Liputan6.com, Jakarta Bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dikabarkan akan melakukan pengetatan kebijakan moneter (tapering off). Hal tersebut memberikan guncangan terhadap pasar dunia tak terkecuali Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya telah mengantisipasi tapering The Fed. Kondisi itu telah diantisipasi sejak Februari 2021.
Advertisement
"Kita sudah melakukan strategi untuk mengantisipasi tapering The Fed. Kita sudah mengantisipasi sejak Februari. Tapering Fed intinya kan akan menaikkan suku bunga, baik pasar maupun US treasury yield, esensinya itu," kata Perry, Jakarta, Kamis (19/8).
Perry mengatakan, pada Februari 2021 US treasury yield sudah naik karena ekspansi fiskal yang lebih besar. Tapering ini juga nanti akan meningkatkan US treasury pada akhirnya.
"Dan appetite atau preferensi investor global dalam melakukan portofolio investasi di AS dan negara-negara berkembang. Pada akhirnya itu akan mempengaruhi kita, tergantung seberapa jauh kita dapat mengelola perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri, yaitu terutama di investasi di portofolio, di yield SBN di dalam negeri," katanya.
Perry mengatakan, diperlukan upaya dan cara bagaimana Indonesia bisa menyeimbangkan antara pengaruh tapering dengan seberapa besar depresiasi dan seberapa besar penyesuaian di yield SBN.
"Ini sudah kita lakukan sejak awal tahun ini, baik di BI, bagaimana kita melakukan intervensi baik di spot, DNDF, maupun SBN di pasar sekunder dalam hal investor asing melepas SBN-nya," katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dibanding 2013
Perry melanjutkan, tapering yang akan dilakukan oleh The Fed tidak akan memberi dampak seperti yang terjadi 2013. Setidaknya ada tiga alasan utama. Pertama, The Fed memiliki komunikasi yang sangat jelas.
"The Fed mengkomunikasikan secara jelas kerangka kerja, kebijakannya seperti apa, perkiraan ekonomi seperti apa, khususnya inflasi, pengangguran, dan juga rencana taperingnya. Itu jelas dan sering dikemukakan," katanya.
Kedua, dalam mengelola pengeruh ini, Indonesia sudah mempunyai suatu kebijakan yang sudah kita praktikkan selama ini. Langkah itu cukup bisa dilakukan dengan kebijakan triple intervention, koordinasi BI dengan Kemenkeu dalam mengelola bagaimana perbedaan yield SBN dalam dan luar negeri itu tetap akan menarik bagi investor asing untuk membeli SBN.
"Ketiga, cadangan devisa kita yang relatif tinggi, 137,4, itu jauh lebih cukup untuk kita tetap melakukan stabilisasi," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement