Epidemiolog Unair: Surabaya Masih Zona Merah, Bukan Oranye

Windhu Purnomo menyebut, Kota Surabaya masih zona merah (risiko tinggi penyebaran virus corona atau Covid-19).

oleh Dian Kurniawan diperbarui 20 Agu 2021, 17:12 WIB
Warga menerima vaksin virus corona COVID-19 Sinovac di klinik vaksinasi massal darurat di lapangan sepak bola di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (6/7/2021). Indonesia tengah memerangi gelombang infeksi baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Liputan6.com, Surabaya - Pakar Epidemologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga Surabaya Windhu Purnomo menyebut, Kota Surabaya masih zona merah (risiko tinggi penyebaran virus corona atau Covid-19).

"Sedangkan jika merujuk pada peta risiko yang diupdate oleh Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional melalui laman www.covid19.go.id peta Surabaya masuk zona oranye (risiko sedang)," ujarnya, Kamis (19/8/2021).

Windhu mengatakan, berdasar hasil rapat koordinasi pemerintah pusat, bahwa perhitungan asesmen kini diubah sesuai ketentuan World Health Organization (WHO), yang sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini.

"Artinya asesmen yang dibuat oleh Bersatu Lawan Covid (BLC) yang menampilkan peta risiko sudah tidak digunakan, dan diganti dengan level asesemen yang dilakukan Kemenkes RI," ucapnya.

Jika mengacu pada BLC, lanjut Windhu, terdapat 14 indikator yang digunakan untuk menghitung situasi di masing-masing daerah.

"Di antaranya, penurunan jumlah kasus positif dan probable dalam minggu terakhir kurang lebih 50 persen dari puncak kasus, kemudian jumlah kasus aktif pada pekan terakhir kecil atau tidak ada," ujarnya.

"Kemudian penurunan jumlah meninggal kasus positif pada minggu terakhir sebesar kurang lebih 50 persen dari puncak, lalu penurunan jumlah meninggal kasus suspek pada minggu terakhir sebesar kurang lebih 50 persen dari puncak," ucap Windhu.

Selain itu, penurunan jumlah kasus positif yang dirawat di RS pada minggu terakhir sebesar kurang lebih 50 persen dari puncak, penurunan jumlah kasus suspek yang dirawat di RS pada minggu terakhir kurang lebih 50 persen dari puncak.

"Lalu presantasi kumulatif kasus sembuh dari seluruh kasus positif, kemudian insiden kumulatif kasus positif per 100 ribu penduduk, kemudian kecepatan laju insidensi per 100 ribu penduduk, serta angka kematian kasus positif per 100 ribu penduduk," ujarnya.

Windhu menjelaskan, perhitungan juga berdasar jumlah pemeriksaan sampel diagnosis mengikuti standar WHO (1 per 1.000 penduduk per minggu) pada level provinsi, kemudian positifity rate rendah (target kurang dari 5 persen sampel diagnosis positif dari seluruh kasus yang diperiksa) merujuk pada angka provinsi.

Kemudian rata-rata angka keterpakaian tempat tidur isolasi dalam satu minggu terakhir pada RS Rujukan Covid-19 cukup untuk menampung pasien Covid-19 di wilayah tersebut, serta rata-rata angkat keterpakaian tempat tidur intesif dalam 1 minggu terakhir pada RS Rujukan Covid-19 cukup untuk menampung pasien Covid-19 di wilayah tersebut.

Surabaya sekarang masih level 4 menurut asesmen situasi oleh Kemenkes. Sehingga, yang kita anggap oranye menggunakan ukuran lama itu harus kita tinggalkan. Bahkan Menko Marves sudah minta meninggalkan itu,” ungkap Windhu.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Perkuat 3 T

 

Untuk menekan angka penyebaran Covid-19 di Surabaya, Windhu menyarankan, pemerintah harus memperkuat upaya 3T (testing, tracing, dan treatment), kemudian menerapkan protokol kesehatan, serta mempercepat vaksinasi.

“Vaksinasi harus terus dipercepat mendekati 100 persen dari populasi, untuk perlindungan individu seluas mungkin," katanya.

Windhu juga mengingatkan jika vaksinasi tidak boleh menjadi pengganti/substitusi dari strategi utama penanganan wabah yaitu case finding dengan cara 3T, semassif mungkin sambil terus dilakukan pengendalian disiplin prokes 100 persen di masyarakat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya