Liputan6.com, Kabul - Taliban memberikan indikasi pertama sejak kembali berkuasa bahwa mereka tidak akan mewajibkan burqa bagi wanita seperti yang mereka lakukan ketika mereka terakhir memerintah Afghanistan.
Kala itu, di bawah aturan garis keras militan 1996-2001, sekolah-sekolah perempuan ditutup, perempuan dilarang bepergian dan bekerja, dan perempuan dipaksa mengenakan burqa yang menutupi semua di depan umum, seperti mengutip laman Channel News Asia, Rabu (18/8/2021).
Baca Juga
Advertisement
"Burqa bukan satu-satunya jilbab (jilbab) yang (dapat) diamati, ada berbagai jenis jilbab tidak terbatas pada burqa," Suhail Shaheen, juru bicara kantor politik kelompok itu di Doha, mengatakan kepada Sky News Inggris.
Burqa adalah pakaian yang menutupi seluruh kepala dan tubuh, dan hanya memiliki celah untuk bagian mata. Namun, Shaheen tidak merinci jenis jilbab lain yang dianggap dapat diterima oleh Taliban.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Nasib Hak Perempuan
Di samping keprihatinan yang berpusat pada pakaian, banyak negara dan kelompok hak asasi telah meningkatkan peringatan terkait nasib pendidikan perempuan di Afghanistan sekarang berada di tangan militan garis keras yang memasuki ibukota Kabul pada hari Minggu.
Tetapi Shaheen juga berusaha memberikan kepastian tentang topik ini.
Perempuan "bisa mendapatkan pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi - itu berarti universitas. Kami telah mengumumkan kebijakan ini di konferensi internasional, konferensi Moskow dan di sini di konferensi Doha (tentang Afghanistan)," kata Shaheen.
Ribuan sekolah di daerah yang direbut oleh Taliban masih beroperasi, tambahnya.
Pemerintah Taliban sebelumnya memberlakukan interpretasi syariah yang paling ketat, membentuk polisi agama untuk menekan "kejahatan".
Pengadilan Taliban memberikan hukuman ekstrem termasuk memenggal tangan pencuri dan rajam sampai mati wanita yang dituduh berzina.
Advertisement