Sri Mulyani: Pemulihan Ekonomi Masih Dibayangi Banyak Risiko

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa momentum pemulihan ekonomi global tetap berlanjut hingga Juli 2021.

oleh Andina Librianty diperbarui 25 Agu 2021, 17:38 WIB
Menkeu Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat membahas konsultasi terkait usulan perubahan pengelompokan/skema barang kena pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa momentum pemulihan ekonomi global tetap berlanjut hingga Juli 2021. Namun masih terus dibayangi berbagai risiko dan ketidakpastian.

Dijelaskannya, memasuki 2021, ada optimisme terjadi rebound ekonomi baik di negara-negara ASEAN maupun G-20, dan hal ini terlihat pada data ekonomi kuartal II 2021. Momentum baik ini ditunjukkan dengan tren positif berbagai indikator berlanjut hingga Juli 2021.

Salah satunya dengan PMI manufaktur Juli 2021 tumbuh solid 55,4 yang didukung kuatnya kinerja di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. PMI global mengalami ekspansi 13 bulan berturut-turut.

"Ini sesuatu yang positif. Aktivitas perdagangan juga berjalan kuat, Baltic Dry Index Juli berada di level tinggi seiring perluasan reopening, khususnya di negara maju," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Agustus 2021 pada Rabu (25/8/2021).

Momentum positif lain juga ditunjukkan dengan harga komoditas yang masih dalam tren naik, termasuk komoditas unggulan Indonesia seperti Batubara, Nikel, dan CPO.

"Ini hal positif yang memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia,dan ini juga merupakan tren positif bagi ekonomi dunia," tutur Sri Mulyani.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Waspada

Pemandangan deretan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (29/9). Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakinkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen tetap realistis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kendati demikian, tetap ada berbagai risiko yang perlu diwaspadai. Hal ini salah satunya terkait varian Delta yang per 17 Agustus 2021, diketahui telah menyebar hingga ke 148 negara. Hal ini berpotensi melemahkan beberapa tren rebound yang ada.

Kasus kematian dan kasus positif Covid-19 global juga meningkat. Hal ini kemudian menimbulkan respons beberapa negara mulai memperketat restriksi, bahkan melakukan lockdown seperti di Malaysia, Thailand, Australia, Selandia baru, bahkan Vietnam yang selama ini dikenal cukup mampu menjaga penularan Covid-19.

"Dengan adanya varian Delta yang menimbulkan outbreak lagi, serta belum meratanya vaksinasi juga menimbulkan pemulihan ekonomi yang tidak merata di semua negara," tambahnya.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah kompleksitas baru, yaitu di beberapa negara yang mengalami rebound ternyata disertai dengan kenaikan harga atau inflasi yang tinggi seperti di AS dan bahkan di beberapa negara di Eropa.

"Ini adalah perkembangan yang akan terus menimbulkan dinamika di dalam kita mengelola ekonomi, dan tentu berimplikasi pada APBN," ungkap Sri Mulyani.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya