Liputan6.com, Jakarta - Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menjelaskan tentang perjalanan pandemi menjadi endemi.
Menurutnya, tahapan penyakit yang kini sedang terjadi adalah pandemi. Artinya, penyakit tersebut menyebar di berbagai benua dan di banyak negara (trans nasional atau trans geografi).
“Yang biasanya bisa menyebabkan pandemi adalah penyakit baru karena manusia belum punya kekebalan dan imunitas untuk virus baru tersebut sehingga gampang sekali terinfeksi,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara belum lama ini.
Baca Juga
Advertisement
Selain baru, virus yang dapat menyebabkan pandemi juga biasanya memiliki angka reproduksi setidaknya 1,4 atau di atas 1.
“Ini (COVID-19) untuk pertama kalinya menurut saya satu pandemi yang ada varian dengan angka reproduksinya sampai 8, tinggi sekali. 100 tahun lalu pun tidak setinggi ini, berbahaya banget,” katanya.
Pencabutan Status Pandemi
Dicky, menambahkan, status pandemi pada COVID-19 yang disebabkan virus Corona dapat dicabut jika sebagian negara atau benua sudah bisa mengendalikannya pada level yang disebut terkendali.
“Misalnya test positivity rate-nya rata-rata sudah di bawah satu persen, angka kasus infeksinya satu per 10 juta atau satu per 1 juta, nah itu bisa dicabut,” katanya.
Namun, pencabutan status pandemi tidak akan langsung pada endemi melainkan epidemi terlebih dahulu.
“Karena akan ada sebagian negara atau sebagian kawasan di dunia, kemungkinan Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang akan mengalami epidemi dari COVID-19," ujarnya.
Jika seiring waktu negara-negara tersebut juga sudah bisa mengendalikan COVID-19, statusnya bisa menjadi endemi. Hal ini dapat ditandai dengan angka kasus di bawah lima persen, angka kematian satu persen, dan angka reproduksinya di bawah 1.
“Kapan? Ya sulit karena butuh kolaborasi regional, nasional, dan global. Jadi, kalau endemi itu penyakitnya ada terus di suatu wilayah dan menurut saya COVID-19 ini bisa ada di beberapa negara yang sanitasi lingkungannya kurang bagus," Dicky menjelaskan.
Advertisement
Kemungkinan COVID-19 Jadi Endemi
Pada Maret 2021, Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr.rer.nad Wien Kusharyoto mengatakan bahwa hal tersebut bisa saja terjadi tapi belum bisa dipastikan.
Hal serupa juga disampaikan Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Prof. dr., Amin Soebandrio. Ph.D, Sp.MK,“Mungkin terjadi.".
Wien menjelaskan bahwa virus dapat tetap berada di masyarakat sepanjang waktu tapi cara mengontrolnya lebih mudah.
Menurut peneliti LIPI, tingkat penularan virus akan semakin rendah dan jumlah kasus infeksi virus semakin berkurang ketika terdapat cukup banyak orang yang menjadi kebal terhadap COVID-19.
Misalnya, ketika herd immunity sudah tercapai, baik melalui vaksinasi maupun karena infeksi virusnya secara alami.
Namun, tidak berarti virusnya akan segera lenyap atau hilang sepenuhnya. Di luar suatu daerah, di mana herd immunity sudah tercapai, 'mungkin' masih akan terdapat orang-orang yang tetap rentan terhadap infeksi virus.
Sehingga, penularan virus tetap terjadi di antara mereka yang bahkan dapat pula ditularkan ke orang-orang yang rentan di daerah lainnya karena mobilitas manusia.
“Terdapat kemungkinan pula, bahwa penyebaran virus akan stabil sampai tingkat tertentu yang relatif rendah, sehingga virus tersebut akan tetap berada di dalam masyarakat sepanjang waktu, tapi kita dengan lebih mudah mengontrolnya,” kata Wien saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan teks pada Senin, 1 Maret 2021.
“Pada saat itulah kita dapat mengatakan bahwa penyakit tersebut menjadi endemi,” Wien menekankan.
Infografis 5 Tips Cegah COVID-19 Saat Beraktivitas dengan Orang Lain
Advertisement