Liputan6.com, Pekanbaru - Majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbadru tidak mau perkara kejahatan perbankan di Bank Riau Kepri digelar secara virtual. Menurut hakim, perkara ini seperti tindak pidana korupsi yang rumit pembuktiannya sehingga harus digelar secara tatap muka.
Tatap muka ini diprioritaskan kepada saksi untuk pembuktian kasus kejahatan perbankan bernilai miliaran ini. Majelis hakim ingin menanyakan secara detail kepada saksi yang dijadwalkan Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Riau.
Baca Juga
Advertisement
"Ini seperti perkara Tipikor, kami tidak mau virtual," tegas Ketua Majelis Hakim Dahlan kepada JPU.
Dahlan menjelaskan, persidangan secara virtual akan membuat kejahatan perbankan berupa penggelapan ribuan dana nasabah Bank Riau Kepri ini bisa terganggu sinyal. Dengan demikian suara saksi tidak jelas sehingga pembuktian kejahatan oleh petinggi bank ini sulit terungkap.
Oleh karena itu, hakim menjadwalkan sidang ini digelar lagi pada 19 Agustus 2021. Tidak ada lagi virtual agar semuanya berjalan maksimal sehingga modus-modus kejahatan perbankan oleh oknum petinggi di Bank Riau Kepri terbuka.
Sedianya, dalam persidangan virtual, JPU Kejati Riau Syafril ingin menghadirkan empat saksi. Mereka sudah tersambung secara online, di antaranya Rinaldi selaku Direktur Utama (Dirut) PT Global Risk Management (GRM) dan Dicky Vera Soebasdianto sebagai Business Development Officer (BDO) PT GRM Perwakilan Pekanbaru.
Perusahaan ini merupakan pialang asuransi yang bekerja sama dengan Bank Riau Kepri. Perusahaan ini mengetahui alur pemotongan dana nasabah yang kemudian disetorkan kepada tiga petinggi Bank Riau Kepri.
Ketiganya menjadi pesakitan dalam kejahatan perbankan di Bank Riau Kepri ini. Mereka adalah Pimpinan Cabang Pembantu Bagan Batu Kabupaten Rokan Hilir Nur Cahya Agung Nugraha, Pemimpin Cabang Tembilahan Mayjafri, serta Pemimpin Cabang Pembantu Senapelan Hefrizal.
Simak video pilihan berikut ini:
Tolak Eksepsi
Sebelumnya, majelis hakim menolak keinginan ketiga terdakwa lepas dari jeratan hukum. Hakim menolak keberatan atau eksepsi terdakwa terhadap dakwaan JPU karena sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Seperti diberitakan, ketiga terdakwa menerima uang dari PT RGM dengan jumlah bervariasi dan bernilai ratusan juta rupiah. Uang yang diterima petinggi bank yang tengah berkonversi menuju syariah ini diistilahkan sebagai kick back komisi asuransi.
Pemotongan ini dilakukan kepada setiap konsumen kredit di Bank Riau Kepri. Rata-rata merupakan pegawai negeri sipil yang wajib memiliki rekening di bank pelat merah itu.
Dalam setiap peminjaman, ada pemotongan dua kali. Pemotongan pertama ada 10 persen dan masuk sebagai pendapatan di bank tersebut.
Pemotongan kedua juga bernilai 10 persen dengan dalih biaya asuransi. Dari pemotongan ini, pimpinan cabang mendapatkan komisi dan dibuatkan ATM oleh pialang untuk pemakaian pribadi.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 49 ayat 2 huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Advertisement