Defisit APBN Tembus Rp 336,9 Triliun hingga Juli 2021

Defisit APBN untuk tahun 2021 ini pada akhir Juli Rp 336,9 triliun atau 2,04 persen dari PDB.

oleh Andina Librianty diperbarui 25 Agu 2021, 19:04 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (4/11/2019). Ini merupakan rapat perdana Menkeu dengan Komisi XI DPR RI. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Juli 2021 mencapai Rp 336,9 triliun atau 2,04 persen dari PDB.

"Defisit APBN untuk tahun 2021 ini pada akhir Juli Rp 336,9 triliun atau 2,04 persen dari PDB, dimana primary balance mengalami defisit 143,6 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA Edisi Agustus 2021 pada Rabu (25/8/2021).

Sri Mulyani menjelaskan, pendapatan negara periode Januari-Juli 2021 tercatat sebesar Rp 1.031,5 triliun, tumbuh 11,8 persen yoy. Rinciannya, penerimaan pajak Rp 647,7 triliun, Kepabeanan & Cukai Rp 141,2 triliun, dan PNBP sebesar Rp 242,1 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja negara sampai Juli 2021 tercatat mencapai Rp 1.368,4 triliun atau tumbuh 9,3 persen.

Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) tercatat Rp 549,2 triliun atau tumbuh 30,9 persen. Ini mencakup belanja modal (proyek infrastruktur dasar/konektivitas, peralatan), belanja barang (vaksinasi, klaim perawatan dan bantuan produktif), serta penyaluran berbagai program bantuan sosial (bansos).

Sementara itu, belanja non K/L sebesar Rp 403,6 persen atau tumbuh 8 persen yoy. Belanja ini mencakup untuk manfaat pensiun termasuk THR pensiun, subsidi energi dan pupuk, serta program Kartu Prakerja.

Transfer Daerah & Dana Desa mencapai Rp 415,5 triliun, tumbuh minus 9,4 persen.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Defisit APBN Indonesia Lebih Baik dari AS, China, dan Inggris

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (4/11/2019). Ini merupakan rapat perdana Menkeu dengan Komisi XI DPR RI. (Liputan6.com/JohanTallo)

Sebelumnya, Sri Mulyani menegaskan pengelolaan utang Indonesia dan defisit APBN untuk membiayai dampak dari pandemi Covid-19 masih lebih baik dibandingkan berbagai negara lain di dunia.

Tahun 2020 misalnya, defisit APBN terhadap PDB berada di angka 6,1 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan beberapa negara yang mengalami defisit hingga double digit.

"APBN kita tahun 2020 defisitnya 6,1 persen. Di India terjadi lonjakan defisit hingga 12,3 persen dari PDB, RRT defisitnya 11,4 persen dari PDB, Jepang defisitnya 12,6 persen dari PDB, Inggris defisit 13,4 persen dari PDB dan Amerika Serikat defisit 15,8 persen dari PDB," tutur Sri Mulyani pada Selasa 24 Agustus 2021.

Terjadinya defist di masing-masing negara membuat rasio utang tiap negara mengalami kenaikan. Di Indonesia rasio kenaikan utang naik 9,2 persen menjadi 39,4 persen. India rasio utang naik 15,7 persen menjadi 89,6 persen dari PDB. Rasio utang RRT juga mengalami lonjakan menjadi 66,8 persen dari PDB karena naik 9,8 persen.

Di Jepang rasio utang naik 21,4 persen menjadi 256,2 persen dari PDB. Inggris pun mengalami kenaikan rasio utang 18,4 persen menjadi 103,7 persen. Sedangkan Amerika Serikat rasio utangnya naik 18,9 persen menjadi 12 persen. Berbagai rasio kenaikan utang tersebut terjadi dalam satu tahun anggaran.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya