Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) memperoleh opini disclaimer atau 'tidak menyatakan pendapat' dari Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis, & Rekan selaku auditor independen (firma anggota jaringan global PWC) atas laporan keuangan Perseroan 31 Desember 2020.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio menuturkan, ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi pemberian opini tersebut. Salah satunya mengenai kondisi keuangan Garuda Indonesia akibat pandemi COVID-19.
Advertisement
"Hal itu terutama karena situasi pandemi yang menekan liquidity operasi cashflow kita yang negatif, kemudian kerugian yang cukup sigbnifikan dan menyebabkan ekuitas negatif. Maka PWC memerlukan adanya suatu kepastian, bahwa Perseroan belum memperoleh dukungan penuh dari government yang memberikan signal bahwa perusahaan atau perseroan akan going concern di kemudian hari,” ujar Prasetio dala paparan publik, Kamis (19/8/2021).
Di sisi lain, Prasetio mengakui Pemerintah telah memberikan dukungan penuh terhadap maskapai pelat merah itu. Pada 2020, Perseroan telah memperoleh pinjaman NIA (National Interest Account) dari LPEI sebesar Rp 1 triliun.
“Kemudian restrukturisasi dari BUMN. Kemudian relaksasi dari pajak maupun lessor dan juga dari Himbara dan yang terakhir approval dari government melalui penyediaan OWK sampai dengan Rp 8,5 triliun yang dicairkan pada awal Februari 2021,” lanjutnya.
Pemerintah juga telah memberikan dukungan kepada Perseroan melalui pembentukan Project Management Office (PMO) oleh Kementerian BUMN untuk mengkaji beberapa opsiterkait restrukturisasi secara total. Baik operasi, keuangan, maupun bisnis Garuda Indonesia ke depan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kinerja 2020
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) hadapi tekanan seiring pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Perseroan mencatat penurunan pendapatan dan rugi melonjak pada 2020.
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatat pendapatan usaha USD 1,49 miliar atau sekitar Rp 21,62 triliun (asumsi kurs Rp 14.490 per dolar AS) pada 2020. Realisasi pendapatan turun 67,36 persen dari periode sama tahun sebelumnya USD 4,57 miliar atau sekitar Rp 66,23 triliun.
Rincian pendapatan itu antara lain penerbangan berjadwal turun 68,18 persen dari USD 3,77 miliar pada 2019 menjadi USD 1,20 miliar. Penerbangan tidak berjadwal merosot 69,09 persen menjadi USD 77,24 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 249,90 juta. Lainnya turun menjadi USD 214,41 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 549,33 juta.
PT Garuda Indonesia Tbk mampu menekan beban usaha pada 2020. Beban usaha susut 25,87 persen menjadi USD 3,30 miliar dari periode 2019 sebesar USD 4,45 miliar. Beban operasional penerbangan turun dari USD 2,54 miliar pada 2019 menjadi USD 1,65 miliar.
Beban bandara susut menjadi USD 184,97 juta pada 2020 dari USD 342,77 juta pada 2019. Beban operasional hotel turun menjadi USD 23,41 juta dari USD 31,98 juta. Beban operasional transportasi susut menjadi USD 20,20 juta pada 2020 dibandingkan 2019 sebesar USD 29,44 juta. Beban operasional jaringan susut menjadi USD 8,16 juta pada 2020 dari posisi 2019 sebesar USD 10,38 juta.
Di sisi lain, beban pemeliharaan dan perbaikan naik 36,63 persen menjadi USD 800,55 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 585,90 juta. Beban umum dan administrasi naik 40,10 persen menjadi USD 350,25 juta pada 2020. Pada 2019, beban umum dan administrasi perseroan tercatat USD 249,98 juta.
Rugi selisih kurs perseroan naik menjadi USD 35,24 juta pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 32,60 juta. Pendapatan lain-lain alami rugi USD 356,31 juta pada 2020 dari sebelumnya untung USD 12,99 juta.
Perseroan mencatat rugi usaha USD 2,20 miliar pada 2020 dari periode sama sebelumnya catatkan laba usaha USD 95,98 juta.
Dengan melihat kondisi itu, PT Garuda Indonesia Tbk mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melonjak signifikan menjadi USD 2,44 miliar atau sekitar Rp 35,40 triliun (asumsi kurs Rp 14.483 per dolar AS pada 2020. Pada periode sama tahun sebelumnya perseroan masih mencatat rugi USD 38,93 juta atau sekitar Rp 563,99 miliar.
Total liabilitas perseroan melonjak menjadi USD 12,73 miliar pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,87 miliar. Perseroan juga mencatat difisiensi ekuitas USD 1,94 miliar pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 582,57 juta.
Total aset perseroan tercatat naik menjadi UD 10,78 miliar pada 2020 dari periode 2019 sebesar USD 4,45 miliar. Perseroan kantongi kas dan setara kas USD 200,97 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 299,34 juta.
Advertisement