Liputan6.com, Jakarta - Adopsi global cryptocurrency atau uang kripto meningkat hingga 881 persen dibandingkan tahun lalu. Dari data yang dirilis Chainalysis, diketahui Vietnam, India dan Pakistan merupakan tiga negara teratas.
Seperti dilansir CNBC, Jumat (20/8/2021), ini merupakan tahun kedua perusahaan data blockchain merilis Indeks Adopsi Kripto Global, dan memberikan peringkat kepada 154 negara berdasarkan metrik.
Advertisement
Peringkat diberikan menurut volume perdagangan bursa peer-to-peer yang biasanya menguntungkan negara-negara maju dengan tingkat perdagangan yang tinggi.
Chainalysis mengatakan, tujuan indeks ini dibuat ialah menangkap adopsi kripto oleh orang biasa dan fokus pada kasus penggunaan yang terkait dengan transaksi dan tabungan individu.
Metrik ditimbang untuk memasukkan kekayaan rata-rata seseorang dan nilai uang secara umum di negara-negara tertentu. Sebagian besar dari 20 negara teratas adalah negara berkembang, termasuk Togo, Kolombia, dan Afghanistan.
Sementara itu, Amerika Serikat tergelincir dari tempat keenam ke kedelapan, dan China turun dari keempat menjadi peringkat 13.
Chainalysis menganggap meningkatnya tingkat adopsi di pasar negara berkembang karena beberapa faktor utama. Pertama, negara-negara antara lain Kenya, Nigeria, Vietnam, dan Venezuela memiliki volume transaksi yang besar pada platform peer-to-peer, atau P2P, jika disesuaikan dengan paritas daya beli per kapita dan populasi pengguna internet.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jalan Utama
Chainalysis juga melaporkan banyak penduduk menggunakan bursa cryptocurrency atau uang kripto P2P sebagai jalan utama. Mereka seringkali tidak memiliki akses ke pertukaran terpusat.
Laporan itu juga mengatakan, banyak penduduk negara-negara ini beralih ke cryptocurrency untuk melestarikan tabungan mereka dalam menghadapi devaluasi mata uang, serta untuk mengirim dan menerima pengiriman uang untuk melakukan transaksi bisnis.
Analis data peer-to-peer, Matt Ahlborg mengatakan, Vietnam adalah salah satu pasar teratas untuk Bitrefill, sebuah perusahaan yang membantu pelanggan hidup dengan cryptocurrency dengan membeli kartu hadiah menggunakan bitcoin.
“Vietnam menonjol bagi saya karena mendominasi indeks. Kami mendengar dari para ahli bahwa orang-orang di Vietnam memiliki sejarah perjudian, dan orang-orang muda yang paham teknologi tidak banyak berhubungan dengan dana mereka dalam hal berinvestasi dalam ETF tradisional, yang keduanya mendorong adopsi kripto," kata direktur penelitian Chainalysis, Kim Grauer.
Advertisement
Melihat Negara Lain
Nigeria adalah cerita yang berbeda, Grauer optimistis negara ini memiliki pasar komersial yang besar untuk crypto. Semakin banyak perdagangan dilakukan di rel uang kripto, termasuk perdagangan internasional dengan pihak lawan di China.
Negara-negara berperingkat teratas memiliki kesamaan lain, menurut analis data fintech yang berbasis di London, Boaz Sobrado, banyak yang memiliki kontrol modal atau populasi emigran dan imigran yang kuat. Afghanistan adalah sebuah negara yang saat ini dalam kekacauan karena penggulingan pemerintah oleh Taliban.
"Afghanistan di atas masuk akal dari sudut pandang kontrol modal, mengingat sulit untuk memindahkan uang masuk dan keluar,” kata Sobrado.
Koreksi paritas daya beli dan produk domestik bruto mungkin juga mendorong penempatannya, mengingat Afghanistan adalah salah satu negara termiskin di dunia. Analis mencatat, mengukur adopsi cryptocurrency di tingkat akar rumput tidaklah mudah.
“Metodologi ini memiliki blindspot yang sangat besar. Tidak seperti banyak negara lain, negara yang terkena sanksi tidak memiliki data yang baik dan jelas tentang pasar P2P," kata Sobrado.