Liputan6.com, Garut - Keprihatinan terhadap maraknya produk pertanian dan bahan pangan yang tidak ramah lingkungan mendesak pasangan Ustaz Ibang Lukman Nurdin dan Nisya Saadah Wargadipura, mendirikan pesantren ekologi, di Garut](4631478 ""), Jawa Barat.
Mendirikan pesantren alam Ath-Thaariq di Kampung Cimurugul, Desa Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul, Garut sejak 2008 lalu, Ibang dan istri terus mengampanyekan sistem pertanian agro ekologi.
Baca Juga
Advertisement
Sistem ini dinilai efektif untuk menangkal meluasnya sistem ekonomi revolusi hijau yang sarat kimia, sehingga akhirnya mampu kembali ke alam menjaga kelestarian ekosistem.
Ibang mengatakan, kemunculan ragam penyakit mematikan dan membahayakan bagi tubuh manusia saat ini, tidak lepas dari buruknya pola asupan gizi serta nutrisi yang sarat berbahan kimia.
“Kita mengonsumsi makanan yang instan yang tak memberikan suplemen terbaik bagi kondisi tubuh,” ujar dia, Sabtu (21/8/2021).
Menurutnya, revolusi hijau yang digulirkan masyarakat modern setelah revolusi industri berlangsung, secara tidak langsung mengubah pola tanam masyarakat.
Selain mahal, pangan yang dihasilkan dinilai tidak aman dan rentan memicu penyakit untuk manusia.
“Karena pupuk yang digunakan adalah kimia, setiap makanan yang dihasilkannya pun tentu berbeda, selain nilai nutrisinya yang berkurang, makanannya juga tidak sehat,” kata dia mengingatkan.
Menggunakan pesantren sebagai sarana pendidikan, Ibang dan istri menawarkan konsep sistem pertanian agro ekologi, untuk kembali ke alam.
“Indikator atau cirinya pasti dia menggunakan pupuk yang ramah lingkungan, kalau pupuk yang ramah lingkungan dampaknya adalah makanan itu akan sehat,” ujarnya.
Selain mendapatkan bimbingan pendidikan agama, selama mondok di pesantren ekologi tersebut, seluruh santri diajari bagaimana bertani dan berwirausaha dengan mengoptimalkan lahan, tanpa merusaknya menggunakan bahan kimia.
Kemudian seluruh bahan yang digunakan, mulai bibit, kemudian nutrisi atau pupuk, hingga pola tanam yang akan dilakukan santri, dipola tanpa harus merusak ekosistem alam sekitar.
“Di pesantren kami ada istilahnya revolusi meja makan, yakni kita menghadirkan makanan yang sehat bagi tubuh, karena tidak memberikan racun bagi tubuh,” kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ancaman Makanan Cepat Saji
Ibang menyatakan, saat ini mayoritas makanan yang disajikan dari alam lebih banyak mengandung bahan kimia, selain berbahaya bagi tubuh, juga menyebabkan kerusakan ekosistem lingkungan.
“Ketika makanan itu dimakan, tubuh sakit, tubuh akan rentan datangnya penyakit, sebab makanan yang dimakan juga tidak sehat,” ungkap dia.
Ia mencontohkan bejibunnya makanan cepat saji dan minuman berkarbonasi tidak memberikan nilai kesehatan bagi tubuh, sehingga rentan terhadap datangnya penyakit.
“Ketika dimakan dampaknya akan luar biasa terhadap tubuh dalam waktu yang panjang,” kata dia.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan makanan yang dikelola secara alami melalui alam, tanpa melibatkan unsur kimia dalam proses pertaniannya. “Alam itu memberikan nutrisi yang istimewa bagi tanaman sehingga sangat bermanfaat bagi tubuh,” kata dia.
Ia mencontohkan daun tanaman binahong, kemudian daun tanaman ‘sambung nyawa’, ginseng, krokot hingga daun singkong jika dikonsumsi secara rutin, memberikan efek positif bagi tubuh.
“Manfaatnya tidak hanya memberikan nutrisi yang luar biasa dalam meningkatkan imun, kemudian menjaga kesehatan seperti mencegah kanker, menjaga tubuh agar dia tidak tumbuh darah tinggi dan sebagainya,” kata dia.
Tidak hanya itu, sistem pertanian agro ekologi mengajak masyarakat untuk membiasakan mengolah lahan secara optimal, meskipun luasan lahan yang tidak seberapa.
“Bisa pakai kantong kecil bekas rinso, atau bekas apa segala macam, tanpa menggunakan media yang besar,” ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement