Solo - Setelah penguasa Mangkunegaran Solo, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro IX wafat, Jumat (13/8/2021) lalu, publik pun bertanya-tanya siapakah yang akan menggantikan posisinya.
Penerus Mangkunagoro IX akan ditentukan melalui musyawarah keluarga Pura Mangkunegaran.
Saat ini ada dua nama besar yang diperkirakan menjadi calon penguasa tersebut, yakni G.P.H. Paundrakarna Jiwo Suryonegara atau Paundra dan G.P.H. Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo.
Baca Juga
Advertisement
Paundra merupakan putra pertama dari pernikahan Mangkunagoro IX dengan Sukmawati Soekarnoputri. Dalam perjalanan berikutnya pasangan ini bercerai. Paundra juga lahir saat Mangkunagoro IX belum jumeneng alias masih menjadi pangeran.
Sedangkan Bhre terlahir dari pernikahan Mangkunagoro IX dengan Prisca Marina Yogi Supardi yang dinobatkan sebagai permaisuri. Budayawan sekaligus pengamat budaya Soloraya, Surojo, mengatakan musyawarah keluarga Mangkunegaran menjadi penentunya.
“Adatnya memang anak laki-laki dari permaisuri [Bhre]. Musyawarah keluarga ini yang akan menentukan,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (21/8/2021).
Namun Surojo mengatakan pembicaraan tentang suksesi ini kemungkinan baru dilakukan setidaknya setelah 40 hari wafatnya Mangkunagoro IX. “Kalau Jawa kan tidak etis membicarakan ini kalau belum 40 hari. Apalagi sekarang masih dalam masa berkabung,” imbuhnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Wasiat
Di sisi lain, Surojo mengatakan ada kondisi lain yang dapat menentukan penguasa Mangkunegaran, yakni wasiat Mangkunagoro IX. Menurutnya, jika ternyata Mangkunagoro IX meninggalkan wasiat tentang penggantinya, maka wasiat inilah yang akan dijalankan.
“Kalau ada wasiat kan itu yang dijalankan. Sedangkan kalau tidak ada wasiat, kembali kepada musyawarah keluarga,” ulangnya.
Surojo juga menyoroti keberadaan punggawa baku dalam komposisi keluarga Mangkunegaran yang akan memusyawarahkan pergantian kekuasaan ini.
Menurutnya, punggawa baku juga dianggap sebagai keluarga oleh Mangkunagoro I, sehingga saat itu mereka juga dilibatkan di dalam pengambilan keputusan-keputusan.
“40 orang tim sukses Mangkunegara I, yaitu punggawa baku dulu dianggap keluarga karena mereka berjasa sekali terhadap Mangkunagoro I. Tapi memang ketika Mangkunegaran terbentuk, mereka [para punggawa baku] menarik diri pulang ke daerah masing-masing ada yang ke Kendal, Semarang, Klaten, Boyolali dan sebagainya. Artinya mereka tidak menjadi pejabat di kadipaten [Mangkunegaran],” ujarnya.
Meski demikian, Surojo menilai para keturunan punggawa baku ini dilibatkan dalam komposisi keluarga untuk menentukan penerus Mangkunagoro IX, musyawarah akan menjadi ribet. Mereka sudah tersebar di berbagai tempat dan sulit memastikan garis keturunannya.
“Kalau keturunan kerajaan kan ada kekancingan atau pikukuh, kalau punggawa baku ini tidak ada. Jadi sulit melacak legalitas mereka. Belum lagi nanti ada yang mengaku-ngaku keturunan punggawa baku,” ujarnya.
Dapatkan berita Solopos.com lainnya, di sini:
Advertisement