Klinik Kecantikan dan Laser di Tangerang Selatan Unjuk Gigi Gaet Pasar Wisata Medis Lokal

RS Premier Bintaro meresmikan klinik kecantikan dan laser dengan menargetkan warga lokal yang biasa ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 16 Agu 2021, 12:20 WIB
Pembukaan Skin and Laser Clinic RS Premier Bintaro oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (dok. RS Premier Bintaro)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 tak hanya menciptakan pembatasan, tetapi juga ditangkap sebagai peluang oleh RS Premier Bintaro. Rumah sakit yang berlokasi di Tangerang Selatan itu baru saja membuka klinik kecantikan dan laser untuk mendukung pengembangan wisata medis lokal.

"Dengan pandemi ini, kita bisa majukan medical tourism di negara kita, terutama di Tangerang Selatan," kata dr. Martha M.L Siahaan, Direktur RS Premier Bintaro, dalam jumpa pers virtual, Minggu, 15 Agustus 2021.

Ia menerangkan Skin and Laser Clinic itu sebagai upaya dalam mengembangkan hospital tourism. Di saat banyak warga kelas menengah ke atas tak bisa leluasa berobat ke luas negeri, hal itu merupakan peluang bagi rumah sakit dalam negeri unjuk gigi.

"Fasilitas kesehatan kita nggak kalah keren sama tetangga," sambung dia.

Skin & Laser Clinic berfokus pada pelayanan dengan menggunakan teknologi Laser Fotona generasi terbaru dengan berbagai dokter spesialis dari multidisiplin, seperti spesialis kulit dan kelamin, spesialis kebidanan dan kandungan, dan spesialis THT-KL. Klinik kecantikan dan laser tersebut dilengkapi dengan dua alat laser, yakni laser multiplatform dan laser untuk pigmen.

dr. Amaranila Lalita Drijono, SpKK, menerangkan laser multiplatform bisa digunakan untuk berbagai indikasi, mulai dari masalah kulit, kebidanan, hingga kepentingan urologi. "Mendengkur juga bisa, kelemahan otot itu bisa diperbaiki dengan stimulasi," ujarnya. Sementara, laser untuk pigmen dimanfaatkan untuk mengatasi kelainan pigmentasi dan menghilangkan tato.

Pembukaan klinik kecantikan dan laser tersebut diapresiasi Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) dr. Kuntjoro Adi Purjanto. Ia menyebut pembukaannya sebagai langkah strategis untuk menjawab kebutuhan, bukan keinginan atau opini.

"Dengan dibukanya klinik, pelayanan terhadap pasien non-Covid, khususnya pelayanan kulit, bisa tetap baik," sambung dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Faktor Risiko dan Keamanan

Ilustrasi laser wajah. (Foto: inStyle.com)

dr. Nila menyebut, berdasarkan sejarah awalnya, laser digunakan pertama kali untuk menghilangkan tanda lahir di bayi-bayi, terutama yang berada di wajah. Laser menggantikan teknologi pisau bedah yang lebih berisiko dan meninggalkan bekas di kulit bayi.

"Bayi dengan tanda lahir, apalagi di wajah, sangat mengganggu fungsi dan juga self esteem. Karena pembedahan, terjadi mutilasi, besarnya tergantung besar jaringan yang diangkat. Jadinya, ada bekas bedah dan lain-lain," kata dia.

Laser bekerja dengan menggunakan panjang gelombang spesifik. Karena spesifik, sambung Nila, laser tidak merusak jaringan di sekitarnya sehingga relatif aman dijalani oleh pasien.

Namun, ia mengatakan tindakan itu bukan tanpa risiko. Kuncinya terletak pada tiga hal, yakni alat laser yang mumpuni, dokter yang kompeten, dan pasien yang disiplin mengikuti saran dokter untuk pasca-perawatan.

"Misalnya, enggak boleh kena air selama 12 jam, jangan digesek-gesek, tidurnya mestik gimana, kontrol hari ke berapa," kata dia.


Pengembangan Wisata Medis

Ilustrasi wisata Bali. (dok. pexels.com/Aditya Agarwal)

Pengembangan wisata medis sudah mulai dirintis Bali sejak tahun lalu. Putu Deddy Suhartawan, General Manager Indonesia Medical Tourism Board (IMTB) Bali Nusra mengatakan sejak peristiwa Bom Bali I dan II hingga sebelum pandemi Covid-19, Bali terus membenahi aspek layanan kesehatan.

Maka, tak heran bila banyak warga asing yang bersedia mencoba layanan medis sembari berlibur di Pulau Dewata. Jenis layanan kesehatan yang diakses wisatawan Bali beragam, tetapi yang utama adalah layanan kosmetik, baik untuk bedah plastik, face implant, face lift, liposuction, hingga yang bersifat non-invasif seperti suntik botox, filler, dan thread lift. Jumlahnya bisa mencapai 60 pasien per bulan dengan pendapatan mencapai Rp1,2 miliar.

"Tapi saat itu, masing-masing rumah sakit bergerak sendiri, secara sporadis. Yang akan kita lakukan sekarang adalah untuk koordinasikan, kolaborasikan, karena rumah sakit memang memiliki fasilitas layak dijual, biasa dengan pasien asing juga. Dikombinasikan dengan hotel," kata Deddy, tahun lalu.

Tahun lalu, Australia, Tiongkok, dan India merupakan tiga teratas pelanggan wisata medis di Bali. Tetapi, pandemi tak memungkinkan wisatawan asing mengunjungi pulau tersebut sehingga IMTB pun menggeser sasaran ke wisatawan domestik.

"Apalagi kalau sekarang dipromosikan atau digaungkan untuk domestik. Potensinya ada. Mereka yang sering ke keluar negeri untuk mengecek kesehatannya, mau enggak mau kan nggak bisa ke luar," kata Deddy.


Unsur Wisata Ramah Lingkungan

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya