Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, mempertanyakan target tingkat kemiskinan yang dicantumkan dalam RAPBN 2022 yang sebesar 8,5-9 persen.
"Kalau kita lihat di RAPBN 2022, target penurunan kemiskinan saya rasa yang saya susah mencernanya, terus terang," kata Faisal dalam sesi diskusi virtual, Jumat (20/8/2021).
Advertisement
Menurut pengamatannya, target tingkat kemiskinan tersebut bahkan terhitung lebih rendah dibanding masa-masa sebelum pandemi Covid-19.
"Ini sebelum pandemi pun kita tidak pernah serendah itu. Kita bisa melihat secara historis, data tingkat kemiskinan kita dari Maret dan September 2019, sebelum pandemi pun 9,2 (persen)," paparnya.
Faisal mencermati, tingkat kemiskinan di masa awal pandemi Covid-19 sempat naik hingga kisaran 10,19 persen. Lalu merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2021, angka kemiskinan baru turun tipis 10,14 persen.
"Jadi artinya apa yang mendasari target penurunan angka kemiskinan ini sampai jauh sekali lebih rendah dibanding kondisi sebelum pandemi, 8,5-9 persen? Berarti ada target penurunan lebih dari 1 persen," ungkapnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tak Masuk Akal
Di sisi lain, Faisal juga melihat target tingkat kemiskinan tersebut kurang masuk akal lantaran pemerintah sudah menurunkan alokasi anggaran perlindungan sosial di 2022.
Mengutip RAPBN 2022, pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial tahun depan sebesar Rp 427,5 triliun. Nilai tersebut turun 12,4 persen dari outlook anggaran perlindungan sosial di 2021 yang sebesar Rp 487,8 triliun.
"Ini apa programnya? Kalau dikatakan apakah karena pemerintah ingin mendorong perlindungan sosial, tapi kita lihat anggaran untuk PEN dan perlindungan sosial juga kurang," tegas Faisal.
Advertisement