Liputan6.com, Jakarta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengajak Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), berperan dalam pencapaian produksi minyak 1 juta barel pada 2030.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, sejalan dengan tren energi transisi, prosentase kontribusi migas terhadap jumlah energi yang dibutuhkan memang akan menurun dari 63 perseb pada 2020 menjadi 44 persen pada 2050.
Advertisement
Namun secara volume kebutuhan migas akan meningkat, dengan konsumsi minyak diperkirakan akan meningkat sebesar 139 persen dari saat ini yang sebesar 1,66 juta barel per hari (bph) menjadi 3,97 juta bph.
Sedangkan untuk konsumsi gas diperkirakan akan meningkat lebih besar lagi, dimana konsumsi gas saat ini yang sekitar 6,000 MMSCFD diperkirakan meningkat menjadi 26,112 MMSCFD di tahun 2050 atau meningkat sebesar 298 persen.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, industri hulu migas Indonesia telah berkomitmen untuk mengejar target produksi 1 juta barel per hari minyak (bph) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari gas (BSCFD) atau setara 3,2 juta barel setara minyak per hari pada tahun 2030, dengan terus meningkatkan dampak berganda dan memastikan keberlanjutan lingkungan.
"Hal ini kita lakukan bukan hanya agar kebutuhan energi yang dibutuhkan bangsa ini dapat semaksimal mungkin dipenuhi, namun juga memastikan dampaknya terhadap pertumbuhan pereekonomian nasional," kata Dwi, di Jakarta, Kamis (19/8/2021).
Dwi melanjutkan, untuk mencapai produksi minyak 1 juta bph dan 12 BSCFD tersebut, industri hulu migas diperkirakan dapat menarik investasi dengan total USD187 miliar, dengan proyeksi pendapatan negara sebesar USD 131 miliar.
Menurutnya, investasi adalah kunci untuk dapat menggerakkan potensi hulu migas. Pandemi Covid-19 telah memangkas investasi hulu migas di tahun 2020, secara global rata-rata sebesar 30 persen. Dalam hal ini, investasi hulu migas di Indonesia relatif lebih baik karena hanya menurun sekitar 22 persen. Untuk 2021 investasi hulu migas ditargetkan sebesar USD 12,39 miliar. Hal ini menunjukkan iklim investasi hulu migas di Indonesia dapat dijaga tetap kompetitif pada saat pandemi.
Era kompetisi industri hulu migas secara global diperkirakan akan semakin ketat. Portfolio proyek hulu migas tidak hanya akan ditandingkan dengan proyek hulu migas antar negara, namun juga dengan proyek dari energy lain seperti Energi Baru Terbarukan (EBT).
Untuk itu dibutuhkan dukungan daya saing lokal yang lebih kompetitif, termasuk didalamnya adalah peran yang lebih besar perbankan nasional dalam mendukung pembiayaan investasi hulu migas di Indonesia.
"Hal ini menjadi peluang bagi industri perbankan nasional, termasuk BUMN untuk mengambil bagian dalam pembiayaan industri hulu migas," ujar Dwi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Investasi Hulu
Dwi pun berharap, struktur investasi hulu migas yang memiliki jangka waktu proyek yang lama, dapat disikapi sektor perbankan nasional dengan menawarkan rate bunga yang lebih kompetitif dengan batas waktu yang berbeda dengan pinjaman komersial lain.
Sehingga bank nasional dapat bersaing dengan bank asing dalam pembiayaan proyek migas. Dimana Internal Rate Return (IRR) industri hulu migas minimal berada di kisaran 14 persen pada saat investasi awal. Bahkan beberapa blok migas yang sudah berproduksi seiring dengan ditemukannya sumur migas yang baru, sehingga IRR meningkat lebih tinggi dibandingkan saat investasi awal.
Dwi menambahkan, hal lain yang dapat disinergikan adalah terkait kesejahteraan dan fasilitas untuk karyawan hulu migas, dimana ini menjadi peluang untuk industri perbankan, antara lain berupa pembayaran gaji, pemberian fasilitas kredit, asuransi dan banyak hal lain yang terkait kebutuhan karyawan KKKS menjadi sinergi yang bisa dilakukan.
Untuk industri penunjang kegiatan hulu migas, potensi perbankan untuk masuk dalam kegiatan tersebut juga sangat besar. Industri penunjang migas membutuhkan modal pembiayaan yang cukup besar ketika akan bekerja. Hal ini menjadi peluang bagi perbankan nasional dalam mensupport industri pendukung tersebut. Termasuk juga kebijakan untuk membuat bank garansi saat proses pengadaan maupun sebagai jaminan pelaksana pekerjaan yang harus menggunakan bank nasional sebagai penjaminnya.
"Sesungguhnya Potensi-potensi diatas dapat disediakan oleh perbankan nasional, karena di tahun 2020 total penyaluran kredit perbankan nasional mencapai Rp 5.482,5 triliun, sedangkan Kebutuhan investasi hulu migas dengan kisaran USD 12 miliar atau sekitar 3 persen dari kemampuan pembiayaan perbankan nasional tersebut," imbuhnya.
Advertisement