harus tetap diberikan walaupun perusahaan itu bangkrut," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya