Tersengat Kenaikan Harga CPO, Kinerja Emiten Sawit Moncer

Emiten produsen CPO mencatat pertumbuhan kinerja penjualan dan laba bersih selama semester I 2021. Bagaimana prospek semester II?

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Agu 2021, 19:11 WIB
Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah emiten produsen crude palm oil (CPO) mencatatkan kinerja yang moncer hingga semester I 2021. Penjualan produsen CPO meroket dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai, hal ini utama didorong kenaikan harga CPO.

Dalam catatannya, harga CPO internasional sejak pertengahan Juni 2021 telah meningkat dari RM 3.471 per ton menjadi RM 4.696 per ton hingga 17 Agustus 2021. Artinya harga CPO sudah tumbuh 35,2 persen dan tren reli harga CPO seiring pemulihan permintaan bahan baku di negara tujuan ekspor utama.

“Beberapa negara yang restart pemulihan ekonomi-nya cepat dari pandemi, seperti China menjadi faktor penting. Jadi wajar ketika ekonomi global mulai bergerak maka industri makanan minuman, kosmetik dan bahan bakar biodiesel butuh pasokan CPO lebih banyak dari Indonesia," kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (18/8/2021).

Namun demikian, Bhima mengatakan reli ini bisa saja tidak bertahan lama. Perkembangan COVID-19 dengan varian terbarunya dinilai masih akan menjadi kunci pergerakan harga CPO.

“Apakah rally ini akan berlanjut sampai akhir tahun, tergantung dari dampak varian delta covid-19 karena membuat beberapa negara kembali memberlakukan pembatasan sosial,” imbuh Bhima.

Dia menuturkan, gangguan dari sisi pasokan juga berisiko menurunkan harga CPO. Maka disarankan euforia booming CPO bisa direspons dengan mendorong peningkatan hilirisasi. Sehingga ekspor yang dihasilkan bisa bernilai tambah. Kemudian, sebagai antisipasi jika harga CPO mencapai titik jenuh, maka Bhima mengatakan daya serap di dalam negeri perlu didorong.

"Program B30 yang diinisiasi pemerintah misalnya, itu harus lebih dipercepat,” tandasnya.

Senada, Kepala Riset PT Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma beranggapan, kenaikan nilai penjualan lebih karena kenaikan harga CPO, bukan dari volumenya.

Prospek Semester II

Ia juga mengatakan, prospek emiten produsen CPO di semester kedua masih cukup menjanjikan. Namun, dari sisi harga CPO kemungkinan tidak akan setinggi saat ini.

"Kinerja terutama karena kenaikan harga CPO, bukan karena volume. Prospek di semester II-2021 harusnya masih bagus. Walau kita perkirakan harga mungkin nggak setinggi sekarang,” kata Suria.

Secara garis besar, Suria mengatakan seluruh emiten dari sektor ini menarik untuk dicermati. "Sebenarnya semua laggard dibandingkan kinerjanya. Semuanya menarik. Seperti LSIP dan AALI lebih besar, tapi umurnya mungkin lebih tua dibandingkan DSNG dan TAPG,” pungkasnya.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kinerja Emiten CPO

Ilustrasi Laporan Keuangan.Unsplash/Isaac Smith

PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)

Sepanjang paruh pertama tahun ini, Perseroan membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 10,83 triliun. Naik dibandingkan periode yang sama pada 2020 sebesar Rp 9,08 triliun.

Pendapatan tersebut berasal dari minyak sawit mentah dan turunannya yang menyumbang Rp 9,75 triliun. Naik dari periode yang sama pada 2020 sebesar Rp 8,44 triliun.

Sisanya, berasal dari penjualan inti sawit dan turunannya senilai Rp 1,01 triliun, naik hampir dua kali lipat dari Rp 563,53 miliar di semester I 2020.

Serta pendapatan lainnya sebesar Rp 71,78 miliar.Sejalan dengan kenaikan penjualan, Perseroan mencatatkan laba periode berjalan sebesar Rp 695,18 miliar, dari Rp 457,98 miliar pada semester I 2020.


PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT)

(Foto: Ilustrasi laporan keuangan. Dok Unsplash/Carlos Muza)

Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 1,36 triliun pada semester I 2021. Naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,22 triliun.

Pendapatan tersebut berasal dari minyak penjualan minyak kelapa sawit dan inti kernel yang mengalami kenaikan, masing-masing sebesar Rp 1,15 triliun dan Rp 137,03 miliar, dibandingkan semester I-2020 sebesar Rp 1,04 triliun dan Rp 90,29 miliar. Sementara dari tandan buah segar mengalami penurunan, dari Rp 91,11 miliar di semester I-2020 menjadi Rp 63,22 miliar di semester I-2021.

Kendati total pendapatan usaha mengalami kenaikan, Perseroan mencatatkan rugi periode berjalan yang jauh lebih besar dibandingkan periode yang sama di 2020. Yakni dari Rp 437,5 miliar menjadi Rp 1,67 triliun di semester I-2021. Hal itu disebabkan beban pokok penjualan yang naik menjadi Rp 1,12 triliun dari sebelumnya Rp 1,09 triliun.


PT PP London Sumatra Indonesia (LSIP)

(Foto: Ilustrasi laporan keuangan. Dok Unsplash/Lukas Blazek)

Pada semester pertama 2021, Perseroan mencatatkan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp 2,18 triliun. Naik dibandingkan Rp 1,57 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Rinciannya, dari penjualan minyak kelapa sawit sebesar Rp 1,69 triliun, naik. Inti sawit dan produk terkait Rp 354,66 miliar, karet Rp 83,23 miliar, dan pendapatan lainnya Rp 52,52 miliar.

Sejalan dengan itu, Perseroan membukukan laba periode berjalan yang naik signifikan dari Rp 91,74 miliar menjadi Rp 500,84 miliar di semester I-2021.


PT Mahkota Group Tbk (MGRO)

Ilustrasi laporan keuangan. (Photo by Serpstat from Pexels)

Perseroan mencatatkan pendapatan sebesar Rp 2,66 triliun pada semester I-2021, naik sekitar lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,29 triliun.

Rinciannya, pendapatan jasa dari pihak berelasi sebesar Rp 350 miliar. Pendapatan paling banyak berasal dari pihak ketiga, antara lain minyak sawit mentah dan turunannya sebesar Rp 2,38 triliun.

Inti sawit dan turunannya sebesar Rp 220,07 miliar, penjualan cangkang Rp 26,09 miliar, abu janjang Rp 4m17 miliar, dan penjualan lain-lain Rp 344,4 juta. Serta pendapatan jasa sewa tangki sebesar Rp 26,74 miliar.

Raihan itu membuat Perseroan berhasil membalikkan keadaan dengan mencatatkan laba bersih periode berjalan sebesar Rp 2,68 triliun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan rugi mencapai Rp 32,16 triliun.

 


PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP)

Ilustrasi Laporan Keuangan. Unsplash/Austin Distel

SIMP membukukan kinerja positif selama enam bulan pertama 2021. Hal ini didukung pertumbuhan penjualan dan laba bersih seiring kenaikan harga jual rata-rata (ASP) produk sawit dan minyak serta lemak nabati (EOF).

PT Salim Ivomas Pratama Tbk mencatat penjualan Rp 8,96 triliun pada semester I 2021. Realisasi penjualan itu tumbuh 30 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 6,87 triliun.

Hal itu didorong dari kenaikan harga jual rata-rata (ASP) produk sawit dan produk minyak dan lemak nabati (EOF) serta kenaikan volume penjualan produk EOF. ASP CPO dan PK masing-masing meningkat 26 persen year on year (yoy) dan 62 persen yoy.

Dari raihan itu, Perseroan mencatat laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk berbalik positif menjadi Rp 219 miliar pada semester I 2021 dari periode sama tahun sebelumnya rugi Rp 301 miliar. Hal ini disebabkan oleh kenaikan laba usaha dan penurunan beban keuangan yang sebagian diimbangi kenaikan beban pajak penghasilan.

 

 


PT SMART Tbk (SMAR)

Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sepanjang semester pertama 2021, Perseroan membukukan penjualan bersih Rp 23,79 triliun. Naik dibandingkan penjualan bersih pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 19,07 triliun.

Capaian tersebut didominasi penjualan penjualan domestik Rp 13,09 triliun. Rinciannya, penjualan produk kelapa sawit dan usaha lainnya untuk pihak berelasi sebesar Rp 3,47 triliun. Sisanya merupakan penjualan produk kelapa sawit dan usaha lainnya dari pihak ketiga sebesar Rp 9,62 triliun.

Sedangkan dari ekspor sebesar Rp 10,69 triliun. Rinciannya, penjualan produk kelapa sawit dan usaha lainnya untuk pihak berelasi Rp 7,92 triliun. Serta penjualan produk kelapa sawit dan usaha lainnya dari pihak ketiga sebesar Rp 2,78 triliun.

Dari raihan itu, Perseroan mencatatkan laba bersih periode berjalan yang naik signifikan menjadi Rp 1 triliun pada semester I-2021, dari Rp 11,2 miliar pada semester I-2020.

 


PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG)

Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perseroan mencatatkan penjualan yang naik tipis, dari Rp 2,46 triliun di semester I-2020 menjadi Rp 2,86 triliun pada semester I-2021. Rinciannya, penjualan minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit memiliki andil paling besar yakni Rp 2,80 triliun.

Kemudian penjualan tandan buah segar dan karet masing-masing sebesar Rp 39,53 miliar dan Rp 10,58 miliar. Kendati penjualan naik tipis, Perseroan mampu mencatatkan laba tahun berjalan yang cukup signifikan sebesar Rp 416,8 miliar dibandingkan Rp 112,6 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya