Melihat Ekonomi Digital dari Kacamata Dirut Bukalapak

Dirut Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan, kendati saat ini tren bisnis mengarah pada digital, tetapi masih ada ruang gerak bagi bisnis offline.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 21 Agu 2021, 20:20 WIB
Bukalapak akhirnya melantai dengan kode BUKA di BEI. (Ist.)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tengah memasuki fase ekonomi baru yang berbasis digital. Meski di negara maju antara lain Amerika Serikat (AS) dan China aktivitas ekonomi yang berbasis teknologi bukanlah hal baru.

Melainkan memang telah menjadi kesatuan dalam ekonomi negara tersebut saat ini. Direktur Utama PT Bukalapak.com (BUKA) Rachmat Kaimuddin mengatakan, kendati saat ini tren bisnis mengarah pada digital, ia melihat masih ada ruang gerak bagi bisnis offline.

“Mungkin ini bukan new economy, ini adalah be economy. Saya enggak mikir bahwa dari offline akan jadi online semua. Saya berpendapat online dan offline akan bergabung. Keduanya jadi sama pentingnya,” kata Rachmat dalam InvestEdTalk Episode Perdana yang tayang di laman Instagram @pandusjahrir, ditulis Sabtu (21/8/2021).

Sedikit kilas balik, pada 2019, Rachmat mengatakan orang-orang mungkin memulai bisnis offline lebih layak. Namun saat itu beberapa pihak termasuk Bukalapak berusaha membangun kesadaran publik mengenai bisnis online. Alhasil, saat ada pandemi Indonesia setidaknya sudah memiliki infrastruktur digital.

"Jadi ke depan, begitu selesai (pandemi), saya pikir berapapun lamanya pandemi, orang mulai tahu juga ini ada cara untuk  usaha lewat ekonomi digital (online),” imbuh Rachmat.

Rachmat menilai kehadiran bisnis online ini tidak akan menggerus pelaku atau model bisnis offline. Lantaran, manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk merasakan sensasi yang ditangkap langsung oleh indera. Hal ini hanya dapat diperoleh dari pengalaman offline.

"Manusia punya indera, pengen juga live experience di offline. Jadi enggak semua akan online. Punya keduanya akan melengkapi untuk pertumbuhannya lebih pesat,” kata dia.

Namun demikian, Rachmat menekankan perlunya untuk mencermati perkembangan yang terjadi saat ini, guna melahirkan inovasi baru. Menurut dia, ketimbang hanya jadi pengguna teknologi asing, akan jauh lebih baik jika Indonesia mampu memproduksi teknologi itu sendiri.

"Dalam pengembangan infrastruktur dan produk ini kita juga harus berpikir bukan hanya sebagai pengguna atau konsumen saja. Ke depan, kita harus persiapkan orang-orang kita untuk jadi inovator. Supaya produk yang saat ini kita pakai dari luar, paling tidak nanti ada versi Indonesia,” pungkasnya.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Indonesia Emas 2045

Presiden Direktur Bukalapak, Rachmat Kaimuddin (Dok: Istimewa)

Indonesia pada 2045 digadang akan jadi momentum bersejarah. Pada saat itu, Indonesia genap berusia 100 tahun alias satu abad. Di saat bersamaan, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi dengan jumlah penduduk produktif dominan.

Adapun rata-rata usia produktif di kisaran 15 sampai dengan 64 tahun. Artinya, bonus demografis yang dimaksud juga akan melibatkan generasi milenial dan generasi-Z (Gen Z) di masa sekarang.

Melihat potensi dan fasilitas yang dimiliki generasi milenial dan Gen Z saat ini, Rachmat Kaimuddin menilai cita-cita Indonesia 2045 akan sangat mungkin terwujud.

“Kita bisa lihat, harapan kita di 2045, atau apapun cita-cita kemerdekaan atau cita-cita Indonesia emas bisa tercapai.. Indonesia potensinya besar sekali. Indonesia kaya sekali,” kata Rahmat dalam InvestEdTalk Episode Perdana yang tayang di laman Instagram @pandusjahrir.

Rahmat mengatakan, Indonesia saat ini sedang dalam persimpangan, hendak dibawa kemana bonus demografi ini. Seperti diketahui, generasi milenial dan Gen Z merupakan generasi yang melek teknologi. Hal itu mendorong ekosistem ekonomi digital di dalam negeri. Namun, perkembangannya tergantung pada upaya regulator terkait untuk mengakomodasi tren ini.

“Yang menarik, Indonesia ada dalam masa transisi. Kita lagi di persimpangan. Kita mau jadi negara yang gede atau kalau salah langkah, bonus demografinya hilang, resources nya habis... Ini tugas kita sama-sama,” kata dia.


Kuasai Teknologi

Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital. Kredit: Nattanan Kanchanaprat via Pixabay

Setelah melalui perjuangan panjang dalam merebut kemerdekaan, Soekarno - Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 untuk mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Merujuk laman resmi Bappenas, Dalam mewujudkan impian tersebut disusun Visi Indonesia Tahun 2045 dengan empat pilar, yaitu: (1) Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (2) Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, (3) Pemerataan Pembangunan, serta (4) Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan.

Rahmat menilai, pencetus bangsa ini sudah sangat bijak dalam merumuskan cita-cita tersebut. Selanjutnya, bagaimana generasi penerus merealisasikannya. Dalam hal ini, Rahmat menekankan pada satu poin, yaitu persatuan.

“Founding fathers kita sangat bijak. Dalam pembukaan UUD 1945 tertulis; merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Merdeka, sudah. Bersatu, nah ini belum,”

Kalau mau merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, bersatu dulu,” imbuhnya.

Untuk makmur, lanjut Rahmat, Indonesia harus bisa menguasai teknologi dan jadi tuan rumah di negeri sendiri. Termasuk mendukung ekosistem yang berkaitan dengan teknologi tersebut. “Ke depan harapannya bisa adil dan makmur, kuasai teknologi dan jadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata dia.

 


Melibatkan UMKM

Perajin menyelesaikan pembuatan pot tanaman hias di Pondok Aren, Tangerang, Banten, Minggu (1/8/2021). Akumindo menilai perpanjangan PPKM akan membuat pelaku UMKM semakin tertekan dan diperkirakan mengalami penurunan omzet sebesar 70 hingga 80 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagai gambaran, Rahmat menyebutkan ekosistem e-commerce yang banyak melibatkan UMKM. Untuk menjaga ekosistem yang mengemban hajat hidup orang banyak itu, Rahmat mengatakan perlu dukungan dari berbagai pihak.

"Ini waktunya bersatu, dalam artian saling support. Keberpihakan terhadap usaha kita, UMKM. Sesekali coba bei produknya. Mungkin brandnya kurang keren, tapi kalau gak dibeli, mereka nggak dapet pasar,” “Saya selalu optimis. Tapi tugas kita juga agak berat untuk itu,” ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya