Liputan6.com, Yogyakarta Industri farmasi disebut sebagai sektor yang sangat penting pada masa depan. Melihat kondisi ini, Rektor UGM Panut Mulyono membentuk tim gugus tugas Kemandirian Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (KIFA) UGM, Selasa (24/8), secara daring di sela kegiatan webinar Kemandirian Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Panut mengatakan pembentukan gugus tugas KIFA UGM ini diharapkan bisa mendorong terciptakan banyak produk farmasi dan alat kesehatan yang bisa dihilirkan ke masyarakat melalui kerjasama dengan pihak industri.
"Selamat bertugas kepada tim gugus tugas dan kita menunggu terobosan untuk peningkatan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia," kata Rektor yang disaksikan Kepala Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI Laksono Tri Handoko dan staf khusus Menkes Prof Laksono Trisnantoro.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Panut, pandemi Covid-19 dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan. Sebab, saat ini dalam penanganan pandemi sangat bergantung pada vaksin dan obat yang bahan bakunya berasal dari luar negeri.
"Selama ini bergantung pada impor namun kemandirian itu harus dilakukan dengan bersinergi lewat berbagai instansi dan industri. Ketergantungan kita pada impor bahan baku obat dan alat kesehatan masih sangat besar," katanya.
Beberapa bahan baku yang masih impor, menurut Rektor, adalah Beta laktam sebagai bahan pembuatan obat amoksilin, lalu phenol untuk pembuatan para amino phenol. Selanjutnya, Benzene untuk para nitrochlorobenzene, dan gelatin untuk pembuatan kapsul.
"Semua bahan baku ini diimpor dari China, India, Italia, Spanyol, Korea dan Malaysia," katanya.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI Laksono Tri Handoko menuturkan pihaknya memfasilitasi para riset dari berbagai instansi manapun dari seluruh Indonesia. Nantinya jika potensial akan dikerjasamakan dengan pihak industri.
"Secara regulasi, saat ini sangat mendukung kegiatan riset dan inovasi. Kita juga punya kebijakan insentif pajak produk riset kerja sama dengan industri, lalu soal royalti hingga dana abadi dana riset meski baru Rp5 triliun," katanya.
Namun, semua kemudahan regulasi ini menurutnya akan sia-sia bila tidak bisa menggandeng industri dan pelaku usaha. Oleh karena itu, BRIN akan memfasilitasi dari sisi periset maupun pelaku usaha agar hasil inovasi riset bisa dimanfaatkan secara luas dan berdampak pada ekonomi.
"BRIN fokus membuat periset dan pelaku industri bisa memenuhi standar regulasi," katanya.