Dirjen EBTKE Ungkap Revisi Permen PLTS Atap Tunggu Restu Presiden

Proses revisi No 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap sudah berjalan sejak Januari tahun ini.

oleh Arief Rahman H diperbarui 24 Agu 2021, 13:26 WIB
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan jika saat ini revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (permen) No 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap sudah dikirimkan ke Presiden.

Dadan menjelaskan jika proses revisi permen sudah berjalan sejak Januari tahun ini. Sebelumnya revisi permen sudah diharmonisasi Kementerian Hukum dan HAM pada 18 Agustus 2021 lalu.

"Jadi cukup panjang, jadi kalau jumping ke ujungnya baru 18 Agustus keluar berita acara bahwa harmonisasi Kemkumham sudah selesai ini dan ini proses yang harus kita lewati," jelas dia dalam diskusi bertema Green Talk Gotong Royong Mendorong Energi Surya, kemarin malam.

Kemudian dia menyatakan jika berdasarkan aturan maka permen yang sifatnya strategis harus mendapatkan izin Presiden. 

Menteri ESDM dikatakan juga sudah mengirimkan surat ke Setkab pada 29 Juni 2021 terkait permintaan izin revisi Permen PLTS Atap ke Presiden.

"Syaratnya harmonisasi sudah selesai jadi sekarang kita berproses dengan setkab untuk memastikan izin presiden keluar dan biasanya tidak lama," jelas dia.

 


Jalan Tengah Soal Revisi Permen PLTS Atap

Teknisi mengecek panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap ini bertujuan menghemat pemakaian listrik konvensional sekaligus menjadi energi cadangan saat listrik padam. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Rencana revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap tengah digodok.

Terkait ini, pemerintah dinilai perlu mencari jalan tengah sebagai alternatif agar APBN dan PLN tidak terbebani.

Ini diungkapkan Mukhtasor, Anggota Dewan Energi Nasional periode 2009-2014 pada webinar “Curah Pendapat” bertema Roadmap Pengembangan EBT di Indonesia, Kamis (19/8/2021).

Mukhtasor mengaku telah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri ESDM yang mengusulkan untuk mencari jalan tengah perihal PLTS atap ini.

“Khusus PLTS Atap saya sampaikan ke Presiden ada jalan tengah bagi semua pemangku kepentingan dan menjadi model gotong royong sebagai bangsa,” ujar dia.

Dikabarkan jika revisi Permen PLTS Atap mengubah rasio ekspor-impor listrik dari 65 persen menjadi 100 persen. Dia mengumpakan kondisi ini seperti barang ditukar barang.

Padahal pasokan listrik jika dititipkan di mana masuk ke jaringan PLN pada siang dan baru digunakan di malam hari, sejatinya harus bayar karena telah ke jaringan. Apalagi dikatakan PLN sebagai BUMN memiliki misi mendapatkan keuntungan. 

“Persoalan di PLN justru kontribusinya bukan di PLN itu sendiri, tapi ada dari IPP (Independent Power Producer), sponsor dan lainnya. Untuk IPP feed in tarif maka harga akan naik dan ada risiko over supply,” jelasnya.

Mukhtasor mengingatkan jika selisih harga listrik PLTS Atap dibayar melalui APBN tentu akan membebani. Kalau asumsinya negara mampu, APBN harus dialokasikan untuk investasi EBT.

Negara melalui pemerintah, menurut Mukhtasor, mengambil peran penting dalam transisi energi dengan mengintegrasikannya lewat transisi industri nasional di bidang EBT di dalam negeri.

“Saya tidak ingin solusinya parsial yang akan memberatkan negara. solusinya komprehensif dengan cara rantai pasok diperkuat karena sudah ada tinggal nanti business to business,” ungkap dia.

Demikian pula dia menilai jika pemerintah memutuskan memberikan kompensasi atau insentif, sebaiknya diberikan ke hulu ketimbang hilir. Caranya dengan menurunkan biaya modal.

Menurut bila hulu industri pemasok PLTS mendapatkan kompensasi, dan menyebabkan biaya pasang PLTS Atap  lebih murah maka PLN tidak akan terganggu.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Chrisnawan Aditya, mengatakan prinsip yang dipegang pemerintah sebagai regulator harus imbang.

Bahwa regulasi itu tidak bisa memuaskan semua pihak, ketika timbangan lebih berat ke utility, akan ada reaksi dari pihak lain.

Dia juga menyanggah bahwa revisi permen PLTS Atap bahwa harga ekspor-impor listrik akan naik dari 65 persen ke 100 persen. “PLTS Atap tidak untuk diperjualbelikan, yang kita tingkatkan adalah nilai ekspornya,” kata dia.

Menurut dia, berdasarkan survei, nilai ekspor dari PLTS Atap adalah 20 persen lalu dikalikan 100 persen. Pengguna PLTS Atap pasti akan menggunakan pasokan yang ada sendiri, setela itu sisanya diekspor.

“Apakah nanti pendapatan PLN berkurang, sudah kami lakukan kajian. Memang pendapatan PLN akan turun,” kata dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya