Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan secara mendasar akan mengubah dunia kedokteran dan perawatan kesehatan. Itu mencakup antara lain pengolahan data pasien diagnostik seperti EKG, EEG atau sinar-X yang dapat dianalisis dengan bantuan Machine Learning.
Pendekatan ini diharapkan dapat mendeteksi penyakit pada tahap sangat awal berdasarkan perubahan yang tidak kentara. Namun, menanamkan kecerdasan buatan di dalam tubuh manusia masih menjadi tantangan teknis utama.
Para peneliti di TU Dresden kini telah berhasil mengembangkan platform kecerdasan buatan implan biokompatibel untuk pertama kalinya yang mengklasifikasikan pola sehat dan pola patologis secara real-time dalam sinyal biologis seperti detak jantung.
Baca Juga
Advertisement
Platform ini dapat mendeteksi perubahan patologis bahkan tanpa pengawasan medis. Hasil penelitian tersebut kini telah dipublikasikan dalam makalah di jurnal Science Advances.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Karl Leo, Dr. Hans Kleemann dan Matteo Cucchi mendemonstrasikan pendekatan untuk klasifikasi real-time dari sinyal biologis sehat dan patologis berdasarkan chip kecerdasan buatan yang biokompatibel. Mereka menggunakan jaringan serat berbasis polimer yang secara struktural menyerupai otak manusia dan memungkinkan prinsip AI neuromorfik dari komputasi reservoir.
Susunan acak serat polimer membentuk apa yang disebut "jaringan berulang" (recurrent network), yang memungkinkan memproses data sejalan dengan otak manusia.
Nonlinieritas jaringan ini memungkinkan untuk memperkuat perubahan sinyal biologis terkecil sekalipun, yang dalam kasus detak jantung, sering kali sulit untuk dievaluasi oleh dokter. Namun, transformasi nonlinier menggunakan jaringan polimer memungkinkan hal ini.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hasil Uji Coba
Dalam uji coba, AI mampu membedakan antara detak jantung sehat dari tiga aritmia umum dengan tingkat akurasi 88 persen. Dalam prosesnya, jaringan polimer mengkonsumsi lebih sedikit energi daripada alat pacu jantung.
Penerapan potensial untuk sistem AI implan sangat beragam. Misalnya, sistem ini dapat digunakan untuk memantau aritmia jantung atau komplikasi setelah operasi dan melaporkannya ke dokter dan pasien melalui ponsel cerdas, sehingga memungkinkan bantuan medis secara cepat.
"Visi untuk menggabungkan elektronik modern dengan biologi telah berkembang jauh dalam beberapa tahun terakhir dengan pengembangan yang disebut konduktor campuran organik,” ujar Matteo Cucchi, kandidat PhD dan penulis utama makalah ini, dikutip dari Eurekalert, Senin (23/8/2020).
Advertisement
Buka Jalan untuk Pengembangan Lebih Lanjut
Namun sejauh ini, kata Cucchi, keberhasilannya masih terbatas pada komponen elektronik sederhana seperti sinapsis atau sensor individu. "Menyelesaikan tugas yang kompleks sejauh ini tidak mungkin. Dalam penelitian kami, kami sekarang telah mengambil langkah penting untuk mewujudkan visi ini," tutur Cucchi.
Dengan memanfaatkan kekuatan komputasi neuromorfik, seperti komputasi reservoir yang digunakan di sini, kami telah berhasil tidak hanya menyelesaikan tugas klasifikasi kompleks secara real time, tetapi kami juga berpotensi dapat melakukan ini di dalam tubuh manusia.
Pendekatan ini diyakini akan membuka jalan untuk pengembangan kecerdasan lebih lanjut di masa depan
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Advertisement