Liputan6.com, Jakarta - Harga emas melonjak ke atas level psikologis USD 1.800 per ounce pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga emas tersebut adalah penurunan nilai tukar dolar AS sehingga mendorong investor mengalihkan portofolio ke logam mulia.
Selain itu, dengan peningkatan kasus Covid-19 mendorong ekspektasi bahwa Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) akan menunda pengurangan dukungan terhadap ekonomi.
Advertisement
Mengutip CNBC, Selasa (24/8/2021), harga emas di pasar spot melonjak 1,3 persen menjadi USD 1.803,29 per ounce pada pukul 13:35 ET, setelah sebelumnya sempat mencapai level tertinggi sejak 5 Agustus di USD 1.806,23 per unce.
Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup naik 1,3 persen ke level USD 1.806,3 per ounce.
"Saham naik, dolar AS turun, dan semuanya didorong saat ini oleh kemungkinan Federal Reserve akan mendorong kembali penurunan lebih lanjut karena varian Delta," kata analis senior RJO Futures, Bob Haberkorn.
Lonjakan kasus Covid-19 mendorong the Fed untuk menjadwalkan simposium tahunan 27 Agustus di Jackson Hole, Wyoming, secara virtual. Saat ini semua mata tertuju pada pidato Gubernur Jerome Powell untuk petunjuk mengenai kebijakan moneter ke depannya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Logam Mulia Lain
Pelaku pasar menimbang ekspektasi bahwa the Fed mungkin tidak dalam posisi untuk melonggarkan kebijakannya dalam waktu dekat, "Hal ini mendorong bullish untuk emas dan perak," kata Haberkorn.
Kenaikan harga emas juga mendorong lonjakan harga pada logam lainnya, dengan perak naik 2,5 persen menjadi USD 23,59 per ounce dan paladium memantul dari level terendah lima bulan untuk naik sekitar 6 persen menjadi USD 2.408,69.
Platinum naik 2,4 persen menjadi USD 1.019,44 per ounce.
Advertisement