HEADLINE: Klaim Jakarta Masuk Zona Hijau dan Penuhi Kekebalan Komunal, Indikatornya?

Setelah nyaris limbung dihantam badai varian Delta, Pemprov DKI perlahan mulai bangkit. Penanganannya pun berangsur membaik bahkan kini diklaim masuk zona hijau. Benarkah?

oleh Benedikta DesideriaAdy AnugrahadiIka DefiantiLizsa EgehamAde Nasihudin Al Ansori diperbarui 24 Agu 2021, 14:19 WIB
Warga berolahraga di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (19/8/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengizinkan warga berolahraga di ruang terbuka selama perpanjangan PPKM Level 4 hingga 23 Agustus 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah nyaris limbung dihantam badai varian Delta, Pemprov DKI perlahan mulai bangkit. Penanganan covid-19 di Ibu Kota tersebut kini terus menunjukkan tren perbaikan.

Kasus covid-19 yang sempat tembus 113 ribu pada 16 Juli 2021, kini turun di bawah 10 ribu. Pun rumah sakit yang diserbu pasien pada Juni-Juli lalu. Saat ini jumlahnya sudah berkurang. Tak ada lagi pasien yang dirawat di selasar-selasar. Bahkan tenda darurat di sejumlah rumah sakit telah dibongkar.

Melihat hasil baik ini, Jakarta kemudian diklaim telah memasuki zona hijau. Hanya tiga RT yang masih menyandang status zona merah. "Alhamdulillah Jakarta sudah masuk zona hijau," kata Wagub DKI Riza Patria di kawasan Jakarta Selatan, Minggu 22 Agustus 2021.

Pernyataan Riza tersebut disesalkan para pakar dan pemerhati penanganan covid-19. Ungkapan ini dianggapnya dapat berpotensi menimbulkan sikap lengah masyarakat atas wabah yang masih mengamuk.

"Enggak ada istilah zona hijau. Zona itu wilayah berdasarkan administratif, padahal virus itu tidak bisa dibatasi menurut wilayah administratif. Tergantung mobilitas dan aktivitas penduduk. Wakil Gubernur masih gunakan konsep (lama), mungkin enggak di-update sama anak buahnya," kata Epidemiolog UI Pandu Riono saat dihubungi Liputan6.com, Senin (23/8/2021).

"Di Jakarta, covid-19 masih belum terkendali. Masih jauh," dia menegaskan.

Pandu juga menilai, kekebalan komunal atau herd immunity yang diklaim Wagub DKI sudah terbentuk di Jakarta adalah tidak benar. Menurutnya, kekebalan komunal merupakan konsep lama yang saat ini sudah tidak digunakan.

"Belum lah, beliau salah mengerti konsep herd imunnity, beliau salah paham. Dia hanya melihat definisi lama bahwa kalau sudah 70 persen penduduk sudah divaksinasi sudah tercapai herd immunity padahal sudah enggak lagi, sudah lama ditinggal. Pak (Menko Manivest) Luhut sudah nerima," jelas Pandu.

Dia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk tetap menerapkan PPKM hingga pandemi ini selesai. Namun levelnya saja yang dinaikkan atau diturunkan.

"Sebenarnya (PPKM di DKI) sudah dilonggarkan. Namanya level 4 tapi dimodifikasi misalnya mal dibuka 25 persen, kemungkinan modifikasinya kalau sampai level 3 itu 50 persen. Nah itu sangat berisiko tinggi. Jadi Pemprov DKI enggak boleh senang, malah harus lebih waspada," katanya.

Agar hasil kerja keras Pemprov DKI dalam menurunkan kasus covid-19 ini tetap terjaga, Ia memintanya agar tetap waspada. Terutama dalam memutuskan kebijakan terkait pelonggaran kegiatan masyarakat.

"Harus dua kali lebih waspada ketika diizinkan masyarakat melakukan kegiatan," ujar dia.

Hal senada disampaikan Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono. Dia menyebut ada tiga indikator suatu daerah itu disebut zona hijau.

"Tiga indikator itu bisa dilihat dari sisi epidemiologinya, surveillance, juga pelayanan kesehatan," ucap dia kepada Liputan6.com, Senin (23/8/2021).

Menurut Miko, seharusnya Pemprov DKI tidak menggunakan istilah zona hijau dalam menentukan daerah risiko covid-19. Sebab terminologi tersebut sudah tidak tepat lagi digunakan.

"Seharusnya zonasi tidak dipakai lagi. Harusnya dinilai, apakah wabah atau sudah endemi," katanya.

Karena itu, dia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk tidak terburu-buru menetapkan suatu zona tersebut minim risiko covid-19. Kendati saat ini penanganan covid-19 sudah bagus dibanding wilayah lain.

"Kapasitas respons DKI bagus, makanya mau hijau mau kuning tak peduli, tetapi DKI Jakarta masih wabah," Miko menegaskan.

"Jangan cepat-cepat keburu mau buka pembebasan sosialnya. Ini Jakarta kelihatannya terburu buru gitu, tidak berpikir tentang rakyatnya. Ingat, udah ribuan (yang dimakamkan). Jangan lupakan itu. Banyak anak yang yatim karena covid-19," ujarnya.

Miko menilai saat ini pandemi covid-19 masih belum dapat dikendalikan. Virus tersebut masih beringas menyerang sejumlah wilayah, termasuk Jakarta.

"Sekarang masih wabah, masih belum terkendali. Kalau sudah jadi endemi, baru terkendali," ujar dia.

Sementara itu, Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito menuturkan, berdasarkan hasil analisis data yang bersumber dari Kemenkes, Satgas COVID-19 memantau bahwa 5 kota di DKI Jakarta yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan masih berada dalam zona oranye.

"Sedangkan Kepulauan Seribu adalah satu-satunya daerah dengan zona kuning," kata Wiku kepada Liputan6.com, Senin (23/8/2021).

Infografis Klaim Zona Hijau dan Kekebalan Komunal di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)

Sementara itu Co-Founder Kawal Covid-19, Erlina Ciptadi mempertanyakan dasar Pemprov yang menyebut DKI Jakarta sudah memasuki zona hijau. Sebab hal ini bertentangan dengan status yang disandangnya.

"Jadi dasarnya ngomong zona hijau dari mana? Lagi kontradiksi juga. ngomongnya zona hijau, tapi PPKM level 4. Logikanya, masa zona hijau PPKM-nya level 4," kata Erlina saat dihubungi Liputan6.com, Senin (23/8/2021).

Dia menjelaskan, ada beberapa aturan yang menjadi syarat suatu wilayah masuk zona hijau. Misalnya, dilihat dari perkembangan kasus, positivity rate, kemampuan test, kemampuan tracing, bor rumah sakit, juga tingkat kematian.

"Yang sebenarnya cukup banyak kategori itu, DKI itu sudah membaik. Memang sudah membaik. Positivity rate-nya itu kemarin sudah mendekati 5 persen. Which is bagus banget, enggak ada daerah lain di Indonesia seperti itu. Bor rumah sakit sudah turun jauh," jelas dia.

Kendati demikian, prestasi-prestasi itu bukan berarti DKI Jakarta disebut aman dari bahaya virus covid-19. Karenanya ungkapan zona hijau tersebut dinilai bisa membahayakan.

"Perbaikan ada, jelas banget di DKI itu. Tetapi apakah sudah bisa dibilang dengan pemilihan kata hijau, aman, atau terkendali, kita merasa datanya itu belum sampai ke situ," ujar Erlina.

Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam penanganan Covid-19 ini. DKI harus terus menggalakkan tracing, menggenjot vaksinasi, juga mengurangi angka kematian.

"Sekarang kuncinya adalah gimana supaya kita tidak terlalu cepat melonggarkan, juga jangan terlalu cepat melonggarkan kewaspadaan kita masing masing," ujar dia.

Erlina pun meminta Pemprov DKI tetap mengkomunikasikan bahaya virus covid-19 kepada masyarakat. Karena kendati perkembangan penanganan sudah semakin membaik, namun pandemi ini masih belum terkendali.

"Kita nggak mau kejadian Juni kemarin terjadi lagi. Kuncinya sekarang, mau terkendali sampai kayak apapun, masker tetap dipakai, jaga jarak tetap harus dilakukan, divaksin maupun tidak, testing jangan dikendorin," ujar dia.

Selain itu, saat ini merupakan momentum tepat bagi Pemprov DKI Jakarta untuk menganistipasi puncak wabah berikutnya. Persiapan itu dilakukan di tengah rumah sakit yang tidak banyak pasien.

"Sudah 1,5 tahun (wabah) bisa dong mengantisipasi kapan wabah berikutnya datang. Libur berikutnya yang lumayan panjang kapan, akhir tahun kan..!? Jadi belajar dari pengalaman kemarin, apa yang kita lakukan lebih baik lagi untuk mencegah pada Januari 2022 itu terulang lagi di Jakarta," ujar dia.

Persiapan-persiapan yang bisa dilakukan tersebut, lanjut Erlina, meliputi jumlah obat juga fasilitas tempat tidur yang disediakan secara ekstra. Semua alat dan perlengkapan tersebut bisa diletakkan di fasilitas-fasilitas kesehatan Jakarta.

"Fluktuasi kasus naik turun itu pasti, akan selalu ada. Apalagi DKI dikeliling daerah yang kondisinya belum sebaik Jakarta. Mobilitas antardaerah itu tinggi," ujarnya.

Sementara itu Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, bahwa status hijau, kuning, oranye, merah adalah soal status level epidemiologi pandemi.

Hal ini dapat dilihat dari SK Menteri Kesehatan tanggal 30 Juni tahun 2021. Dalam SK tersebut sudah ada angka-angka yang mengatur suatu wilayah masuk zona hijau, kuning, oranye, atau merah.

Namun, untuk Jakarta sendiri ia tidak bisa memberi keterangan apakah memang masuk zona hijau COVID-19 atau zona lainnya.

“Masalahnya kan saya tidak punya angkanya. Yang selalu ada angka di media kan angka nasional. Saya enggak tahu angka per provinsi itu berapa. Tapi itu mungkin, kalau ada angkanya tinggal dimasukkan ke rumusnya saja,” ujar Tjandra kepada Health Liputan6.com Senin (23/8/2021).

“Belum bisa diputuskan oleh saya karena saya tidak punya angkanya, tapi bagi yang punya angkanya tentu mereka bisa masukkan dalam perhitungannya.”

Tjandra turut menjelaskan bahwa perhitungan untuk menentukan herd immunity memiliki rumus tersendiri. Untuk menentukan herd immunity benar atau tidak, ia membutuhkan angka termasuk data terkait efikasi vaksin yang digunakan. Mengingat, herd immunity ini salah satunya dipengaruhi oleh efikasi vaksin.

Terlepas dari hal itu, Tjandra mengingatkan ada tiga hal yang perlu diperkuat dalam penanganan COVID-19 di masa sekarang.

Ia mengakui bahwa ada penurunan kasus positif, tapi kasus meninggal masih tinggi. Maka itu yang perlu dikuatkan adalah menurunkan angka kematian.

"Kemudian peningkatan jumlah tes hingga target 400 ribu, 17 Agustus lalu jumlah tes malah turun," katanya.

"Selanjutnya, menemukan 15 orang dari setiap kasus. Ini belum terwujud sampai sekarang. Jadi itu harus diwujudkan," pungkasnya.

 


Belajar dari Amerika

Warga beraktivitas di luar rumah saat PPKM level 3 di kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (21/8/2021). Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan, Jakarta sudah keluar dari zona merah setelah satu setengah bulan angka COVID-19 tinggi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Epidemiolog Dicky Budiman mengapresiasi capaian DKI Jakarta yang sudah memvaksinasi warganya. Yakni sudah 9,3 juta orang dengan dosis pertama dan 4,7 dosis kedua dengan 40 persen penerima berasal dari luar DKI.

Meski begitu, Peneliti dari Griffith University Australia menyebut bahwa warga di wilayah DKI Jakarta belum aman terhadap paparan COVID-19.

Dicky mengatakan, perlu melihat kondisi negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu mencapai setengah warga sudah vaksinasi. Dari pengamatan yang ada, tetap saja di negara-negara tersebut masih terjadi penularan dan ada kasus kematian karena infeksi virus SARS-CoV-2.

"Kita harus belajar dari Isreal dan Amerika Serikat yang cakupan vaksinasi sudah lama dan melebihi setengah penduduk dengan vaksin yang efektivitasnya lebih tinggi terhadap varian Delta pun kondisinya enggak aman," kata Dicky lewat pesan suara kepada Health Liputan6.com pada Senin, 23 Agustus 2021.

 "Ini berarti cakupan vaksinasi yang tinggi tidak bisa meredam secara efektif penyebaran varian Delta. Dan kasus kematian tetap tinggi terutama pada mereka yang belum divaksin," Dicky menambahkan.

Di negara-negara tersebut juga dilaporkan bahwa masih ada orang yang sudah divaksin juga ada yang terinfeksi infeksi virus Corona meski jumlahnya sedikit. Aspek lain adalah bahwa orang yang sudah disuntik vaksin penuh tetap bisa menularkan COVID-19.

Dengan berkaca dari negara lain yang jumlah populasi divaksin COVID-19 sudah lebih dari setengah warga dan menggunakan efektivitas tinggi tapi penularan dan kematian masih ada, Dicky mengatakan bahwa herd immunity atau kekebalan komunal terhadap COVID-19 masih amat jauh dan mendekati agak mustahil.

"Tapi kalau bicara herd immunity itu selain enggak tahu, belum jelas, dan masih panjang ya, bahkan epidemiolog dunia mengatakan hampir mustahil," katanya.

Dicky menegaskan bahwa kategori COVID-19 sudah terkendali bukan karena sebagian besar penduduk sudah divaksin. Melainkan COVID-19 disebut terkendali bila positivity rate sudah di bawah satu persen dan tidak ada kematian karena COVID-19.

"Dua aspek itu belum terjadi di DKI," kata Dicky.

Dicky juga menyorot mengenai community transmission yang masih tinggi di Indensia termasuk di DKI.

"Ini artinya banyak kasus infeksi berkeliaran tidak terdeteksi atau belum bisa dideteksi," katanya.

Sehingga, Dicky mengatakan, meski DKI mengklaim sudah masuk zona hijau dan banyak yang sudah divaksin bukan menjadi dasar bagi masyarakat untuk abai protokol kesehatan. Jangan juga berpikir untuk bebas kemana-mana.

"Dengan positivity rate yang tinggi itu potensi paparan ketika keluar rumah untuk beraktivitas itu masih tinggi," katanya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengingatkan kepada pemerintah Indonesia agar mengambil tindakan menyusul mobilitas masyarakat yang sudah meningkat. Bahkan WHO mencatat peningkatan di sejumlah provinsi itu terjadi seperti sebelum adanya pandemi covid-19.

Dilansir dari Reuters, Senin (23/8/2021), WHO menyoroti peningkatan mobilitas masyarakat secara signifikan terjadi pada sektor ritel dan rekreasi di Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kegiatan yang meningkat terjadi pada aktivitas di restoran, kafe, pusat perbelanjaan, perpustakaan, museum, dan taman hiburan.

Berdasarkan data Google pada minggu kedua Agustus, WHO mengatakan mobilitas masyarakat mencapai tingkat yang tidak terlihat sejak Februari 2020.

"Perumusan rencana konkret dan tindakan mendesak sangat penting untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak peningkatan mobilitas pada transmisi dan kapasitas sistem kesehatan," demikian kata laporan tersebut.

Didorong oleh varian Delta yang sangat menular, kasus virus corona harian di Indonesia mencapai lebih dari 56.000 bulan lalu, di mana rumah sakit di pulau terpadat di Jawa kekurangan tempat tidur, oksigen, dan kebanjiran pasien.

Kasus harian telah turun secara signifikan menjadi sekitar 15.000 pada 18 Agustus, akan tetapi tingkat pengujian juga turun dan tingkat positif dan jumlah kematian tetap tinggi.

Para ahli kesehatan masyarakat telah menyatakan keprihatinannya atas penyebaran Delta di daerah-daerah terpencil dengan kapasitas perawatan kesehatan yang rapuh.

Wiku Adisasmito, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Indonesia, mengatakan perlu kehati-hatian agar pergerakan masyarakat bisa kembali ke level sebelumnya.

"Ini berarti ada proses pemulihan ekonomi yang cepat tetapi menandakan perlunya kita lebih berhati-hati terhadap peningkatan kasus terutama pada minggu depan," katanya.

 

Infografis Vaksinasi Covid-19 Lampaui Target, Jakarta Sudah Aman? (Liputan6.com/Abdillah)

Kemenangan Lawan Covid-19 di Depan Mata

Warga beraktivitas di luar rumah saat PPKM level 3 di kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (21/8/2021). Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan, Jakarta sudah keluar dari zona merah setelah satu setengah bulan angka COVID-19 tinggi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria sebelumnya menyatakan bahwa Ibu Kota sudah masuk zona hijau Covid-19. Pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 juga masih terus berjalan.

"Alhamdulillah Jakarta sudah masuk zona hijau," kata Riza di kawasan Jakarta Selatan, Minggu 22 Agustus 2021.

Berdasarkan website corona.jakarta.go.id pada Senin (23/8/2021) dengan data pada 16-22 Agustus 2021 yang masuk kategori zona merah hanya ada tiga RT. Yaitu RT 009/ RW 008 Kelurahan Petojo Selatan, Jakarta Pusat.

Lalu ada di RT 006/ RW 006 Keluarga Ciganjur, Jakarta Selatan dan RT 006/ RW 003 Kelurahan Cibubur, Jakarta Timur.

Sedangkan kasus aktif di Jakarta sebanyak 8.531 orang yang masih dirawat/ isolasi hingga Minggu (22/8/2021). Kasus aktif di Ibu Kota sempat mengalami peningkatan hingga 113 ribu pasien pada 16 Juli 2021.

Untuk jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sebanyak 845.931 kasus dan total dinyatakan telah sembuh sebanyak 824.227 dengan tingkat kesembuhan 97,4 persen. Selanjutnya untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 6,7 persen. WHO juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.

Riza Patria juga menyatakan keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) pasien Covid-19 di Rumah Sakit (RS) rujukan terus mengalami penurunan di bawah 50 persen. Penurunan itu mulai dari tempat tidur isolasi ataupun ICU.

"BOR rumah sakit sudah turun menjadi 23 persen, ICU turun menjadi 44 persen," ujarnya.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan pencapaian vaksinasi Covid-19 di Jakarta telah mencapai 103 persen untuk dosis pertama.

Menurut Anies, pengendalian Covid-19 di kota penyangga juga menjadi salah satu indikator yang dipertimbangkan pemerintah pusat terkait status PPKM di Ibu Kota.

"Yang dipertimbangkan pemerintah pusat itu adalah karena tetangga kanan-kiri masih belum 100 persen terkendali, maka bila ada perubahan di Jakarta, dikhawatirkan terjadi lonjakan kembali," kata Anies, Minggu 22 Agustus 2021.

Hingga Minggu 22 Agustus 2021, Pemprov DKI Jakarta mencatat sebanyak 9.351.093 orang atau 104,6 persen telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis pertama. Kemudian sebanyak 4.845.271 orang atau 54,2 persen telah menerima vaksinasi Covid-19 dosis kedua.

Kendati demikian, masyarakat yang telah mendapatkan vaksinasi covid-19, diharapkan tetap menjalankan protokol kesehatan. Menurut Anies, kewaspadaan harus tetap dikedepankan agar masyarakat tidak lengah dalam perang melawan Covid-19 ini.

"Yuk kita teruskan, jangan lengah, jangan sampai ini bertahan bahkan naik. Jangan sampai ini terjadi pada kita, kita melihat kemenangan sudah di depan mata, sudah dekat, tapi tidak boleh terlena, tidak boleh buru-buru beraktivitas sebebas-bebasnya," ujar Anies Anies di YouTube Pemprov DKI Jakarta, Sabtu 14 Agustus 2021.

Selain itu, Anies juga meminta agar masyarakat tetap mengurangi mobilitas di luar rumah. Sebab itu dapat memicu adanya gelombang berikutnya.

"Jangan membuka ruang terhadap munculnya gelombang berikutnya, menyia-nyiakan usaha yang sudah berjalan luar biasa sebulan kemarin," ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya