Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi III DPR RI asal Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni mengecam terhadap dua oknum prajuritnya yang melakukan penganiayaan terhadap bocah 13 tahun di Kabupaten Rote, Ndao, NTT.
Menurut dia, hal tersebut menyebabkan trauma bukan hanya dalam bentuk sakit fisik saja, namun juga akan berdampak pada kesehatan mental si anak.
Advertisement
"Saya sangat kecewa dengan anggota TNI tersebut karena benar-benar aksinya di luar nalar. Hal ini tentunya menyebabkan trauma bukan hanya dalam bentuk sakit fisik saja, namun juga akan berdampak pada kesehatan mental si anak. Karenanya sangat penting bahwa anak ini mendapat pendampingan yang intens dan serius pasca trauma," kata Sahroni, Senin (23/8/2021).
Dia berharap, otoritas di NTT seperti kepolisian maupun Komnas Perlindungan Anak untuk memberikan perawatan trauma healing yang serius terhadap korban.
"Harus ada treatment serius dan dipantau secara berkala hingga sembuh, mengingat anak itu masih dibawah umur kondisi mentalnya pun belum stabil," tutur Politikus NasDem ini.
Diduga Aniaya Bocah 13 Tahun
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Tatang Subarna mengatakan, pihaknya tetap memproses hukum terhadap dua oknum prajuritnya yang melakukan penganiayaan terhadap bocah 13 tahun di Kabupaten Rote, Ndao, NTT.
Menurut dia, saat ini proses investigasi dan hukum masih berlangsung kepada kedua prajurit dari Kodim 1627/Rote Ndao, berinisial Serma MSB Babinsa Ramil 1627-03/Batutua dan Serka AODK Batiminpers, lantaran diduga menganiaya Petrus karena dituduh mencuri HP milik Serka AODK.
"Sesuai perintah Kasad Jenderal TNI Andika Perkasa kepada para pejabat TNI AD terkait, agar terus melakukan investigasi dan memproses secara hukum terhadap oknum anggota TNI AD yang melakukan tindak pidana penganiayaan anak dibawah umur ini," kata Tatang dikutip dalam keteranganya, Minggu (22/8/2021).
Kepastian proses hukum terhadap oknum prajurit berinisial MSB dan AODK, kata dia, bila TNI AD akan terus memegang teguh komitmen kepada setiap oknum prajuritnya yang melakukan pelanggaran.
"Tidak ada kata lain selain proses hukum bagi setiap prajurit yang melanggar. Serta mendorong untuk dilakukan visum terhadap korban di RS terbesar di Rote Ndao sebagai bukti tambahan," jelas Tatang.
Advertisement