OJK: 5 Alasan Menabung Sangat Krusial untuk Pelajar

Survei OJK di 2019 membuktikan, para pelajar umumnya memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang relatif rendah.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Agu 2021, 11:36 WIB
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyayangkan tingkat literasi dan inklusi keuangan di level pelajar yang masih rendah. Padahal, menjaga keuangan atau menabung jadi sangat krusial agar bisa bertahan di masa sulit seperti pandemi Covid-19 saat ini.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, menuturkan jika pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat Indonesia. Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah, mulai dari aturan untuk membatasi penyebaran Covid-19, gerakan vaksinasi, hingga pemberian stimulus untuk menggerakkan kembali roda perekonomian.

"Banyak yang tidak siap menghadapi situasi darurat seperti yang kita alami saat ini, termasuk para pelajar. Kita semua seharusnya dapat menyiapkan diri untuk menghadapi situasi darurat seperti ini, termasuk mempersiapkan dana cadangan dengan kebiasaan menabung sejak dini," ujarnya dalam acara KEJAR Prestasi Anak Indonesia (Kreasi) yang digelar secara virtual, Selasa (24/8/2021).

Tirta menyebutkan, paling tidak ada 5 alasan mengapa gerakan menabung untuk pelajar jadi sangat krusial dan sangat strategis, khususnya saat ini. Pertama, pelajar merupakan generasi penerus yang akan membangun Indonesia di masa mendatang.

"Mereka perlu dipersiapkan untuk membangun bangsa Indonesia. Dengan jumlah yang sangat signifikan yaitu sekitar 65 juta pelajar atau kurang lebih 25 persen dari total penduduk Indonesia, para pelajar jelas merupakan critical economic players yang sangat strategis, dan perlu dibekali pemahaman keuangan yang memadai," paparnya.

Kedua, Tirta melanjutkan, survei OJK di 2019 membuktikan, para pelajar umumnya memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang relatif rendah. Tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia berusia 15-17 tahun hanya 16 persen, atau jauh dari tingkat literasi keuangan nasional sebesar 38 persen.

"Senada dengan tingkat literasi, tingkat inklusi keuangan penduduk usia 15-17 tahun juga relatif rendah, hanya 58 persen. Jauh di bawah tingkat inklusi keuangan nasional sebesar 76 persen," sebut Tirta.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Alasan Selanjutnya

Ilustrasi OJK

Alasan ketiga, ia mengatakan, para pelajar juga lebih rentan dari sisi keuangan. "Terkait dengan alasan kedua, mengapa pelajar tingkat inklusi keuangannya rendah, ya mungkin karena mereka umumnya belum berpenghasilan, dan kalau memiliki uang lebih sering dihabiskan untuk kesenangan dibandingkan menabung atau investasi," sambungnya.

Keempat, Tirta khawatir kebanyakan pelajar juga tidak mempersiapkan dana darurat. Padahal, ia menyatakan, Covid-19 telah menyadarkan tentang pentingnya memperkuat ketahanan keuangan, atau memiliki financial resilience.

"Proses belajar/mengajar secara online saat ini membutuhkan peralatan khusus dan juga pulsa," sambung Tirta.

Terakhir, ia mengamati jika para pelajar pada umumnya suka mengikuti tren. Mereka seringkali meniru apa yang dilakukan tokoh idola atau influencer di sosial media.

"Oleh karena itu, pemahaman keuangan menjadi sangat penting agar para pelajar tidak mudah terperdaya oleh janji-janji manis yang dilontarkan influencer ketika berinvestasi atau bergaya-gaya yang berlebihan," imbuh Tirta.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya